Abstrak
Peningkatan
jumlah kendaraan dan di Indonesia menyebabkan jumlah konsumsi bahan bakar
minyak (BBM) terus meningkat. Hal ini berdampak negatif pada jumlah persediaaan
BBM diperut bumi yang semakin menipis sehingga menyebabkan bahan bakar minyak
semakin langka. Kebijakan pemerintah untuk menaikan
harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri menyebabkan perubahan perekonomian
secara drastis. Kenaikan BBM ini akan diikuti oleh naiknya harga barang-barang
dan jasa-jasa di masyarakat. Kenaikan harga barang dan jasa ini menyebabkan
tingkat inflasi di Indonesia mengalami kenaikan dan mempersulit perekonomian
masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan tetap.Salah satu upaya pemerintah untuk menekan tingkat konsumsi
BBM adalah mengevalusi kebijakan subsidi BBM di Indonesia. Perkembangan
kebijakan subsidi BBM dari pemerintah berdampak pada beragamnya perilaku dan
pola masyarakat dalam mengkonsumsi BBM
Latar Belakang
Bahan bakar
minyak atau yang lebih kita kenal dengan nama “BBM” merupakan suatu komoditas
yang sangat berperan penting dalam kegiatan perekonomian. Sebagaimana yang kita
ketahui, saat ini bangsa kita sedang mengalami masalah naiknya harga bahan
bakar minyak. Ini dikarenakan permintaan masyarakat akan BBM yang membubung
tinggi sementara penyediaan barang mengalami kekurangan yang membuat harga
barang tersebut menjadi naik dan timbulnya inflasi. Kenaikan harga BBM
memperberat beban hidup masyarakat terutama mereka yang berada di kalangan
bawah dan juga para pengusaha, karena kenaikan bbm menyebabkan turunnya daya
beli masyarakat dan itu akan mengakibatkan tidak terserapnya semua hasil
produksi banyak perusahaan sehingga akan menurunkan tingkat penjualan yang pada
akhirnya juga akan menurunkan laba perusahaan.
Naiknya harga
BBM di indonesia diawali oleh naiknya harga minyak dunia. yang membuat
pemerintah tidak dapat menjual BBM kepada masayarakat dengan harga yang sama
dengan harga sebelumnya, karena hal itu dapat menyebabkan pengeluaran APBN
untuk subsidi minyak menjadi lebih tinggi. Maka pemerintah mengambil langkah
untuk menaikkan harga BBM. Dan untuk mengimbangi masalah melonjaknya harga BBM
setiap tahunnya, pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi BBM. Kebijakan
subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) bertujuan mengatasi kelebihan beban APBN.
Sebab jika tidak, APBN dipastikan akan mengalami penurunan yang berdampak
langsung pada mandeknya pembangunan nasional.
Setelah sekian
lama kebijakan subsidi BBM dijalankan , timbul berbagai kontravensi untuk
segera menghentikan kebijakan subsidi bbm, karena setelah di lihat-lihat
ternyata kebijakan subsidi ini tidak berjalan efektif dan jauh dari tujuan
semula. Karena selama ini pemerintah terus memberi subsidi untuk BBM yang dikeluarkan
dari APBN. Subsidi bbm yang melambung tinggi dan terus menekan APBN menyebabkan
perekonomian indonesia semakin parah.
Pengertian Subsidi Bahan Bakar Minyak
BBM (bahan bakar
minyak) adalah senyawa hidrokarbon yang dibentuk dari proses yang berlangsung
dalam skala waktu geologis. Bahan bakar minyak sendiri merupakan hasil
pengilangan dari minyak bumi (minyak mentah) yang telah melalui proses
pemurnian dan pengubahan struktur serta komposisinya. Proses pemurnian dan
pengubahan srtuktur serta komposisinya berlangsung di kilang minyak yang
merupakan tempat pengolahah sekaligus distribusi awal BBM. BBM digunakan
sebagai bahan bakar kendaraan bermotor terutama untuk jenis premium, pertamax,
dan solar. Namun adapula yang digunakan untuk keperluan rumah tangga seperti
LPG dan minyak tanah.
Dalam skala
kehidupan manusia, BBM merupakan sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui. Artinya, suatu saat nanti akan habis dan sebelum habis harganya
akan terus meningkat. Di Indonesia pemerintah menjalankan sebuah program yakni
BBM bersubsidi untuk membantu rakyat kecil.
Subsidi (
disebut juga subvensi) adalah bentuk bantuan keuangan yang dibayarkan
kepada suatu bisnis atau sektor ekonomi. Sebagian subsidi diberikan oleh
pemerintah kepada produsen atau distributor dalam suatu industri untuk
mencegah kejatuhan industri tersebut (misalnya karena operasi merugikan yang
terus dijalankan) atau peningkatan harga produknya atau hanya untuk mendorongnya
mempekerjakan lebih banyak buruh (seperti
dalam subsidi upah).
Jadi BBM bersubsidi adalah bahan bakar minyak yang digunakan untuk kendaraan
bermotor yang pembeliannya sebagian di tanggung oleh pemerintah melalui APBN (
Anggara Pendapatan Belanja Negara ) sebagai salah satu bentuk kepedulian
terhadap rakyat miskin. Subsidi BBM dapat pula diartikan sebagai bayaran yang
harus dilakukan oleh pemerintah pada Pertamina dalam simulasi dimana pendapatan
yang diperoleh Pertamina dari tugas menyediakan BBM di tanah air adalah lebih
rendah dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. BBM bersubsidi sangat
membantu rakyat Indonesia dalam melakukan mobilisasi untuk kehidupn
sehari-hari. BBM bersubsidi yang digunakan di Indonesia adalah bahan bakar
minyak jenis premium.
Penyebab Terjadinya Kenaikan BBM
Tiga alasan
pertama datang dari data ekonomi Indonesia sendiri yaitu inflasi, defisit
transaksi berjalan yang kian membengkak dan pertumbuhan ekonomi
1. Inflasi,
tingkat inflasi masih bergerak relatif dan sempat menurun pada Juli sebsar 4,5
persen dari 6,7 persen pada Juni. Penurunan inflasi tersebut terjadi setahun
setelah pemerintah menaikkan harga BBM sebesar 22 persen-44 persen.
Meski begitu,
risiko kenaikan harga BBM juga dapat terasa secara langsung. Pada Juli 2013,
sebulan setelah SBY menaikkan harga BBM, tingkat inflasi menyentuh level
tertinggi dalam empat tahun terakhir sebesar 8,61 persen.
2. Defisit
transaksi berjalan yang kian membengkak, defisit transaksi berjalan Indonesia
yang tercatat masih tinggi atau 4,3 % dari PDB pada kuartal II.
Data CIMB
menjelaskan, pembengkakan tersebut dipicu impor minyak yang terlalu tinggi.
Para analis CIMB mengatakan, memangkas subsidi BBM dapat membuat penggunaannya
semakin efisien.
3. Pertumbuhan
ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang melambat tajam. Perekonomian Indonesia
tercatat tumbuh 5,12 persen pada kuartal II-2014 atau yang paling lambat sejak
2009 khususnya karena ketegangan konflik Timur Tengah yang melambungkan harga
minyak.
"Memangkas
subsidi BBM dapat memberikan lebih banyak ruang fiskal pada pemerintah untuk
mengalihkannya ke sektor infrastruktur dan secara bersamaan meningkatkan
perekonomian masyarakat," ungkap para analis CIMB dalam laporannya.
Berikutnya,
subsidi BBM tercatat lebih banyak dinikmati masyarakat kelas menengah ke atas
dan dianggap kurang tepat sasaran. Subsidi tersebut tak banyak dirasakan
rakyat-rakyat kecil.
Pengaruh Kenaikan BBM Bersubsidi pada Berbagai Aspek
1. Pengaruh
kenaikan BBM terhadap kondisi perekonomian rakyat Indonesia
Ketika kebijakan sudah diambil, maka akan mempengarui beberapa aspek di dalamnya, meskipun hanya sedikit. Akan tetapi perekonomian rakyat Indonesia yang tergolong di dominasi menengah kebawah, akan merasakan pengaruh yang sangat tinngi. Dimana BBM merupakan salah satu banah utama untuk mata pencaharian mereka, jika BBM naik maka sejumlah barang- barang kebutuhan pokok pun juga akan meningkat.
Ketika kebijakan sudah diambil, maka akan mempengarui beberapa aspek di dalamnya, meskipun hanya sedikit. Akan tetapi perekonomian rakyat Indonesia yang tergolong di dominasi menengah kebawah, akan merasakan pengaruh yang sangat tinngi. Dimana BBM merupakan salah satu banah utama untuk mata pencaharian mereka, jika BBM naik maka sejumlah barang- barang kebutuhan pokok pun juga akan meningkat.
Dari sektor ekonomi masyarakat, akan berdampak pada menurunya daya beli
masyarakat karena kenaikan harga BBM maka akan dibarengi dengan kenaikan tarif
listrik, transportasi dan berbagai jenis produk. Golongan masyarakat yang
paling terkena dampaknya adalah masyarakat miskin. Kebijakan pemerintah dalam
memberikan bantuan langsung tunai sangat bermanfaat bagi golongan ini.
Setidaknya dalam jangka pendek ekonomi mereka dapat terbantu. Selanjutnya
anggaran tersebut harus mampu dipergunakan dalam meningkatkan ekonomi mikro.
Kegiatan perdagangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri perlu ditingkatkan
dan dipenuhi sehingga mengurangi impor, kemudian jika bisa produk kita di
ekspor ke negara lain. Janganlah kita menjadi ketergantungan dengan barang
impor terus.
2. Pengaruh
kenaikan BBM terhadap kondisi sosial rakyat Indonesia
Kemudian terkait dengan dampak sosial adalah adanya anggapan bahwa Pemerintah hanya mementingkan kepentingan kelompok asing dan golongan kaya yang hanya mencari keuntungan bahkan aspek sosial yang selama ini terabaikan seperti fasilitas jalan raya yang banyak berlubang, bangunan sekolah banyak yang rusak, belum lagi persoalan sampah yang menumpuk tidak dikelola mengancam kesehatan. Lambannya peran Pemerintah mengatasi aspek sosial ini akan menyulitkan pengambilan keputusan terkait kebijakan yang akan dibuat sehingga nantinya akan menjadi tidak optimal secara keseluruhannya.
Kemudian terkait dengan dampak sosial adalah adanya anggapan bahwa Pemerintah hanya mementingkan kepentingan kelompok asing dan golongan kaya yang hanya mencari keuntungan bahkan aspek sosial yang selama ini terabaikan seperti fasilitas jalan raya yang banyak berlubang, bangunan sekolah banyak yang rusak, belum lagi persoalan sampah yang menumpuk tidak dikelola mengancam kesehatan. Lambannya peran Pemerintah mengatasi aspek sosial ini akan menyulitkan pengambilan keputusan terkait kebijakan yang akan dibuat sehingga nantinya akan menjadi tidak optimal secara keseluruhannya.
Ditinjau
secara menyeluruh bahwa kehidupan masyarakat di kota dan daerah berbeda
sehingga peran Pemerintah Pusat dan Daerah diharapkan dapat bersinergi dengan
kondisi sosial yang nampak saat ini.
3. Pengaruh
kenaikan BBM terhadap kondisi politik rakyat Indonesia
Dalam kehidupan politik yang sedang berkembang di masyarakat saat ini dilihat sebagai proses berjalannya demokrasi yang pluralis dengan beragamnya budaya dan suku telah membuat proses demokrasi di Indonesia dinilai sebagai suatu keberhasilan, namun masih terkendala dengan akses informasi yang memadai dan transparansi kinerja Pemerintah Pusat dan Daerah masih kurang memuaskan karena begitu banyaknya pejabat di Pemerintahan yang terjerat perkara hukum seperti korupsi, suap, dan kasus pidana lainnya. Pendapat publik terhadap kebijakan Pemerintah di DPR juga masih kurang memuaskan dengan masih banyaknya skandal anggota dewan yang terkait dengan korupsi, suap, bahkan opini publik banyak juga yang memberikan anggapan bahwa lembaga ini seolah tidak mewakili kepentingan rakyat tetapi telah menjadi mesin politik partai untuk meraih simpati rakyat guna pemilu selanjutnya namun tidak sedikit pula anggapan yang menilai bahwa anggota DPR adalah orang-orang yang cerdas, berintegritas dan akuntabel yang akan menjadi ‘pioneer’ untuk melakukan perubahan yang lebih baik bagi bangsa dan Negara Indonesia.
Dalam kehidupan politik yang sedang berkembang di masyarakat saat ini dilihat sebagai proses berjalannya demokrasi yang pluralis dengan beragamnya budaya dan suku telah membuat proses demokrasi di Indonesia dinilai sebagai suatu keberhasilan, namun masih terkendala dengan akses informasi yang memadai dan transparansi kinerja Pemerintah Pusat dan Daerah masih kurang memuaskan karena begitu banyaknya pejabat di Pemerintahan yang terjerat perkara hukum seperti korupsi, suap, dan kasus pidana lainnya. Pendapat publik terhadap kebijakan Pemerintah di DPR juga masih kurang memuaskan dengan masih banyaknya skandal anggota dewan yang terkait dengan korupsi, suap, bahkan opini publik banyak juga yang memberikan anggapan bahwa lembaga ini seolah tidak mewakili kepentingan rakyat tetapi telah menjadi mesin politik partai untuk meraih simpati rakyat guna pemilu selanjutnya namun tidak sedikit pula anggapan yang menilai bahwa anggota DPR adalah orang-orang yang cerdas, berintegritas dan akuntabel yang akan menjadi ‘pioneer’ untuk melakukan perubahan yang lebih baik bagi bangsa dan Negara Indonesia.
4. Pengaruh
kenaikan BBM terhadap kondisi pendidikan rakyat Indonesia
Biaya pendidikan terutama pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi akan semakin meningkat. Jangkauan masyarakat ekonomi rendah akan sulit untuk melanjutkan pendidikan karena terbatasnya pendapatan dan harga yang semakin tidak terjangkau. Fasilitas sekolah yang terbatas dan bangunan yang rusak juga masih banyak. Belum lagi di beberapa daerah jumlah sekolah tidak sebanding dengan jumlah penduduknya. Kebijakan pemerintah dengan memberikan dana BOS adalah sudah tepat. Subsidi BBM dapat juga perlu diprioritaskan pada pembangunan sekolah, fasilitas sekolah dan beasiswa pendidikan tinggi bagi anak yang berprestasi. SDM berpendidikan adalah investasi bangsa Indonesia kedepannya.
Pemerintah semestinya menyiapkan perencanaan jangka panjang dalam menyiapkan sumber daya manusia sehingga bisa di latih mencapai tujuan tertentu. Seperti contohnya kalau ingin membuat mobil maka kirimlah orang dalam jumlah tertentu untuk belajar ke Negara maju. Selanjutnya setelah selesai pendidikan mereka diberikan fasilitas untuk mengembangkan kemampuanya hingga mampu membuat pabrik sendiri. Dengan demikian maka tidak akan rugi mengirim orang belajar. Kenyataanya dari tahun 1970, program beasiswa seperti ini tidak jelas alurnya sehingga tenaga ahli yang sudah datang tidak diberdayakan dengan baik.
Biaya pendidikan terutama pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi akan semakin meningkat. Jangkauan masyarakat ekonomi rendah akan sulit untuk melanjutkan pendidikan karena terbatasnya pendapatan dan harga yang semakin tidak terjangkau. Fasilitas sekolah yang terbatas dan bangunan yang rusak juga masih banyak. Belum lagi di beberapa daerah jumlah sekolah tidak sebanding dengan jumlah penduduknya. Kebijakan pemerintah dengan memberikan dana BOS adalah sudah tepat. Subsidi BBM dapat juga perlu diprioritaskan pada pembangunan sekolah, fasilitas sekolah dan beasiswa pendidikan tinggi bagi anak yang berprestasi. SDM berpendidikan adalah investasi bangsa Indonesia kedepannya.
Pemerintah semestinya menyiapkan perencanaan jangka panjang dalam menyiapkan sumber daya manusia sehingga bisa di latih mencapai tujuan tertentu. Seperti contohnya kalau ingin membuat mobil maka kirimlah orang dalam jumlah tertentu untuk belajar ke Negara maju. Selanjutnya setelah selesai pendidikan mereka diberikan fasilitas untuk mengembangkan kemampuanya hingga mampu membuat pabrik sendiri. Dengan demikian maka tidak akan rugi mengirim orang belajar. Kenyataanya dari tahun 1970, program beasiswa seperti ini tidak jelas alurnya sehingga tenaga ahli yang sudah datang tidak diberdayakan dengan baik.
5. Pengaruh
kenaikan BBM terhadap kondisi kesehatan rakyat Indonesia
Sektor kesehatan akan terkena dampaknya dimana biaya kesehatan yang meningkat menyebabkan jangkauan layanan kesehatan menjadi sulit. Ekonomi masyarakat yang rendah biasanya berhubungan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang tidak sehat. Meningkatnya kejadian gizi kurang dan gizi buruk akibat terbatasnya pendapatan.
Sektor kesehatan akan terkena dampaknya dimana biaya kesehatan yang meningkat menyebabkan jangkauan layanan kesehatan menjadi sulit. Ekonomi masyarakat yang rendah biasanya berhubungan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang tidak sehat. Meningkatnya kejadian gizi kurang dan gizi buruk akibat terbatasnya pendapatan.
Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah selain hanya memberikan jaminan
kesehatan masyarakat juga memberikan pembinaan kesehatan pada masyarakat.
Peranan puskesmas sebagai ujung tombak kesehatan masyarakat harus dikembalikan
peranan utamanya dala upaya pencegahan penyakit. Merevitalisasi program
posyandu dalam membina kesehatan masyarakat dan mendeteksi secara dini tumbuh
kembang anak.
Analisis Kebijakan Produksi BBM
Indonesia menggunakan mekanisme
subsidi guna menekan harga eceran bahan bakar sejak 1967 (Dillon et al., 2008).
Pada era 1980-an, ketika produksi minyak Indonesia lebih tinggi dibanding saat
ini, subsidi bahan bakar lebih terjangkau, meskipun hal ini banyak menuai
kritik karena subsidi energi menganggu sistem perekonomian secara keseluruhan.
Ketika harga minyak dunia meningkat
pada 2005, pemerintah menghabiskan 24 persen dari pengeluaran totalnya untuk
subsidi, dan, dari jumlah tersebut, 90 persennya dihabiskan untuk produk-produk
bahan bakar (World Bank, 2007). Guna mengurangi pengeluarannya, pemerintah
meningkatkan harga minyak tanah, bensin dan diesel di dalam negeri dua kali
dalam kurun enam bulan pada 2005. Peningkatan harga pertama kali dilakukan pada
Maret sebesar 29 persen (untuk harga bahan bakar), sementara yang kedua pada Oktober
sebesar 114 persen (World Bank, 2007). Produksi minyak mentah Indonesia menurun
sejak 1998 seiring menuanya umur sumur-sumur minyak terbesar di Indonesia. Pada
2004 Indonesia menjadi net importir minyak dan tidak lama setelah itu
pemerintah menangguhkan keanggotaannya di Organisasi Negara-Negara Pengekspor
Minyak (OPEC –Organization of Petroleum Exporting Countries) (EIA,
2011). Pada 2011, badan pengatur minyak dan gas bumi sektor hulu, BP Migas,
memperkirakan cadangan minyak potensial dan terbukti hanya akan bertahan sampai
12 tahun, sedangkan untuk gas alam hanya bertahan sampai 46 tahun (BP Migas,
2011).
Pemerintah Indonesia menyubsidi dua
dari empat bahan bakar utama di sektor transportasi Indonesia. Harga bahan
bakar jenis Premium dan Solar dipatok di bawah harga pasar oleh pemerintah dan
hanya berubah sesekali saja tanpa jangka waktu yang teratur. Premium dan Solar
didistribusikan oleh Perusahaan Minyak Nasional (Pertamina), sedangkan bahan
bakar dengan kadar oktan yang lebih tinggi, yakni Pertamax dan Pertamax Plus
(atau produk yang setara), disediakan oleh Pertamina dan beberapa perusahaan
multinasional dengan harga yang disesuaikan secara berkala dengan perkembangan
harga minyak internasional (sebagai contoh, Pertamina biasanya memperbarui harga
Pertamax dua kali dalam tiap bulan). Saat ini, Pemerintah tidak lagi mensubsidi
bahan bakar untuk sektor industri.
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Perubahan (APBN-P) 2012 mengalokasikan sebesar Rp202 Triliun, atau US$22
miliar, untuk subdisi bahan bakar dan listrik. Jumlah ini lebih tinggi daripada
anggaran untuk pertahanan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan sosial secara
keseluruhan. Anggaran yang direncanakan untuk 2013 memperkirakan bahwa anggaran
untuk subsidi energi akan membengkak mencapai Rp275 Triliun (US$20 miliar),
atau 24 persen dari total pengeluaran yang direncanakan oleh pemerintah pusat.
Eksternal
Environment
a. Competition
Harga bahan bakar fosil yang rendah
karena direkayasa membuat sumber energi alternatif sulit untuk bersaing secara
komersial. Sumber alternatif ini memang terlihat memiliki kelebihan dari sudut
pandang ekonomi dan lingkungan, namun terpaksa harus kalah karena subsidi yang
diberikan kepada sumber energi pesaingnya. Oleh karena itu, subsidi dapat
menghambat perkembangan teknologi baru yang lebih menjanjikan daripada
teknologi yang ada saat ini.
Harga bahan bakar di Indonesia
termasuk salah satu yang termurah di dunia. Negara-negara lain dengan harga
yang paling rendah adalah negara-negara pengekspor minyak. Di antara
negara-negara anggota ASEAN, Indonesia adalah negara dengan harga bahan bakar
bersubsidi yang paling murah. Meskipun Premium adalah bahan bakar yang paling
rendah kualitasnya (RON 88), Premium adalah jenis bahan bakar minyak yang
paling banyak dikonsumsi oleh banyak masyarakat di Indonesia.
b. Change (pertambahan
SDM dan Jumlah kendaraan)
Ketergantungan konsumsi energi
nasional yang sangat besar terhadap BBM (sekitar 70 persen) merupakan akar
penyakit subsidi BBM. Dibandingkan minyak bumi, gas bumi dan batubara adalah
sumber daya energi yang banyak terkandung di Tanah Air. Potensi panas bumi
Indonesia terbesar di dunia potensi energi terbarukan pun cukup besar.
Pemanfaatan mereka sangat rendah. Diversifikasi energi secara konsisten mesti
dilakukan untuk menurunkan ketergantungan konsumsi energi nasional terhadap
BBM. Substitusi terhadap BBM perlu diupayakan di berbagai pemakaian, misalnya
pembangkitan listrik. Pangsa penggunaan sumber-sumber energi non-BBM seperti
gas bumi, batubara dan panas bumi (geothermal) mesti diperbesar, untuk
mengurangi konsumsi BBM yang semakin tinggi di Indonesia.
Konsumsi BBM tumbuh pesat di Tanah
Air, mencapai sekitar 60 juta liter setahun. Peningkatan konsumsi BBM tidak
diikuti produksi minyak mentah dalam negeri. Sebagian minyak mentah harus
diimpor. Penambahan kapasitas kilang hampir tidak dilakukan. Sebagai akibatnya
impor BBM meningkat. Peningkatan impor BBM dan minyak mentah melonjakkan biaya
pengadaan dan subsidi BBM.
Permintaan bahan bakar minyak dalam
negeri berbanding terbalik dengan harga BBM dalam negeri. Artinya, penurunan
permintaan BBM dalam negeri tidak terlepas dari kenaikan harga BBM dalam
negeri, dan sebaliknya kenaikan permintaan BBM karena turun atau stabilnya
harga BBM dalam negeri. Akan tetapi selain faktor harga, kenaikan permintaan
BBM juga diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Bertambahnya
penggunaan kendaraan bermotor baik roda 4, bis, truk maupun roda 2 setiap
tahunnya. Sampai dengan saat ini jumlah kendaraan bermotor di seluruh Indonesia
telah mencapai lebih dari 20 juta yang 60% adalah sepeda motor sedangkan
pertumbuhan populasi untuk mobil sekitar 3-4% dan sepeda motor lebih dari 4%
per tahun (data dari Departemen Perhubungan). Menurut data tersebut pertumbuhan
pasar penjualan kendaraan baru untuk roda 4 naik hampir 25 % pada tahun 2003.
Sedangkan pertumbuhan pasar penjualan sepeda motor naik hampir 35 % pada tahun
2003.
2. Pertumbuhan
penduduk Indonesia yang tinggi, sebagai akibat dari penggunaan BBM (seperti
minyak tanah) yang semakin tinggi pula.
3. Penambahan
mesin-mesin industri bagi pihak perusahaan (terutama pihak swasta).
4. Energi
pembangkit listrik yang baru dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).
5. Dan
faktor-faktor lainnya seperti terjadi penyalahgunaan BBM pada sektor industri
dan pertambangan.
c. Presure (Tekanan
kelompok pendukung dan penekan)
Yaitu tekanan ekonomi RAPBN, peningkatan konsumsi karena
subsidi, dan masalah keadilan distribusi. Mereka yang setuju umumnya lebih
m e n g e d e p a n k a n rasionalitas ekonomi pasar bahwa subsidi BBM akan
semakin membebani ekonomi, menimbulkan pemborosan dan inefisiensi dan kontraksi
ekonomi, sehingga peran negara dalam intervensi ekonomi perlu dikurangi untuk
memacu pertumbuhan ekonomi. Sementara, mereka yang tidak setuju lebih
menggunakan pendekatan kesejahteraan, melihat dampak pengurangan subsidi
terhadap merosotnya kesejahteraan rakyat. Pengurangan peran negara dalam
intervensi ekonomi, khususnya pengurangan subsidi terhadap pemenuhan kebutuhan
pokok rakyat, dilihan akan memicu munculnya berbagai masalah sosial, mengingat
peningkatan kesejahteraan rakyat tidak bisa sepenuhnya diserahkan pada
bekerjanya ekonomi pasar tetapi hal itu sangat tergantung dari peran atau
intervensi negara. Mereka yang pertama lebih pro-ekonomi pasar, sedangkan
mereka yang kedua lebih pro-kesejahteraan.
Internal
Environment
a. Employment
Penguasaan tampuk produksi strategis
oleh orang-seorang ini memungkinkan akumulasi kekayaan oleh segelintir orang,
sementara kebanyakan yang lainnya tertinggal dalam kesusahan. Derajat
ketimpangan meningkat, di mana indeks gini tahun 1999 yang sebesar 0,31 menjadi
sebesar 0,37 pada tahun 2009. Pada tahun yang sama BPS merilis bahwa 40%
penduduk dengan pendapatan terendah hanya menikmati 21,22% total pendapatan,
sedangkan 20% penduduk dengan pendapatan tertinggi menikmati 41,24% total
pendapatan
Sudah begitu, taraf kesejahteraan
sebagian warga bangsa masih berada di titik yang sungguh memprihatinkan. BPS
mengungkapkan bahwa penduduk Indonesia dengan tingkat pendapatan di bawah Rp.
7000,- per orang per hari pada tahun 2010 adalah sebanyak 31,02 juta atau
13,33% dari penduduk keseluruhan. Dengan ukuran kemiskinan Bank Dunia maka
nilai tersebut akan menjadi hampir 3 kali lipatnya.
Ketimpangan struktur penguasaan
faktor produksi akan selalu berimplikasi pada ketimpangan akses konsumsi. Akan
selalu terjadi orang kaya yang mendominasi konsumsi terhadap barang-barang dan
jasa publik, baik bandara, jalan tol, kepolisian, perbankan, anggaran negara,
bahkan termasuk keberadaan pemerintahan itu sendiri. Tanpa merunut pada akar
ketimpangan akibat penguasaan tampuk produksi kolektif oleh orang-seorang ini
maka berbagai treatment konsumsi BBM terhadap masyarakat tidak
selalu dapat dibenarkan.
b. Resource
Sesuai dengan Peraturan Presiden RI No.5/2006 tentang
kebijakan energi nasional (KEN) maka pemanfaatan minyak bumi harus ditekan dari
51,6% saat ini menjadi hanya 20% pada tahun 2025. Sementara itu peranan dari
gas bumi, batubara, energi baru dan terbarukan (EBT) harus ditingkatkan.
Selanjutnya diamanatkan pula pada blue printpengelolaan energi
nasional (BP-PEN) bahwa peranan dari EBT, khususnya biomassa, nuklir, tenaga
air, tenaga surya, dan tenaga angin harus menjadi >5% terhadap total
konsumsi energi nasional pada tahun 2025. Ini merupakan peluang sekaligus
tantangan bagi kita untuk memanfaatkan EBT yang sumbernya cukup berlimpah di
tanah air khususnya tenaga surya dan tenaga angin. Radiasi surya (matahari)
hampir merata di seluruh wilayah Indonesia dengan nilai insolasi rata-rata
sekitar 4,5 kWh/m2/hari, sedangkan tenaga angin banyak terdapat di wilayah
Indonesia bagian timur dengan hal ini merupakan sumber energi.
c. Social
Dalam Pasal 33 ayat (2) disebutkan jelas bahwa
“cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara”. Sementara pada ayat (3) disebutkan “bumi
dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Minyak dan gas sebagai
barang publik (common property) maka idealnya berlaku kepemilikan
bersama (common ownership), sehingga setiap orang memiliki aksesi
terhadap sumber daya tersebut (Shadr, 2007 dan Baidhawy, 2007).
d. Politic
Politik demokrasi memberikan jaminan kepastian bekerjanya
hak-hak warga negara dalam pembangunan. Dalam kasus kebijakan subsidi BBM hal
ini penting dijadikan pijakan untuk memberikan jaminan kepastian bekerjanya
sistem ekonomi dan sekaligus pemenuhan hak kesejahteraan penduduk. Demokrasi
tidak menolak liberalisme ekonomi. Kepentingan individual dan hak-hak melekat
padanya, sebagaimana ditekankan dalam ekonomi liberal, diakui dalam demokrasi.
Demokrasi menekankan kebebasan setiap warga negara dalam berusaha untuk
mengejar kepentingan ekonomi dan sekaligus mengakui hak-hak penduduk dalam
kehidupan politik dan sosial-ekonomi. Penggunaan kebebasan dan hak-hak dasar
ini diakui dan dijamin dalam demokrasi, sebagai fondasi penting bagi bekerjanya
sistem politik demokrasi.
e. Law
Kebijakan Pemerintah tentu dasar hukumnya, apabila dilanggar
oleh Pemerintah akan ada konsekuensinya. Begitu juga harga BBM
“bersubsidi” yang diatur dalam UU No, 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012.
Pasal yang terpenting yang berkaitan dengan BBM bersubsidi adalah Pasal 7
ayat 6 yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 7
|
|
(1) Subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis tertentu
dan bahan bakar gas cair (liquefied petroleum gas (LPG)
tabung 3 (tiga) kilogram Tahun Anggaran 2012 direncanakan sebesar
Rp123.599.674.000.000,00 (seratus dua puluh tiga triliun lima ratus sembilan
puluh sembilan miliar enam ratus tujuh puluh empat juta rupiah), dengan
volume BBM jenis tertentu sebanyak 40.000.000 KL (empat puluh juta
kiloliter).
|
|
(2) Dari volume BBM jenis tertentu sebanyak
40.000.000 KL (empat puluh juta kiloliter) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), sebanyak 2.500.000 KL (dua juta lima ratus ribu kiloliter) BBM jenis
premium tidak dicairkan anggarannya dan akan dievaluasi realisasinya dalam
APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012.
|
|
(3) Dalam hal hasil evaluasi volume BBM jenis
premium sebanyak 2.500.000 KL (dua juta lima ratus ribu kiloliter)
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dihemat dalam APBN Perubahan Tahun
Anggaran 2012, anggaran dari penghematan volume BBM jenis premium tersebut
akan dialihkan untuk belanja infrastruktur, pendidikan, dan cadangan risiko
fiskal dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012.
|
|
(4) Pengendalian anggaran subsidi BBM jenis tertentu
dan bahan bakar gas cair (liquefied petroleum gas(LPG)) tabung 3
(tiga) kilogram dalam Tahun Anggaran 2012 dilakukan melalui pengalokasian BBM
bersubsidi secara lebih tepat sasaran dan kebijakan pengendalian konsumsi BBM
bersubsidi.
|
|
(5) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)
untuk perhitungan subsidi BBM jenis tertentu sebesar 5% (lima persen).
|
|
(6) Harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami
kenaikan.
|
|
Dengan demikian Pasal 7 ayat 6 jelas UU No. 22 Tahun 2011
menyatakan bahwa “Harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami
kenaikan”. Apabila Pasal 7 ayat 6 ini tidak dicabut, maka Pemerintah tidak
mempunyai dasar hukum untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dari Rp 4,500
menjadi Rp 6,000 pada 1 April 2012 ini. Karena UU dibuat oleh Pemerintah
dan DPR maka perubahan UU pun atau revisi UU harus melalui pengesahan antara
DPR dan Pemerintah.
Cost and
Benefit (Analisis Ekonomi)
Apakah subsidi menguntungkan rakyat
miskin?
Data dari sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar manfaat subsidi justru dinikmati oleh golongan
berpendapatan tinggi (golongan atas atau mampu). Karena subsidi bahan bakar
dijalankan berdasarkan hitungan liter, dan tidak didasarkan pada perbedaan
penghasilan, maka kalangan yang paling banyak menggunakan bahan bakarlah yang
paling mendapatkan manfaat paling banyak dari subsidi. Konsumen energi terbesar
adalah masyarakat golongan atas dan masyarakat di daerah perkotaan.
Dengan menggunakan data dari Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2009, World Bank (2011) menunjukkan bahwa
keperluan rumah tangga dan pribadi mengkonsumi sepertiga dari total subsidi
BBM. Dua pertiga sisanya tersalur ke penggunaan transportasi komersial dan
kegiatan usaha tersebut juga menemukan bahwa kalangan masyarakat atas yang
berpenghasilan tinggi mengkonsumsi 84 persen bensin bersubsidi, dengan
sepersepuluh kalangan terkaya mengkonsumsi hampir 40 persen dari total BBM
bersubsidi. Sebaliknya, sepersepuluh kalangan termiskin tercatat hanya
mengkonsumsi kurang dari 1 persen total BBM bersubsidi. Analisis lebih mendalam
atas data survei sektor rumah-tangga juga menunjukkan bahwa sekitar dua pertiga
kalangan miskin dan hampir miskin (didefiniskan sebagai sepersepuluh dari lima
terbawah) tidak mengkonsumsi bensin sama sekali.
a. Efektivitas
Pemerintah Indonesia menyubsidi BBM dan listrik agar harga
energi dapat dijangkau, khususnya oleh kalangan berpendapatan rendah
(Kementerian Keuangan, 2010b). Subsidi energi ditujukan untuk meningkatkan
pendapatan rumah tangga masyarakat melalui dua cara. Dampak langsungnya adalah,
dengan mengeluarkan biaya lebih sedikit untuk BBM, masyarakat akan memiliki
sisa pendapatan yang lebih besar untuk keperluan lain. Sementara itu, dampak
tidak langsung penerapan subsidi energi adalah lebih murahnya biaya barang dan
jasa yang dapat dibeli oleh masyarakat karena subsidi menekan biaya-biaya
energi yang harus dikeluarkan produsen, distributor, dan penyedia layanan.
b. Negatif
Impact
Subsidi BBM dapat mempengaruhi ekonomi melalui beberapa
cara. Dampak yang sudah terlihat adalah beban pada anggaran negara. Selain itu,
masih ada pula dampak-dampak penting lain yang sifatnya lebih sulit untuk
diketahui. Dengan merakayasa harga energi supaya lebih murah, subsidi mendorong
terjadinya konsumsi berlebihan dan penggunaan yang tidak efisien. Harga yang
lebih rendah juga mempengaruhi keputusan penanaman modal, karena hal tersebut
menghambat diversifikasi energi dan mengurangi insentif bagi para pemasok
energi untuk membangun infrastruktur baru. Dampak penting ekonomi dari
pengadaan subsidi bahan bakar dibahas lebih lanjut pada bagian berikut.
· Peningkatan
impor energi
Konsumsi energi bersubsidi secara berlebihan mengakibatkan
peningkatan permintaan BBM impor dan pengurangan jumlah energi yang diproduksi
secara domestik yang ditujukan untuk ekspor. Oleh karena itu, subsidi dapat
merusak keseimbangan neraca pembayaran dan meningkatkan ketergantungan suatu
negara terhadap impor energi (Mourougane, 2010).
Jurang lebar antara harga BBM bersubsidi dan non-subsidi
mendorong konsumen untuk beralih dari BBM non-subsidi Pertamina, atau
“Pertamax” (kadar oktan 92), ke “Premium” (kadar oktan 88). Pada kuartal
pertama 2011, pemerintah melaporkan bahwa penjualan bahan bakar bersubsidi
telah melampaui kuota rata-rata 7 persen, sementara penjualan Pertamax merosot
hingga kurang-lebih 11 persen (The Jakarta Post, 2011a; 2011b; Kontan, 2011).
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memperkirakan bahwa kuota
38,5 juta kiloliter Premium pada 2011 akan melebihi hingga 3,5 juta kiloliter
(Jakarta Post, 2011c). Kilang minyak Pertamina hanya mampu menghasilkan 10,58
juta kiloliter Premium per tahun, dan, oleh sebab itu, kebutuhan sisanya harus
diimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Detik Finance, 2011).
· Ketidakstabilan
harga minyak dan pembiayaan negara
Subsidi yang besar untuk minyak
impor membuat posisi fiskal Indonesia amat rapuh terhadap perubahan harga
energi dunia. Ketika harga minyak internasional naik secara drastis,
sebagaimana terjadi pada 2008, pemerintah terpaksa menaikkan harga BBM – yang dapat
mempersulit keadaan politik dalam negeri dan mengakibatkan inflasi mendadak –
atau menaikkan anggaran subsidi, yang dapat mengakibatkan lumpuhnya
perekonomian. Jika pemerintah memilih untuk mempertahankan subsidi pada saat
harga minyak sedang tinggi, pemerintah harus mencari tambahan hutang, atau
memoton pengeluaran untuk program lain.
Pasar minyak internasional yang
tidak stabil dan ketidakpastian akan kebutuhan pembiayaan pemerintah dapat
menaikkan biaya pinjaman pemerintah, yang akhirnya akan menambah jumlah hutang
yang harus dibayar di masa mendatang (World Bank, 2011). Memangkas pengeluaran
di bidang infrastruktur, kesehatan, atau pendidikan juga akan mengakibatkan
dampak negatif jangka panjang terhadap pembangunan dan daya saing ekonomi
secara keseluruhan.
Mengelola dampak fiskal dari fluktuasi harga minyak dunia
adalah tantangan yang dihadapi pemerintah saat ini.
Pada awal 2012, harga minyak
mencapai lebih dari US$100 per barel, padahal anggaran negara pada tahun yang
sama menetapkan asumsi harga minyak mentah sebesar US$90 per barel. Saat ini
pemerintah menanggung subsidi yang lebih besar dibandingkan apa yang semula
dianggarkan untuk tahun anggaran 2012.
· Penanaman
modal
Bagi para pemasok energi, seperti
fasilitas pengilangan minyak atau pembangkit listrik, harga rendah yang
ditentukan oleh pemerintah sama artinya dengan pengurangan insentif untuk
melakukan penanaman modal baru. Hal ini tidak lain dikarenakan oleh harga jual
energi yang rendah mengurangi keuntungan para pemasok energi tersebut. Kejadian
seperti ini seringkali terjadi di Indonesia ketika subsidi justru membawa
akibat buruk terhadap kondisi keuangan perusahaan energi milik negara dan
kemampuan mereka guna menanamkan modal di bidang infrastruktur (Mourougane,
2010).
· Korupsi
dan penyelundupan
Perbedaan harga antara produk
bersubsidi dan non-subsidi dapat menciptakan insentif yang kuat terhadap
praktik tidak resmi seperti penyelundupan atau pengalihan bahan bakar kepada
pihak yang seharusnya tidak menerima. Produksi bahan bakar fosil adalah bisnis
yang sangat menguntungkan yang berada di bawah pengawasan pemerintah dan sangat
rentan terhadap penyuapan. Terdapat enam wilayah yang sangat rentan terhadap
penyimpangan: rendahnya pembayaran royalti, pemberian lisensi untuk ekstraksi
minyak dan gas, penyimpangan dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN), distribusi
keuntungan dalam kontrak bagi hasil, dan eksploitasi kelemahan peraturan dalam
skema subsidi baru (GSI, 2010).
Dalam kasus elpiji di Indonesia,
perbedaan harga antara elpiji 3 kg bersubsidi dengan elpiji 12 kg nonsubsidi
mendorong terjadinya pengoplosan isi tangki 3 kg ke dalam tangki 12 kg. Tanpa
proses pengisian yang benar, tindakan ini amat beresiko dan telah menyebabkan
sejumlah ledakan yang
melukai dan membunuh ratusan orang (Kompas, 2010; Kompas,
2011).
Meningkatnya perbedaan harga eceran
menyebabkan peningkatan penyelundupan bahan bakar minyak dan penjualan bahan
bakar minyak bersubsidi secara tidak resmi. BPH Migas melaporkan bahwa antara
10 hingga 15 persen bahan bakar minyak bersubsidi yang didistribusikan oleh
pemerintah telah dijual secara tidak resmi ke sektor industri, khususnya di
berbagai Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang dekat dengan wilayah
industri dan pertambangan (Fadillah & Samboh, 2011).
Peningkatan penjualan tidak resmi
dan penyelundupan bahan bakar ini menyebabkan peningkatan permintaan bahan
bakar bersubsidi. Pengendalian kegiatan ilegal yang terjadi melibatkan biaya
administratif untuk mencegah, memantau, dan menindak pelanggaran itu. Dan perlu
disadari bahwa beban ongkos tambahan atas hal tersebut ditanggung oleh semua
pembayar pajak.
Cost and
Benefit (Analisis Non Ekonomi)
a. Employment
Sebagian
besar kontrol migas Indonesia berada di tangan segelintir korporasi asing, yang
menguasai 85,4% dari 137 konsesi pengelolaan lapangan migas di Indonesia,
sekaligus menduduki 10 besar produsen minyak di Indonesia. Chevron Pacific (AS)
berada di urutan pertama diikuti Conoco Phillips (AS), Total Indonesie
(Prancis), China National Offshore Oil Corporation (Tiongkok), Petrochina
(Tiongkok), Korea Development Company (Korea Selatan), dan Chevron Company
(Petro Energy, 2007).
Penguasaan
tampuk produksi strategis oleh orang-seorang ini memungkinkan akumulasi
kekayaan oleh segelintir orang, sementara kebanyakan yang lainnya tertinggal
dalam kesusahan. Derajat ketimpangan meningkat, di mana indeks gini tahun 1999
yang sebesar 0,31 menjadi sebesar 0,37 pada tahun 2009. Pada tahun yang sama
BPS merilis bahwa 40% penduduk dengan pendapatan terendah hanya menikmati
21,22% total pendapatan, sedangkan 20% penduduk dengan pendapatan tertinggi
menikmati 41,24% total pendapatan.
b. Polution
Apa dampak subsidi energi terhadap
lingkungan?
Seiring pesatnya pertumbuhan jumlah
penduduk yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, menyebabkan eksploitasi sumber
energi fosil yang dilakukan selama ratusan tahun ini telah memberikan lampu
kuning. Indonesia yang semula merupakan anggota negara pengekspor minyak bumi,
diprediksi akan menjadi negara pengimpor energi pada tahun 2030. Pada saat itu,
negeri ini akan mengalami defisit hingga 650 juta barel setara dengan minyak
yang harus ditutupi dengan impor.
Jika asumsi selama ini laju pertumbuhan ekonomi Indonesia
ditopang dari ketersediaan energi, maka kemungkinan mimpi buruk terpuruknya
perekonomian negeri kita akan menjadi kenyataan bila kita tidak melakukan
langkah dramatis dalam penyediaan sumber energi alternatif.
Subsidi energi mendorong terjadinya
konsumsi berlebihan dan mengurangi insentif untuk efisiensi energi. Kebiasaan
mengkonsumsi bahan bakar fosil secara berlebihan tentunya akan menghasilkan
emisi gas rumah kaca yang lebih besar, polusi udara, dan menipisnya sumber daya
alam kita. Berdasarkan data dari Badan Energi Internasional (IEA – International
Energy Agency), pemangkasan subsidi konsumsi untuk bahan bakar fosil antara
2011 dan 2020 akan mengurangi emisi CO2 global sebanyak 5,8 persen,
dibandingkan jika konsumsinya dilanjutkan seperti biasa (IEA, 2010).
Sementara itu, Organisasi Kerjasama
dan Pembangunan Ekonomi (OECD – Organization for Economic Cooperation
and Development) memperkirakan bahwa pengurangan emisi dapat mencapai 10
persen pada 2050 jika subsidi yang sama untuk konsumsi bahan bakar fosil dapat
dihentikan pada 2020 (IEA et al., 2010). Pencabutan subsidi bahan bakar fosil
membuka jalan bagi negara seperti Indonesia untuk berkontribusi lebih besar
terhadap pengurangan gas rumah kaca tanpa harus menerapkan pajak karbon atau
sistem perdagangan emisi. Yusuf, Komarulzaman, Hermawan, Hartono dan Sjahrir
(2010), misalnya, menemukan bahwa penghentian subsidi BBM dan listrik akan
mengurangi tingkat pengeluaran emisi CO2 nasional sebanyak 6,71 persen pada
2020 (6,66 persen dari pencabutan subsidi BBM dan 0,92 persen dari pencabutan subsidi
listrik).
Penerapan subsidi juga
mengurangi insentif untuk melakukan penanaman modal pada sumber energi dan
teknologi yang lebih bersih dengan cara merekayasa harga konsumen produk bahan
bakar fosil sehingga lebih murah. Melalui cara yang sama, subsidi bahan bakar
minyak menghambat penemuan baru dalam produksi dan penyediaan energi lain yang
lebih bersih, seperti elpiji dan energi terbarukan lainnya, walaupun sebenarnya
Indonesia memiliki sumber energi seperti ini dalam jumlah besar.
c. Moral
(Ketimpangan sosial dan sikap boros)
Ketimpangan struktur penguasaan
faktor produksi akan selalu berimplikasi pada ketimpangan akses konsumsi yang
berimplikasi pada ketimpangan sosial. Subsidi menciptakan alokasi
sumber daya yang tidak efisien. Karena konsumen membayar barang dan jasa pada
harga yang lebih rendah daripada harga pasar maka ada kecenderungan konsumen
tidak hemat dalam mengkonsumsi barang yang disubsidi.
Kesimpulan
Pengadaan subsidi bahan bakar di
Indonesia awalnya dilakukan guna membuat energi lebih terjangkau bagi
masyarakat, khususnya kalangan miskin. Namun demikian, banyak bukti menunjukkan
bahwa sebagian besar subsidi tersebut – yang diperkirakan bernilai lebih dari
Rp137 triliun (US$15 miliar) untuk BBM dan Rp65 triliun (US$7 miliar) pada 2012
– justru dinikmati oleh kalangan masyarakat mampu.
Selain itu, penerapan subsidi
seperti ini juga dapat mempengaruhi pasokan energi dan pembangunan ekonomi
secara keseluruhan. Pembiayaan subidi energi tidak saja cenderung mengurangi
pembiayaan pemerintah untuk penanaman modal di bidang infrastruktur energi
(baik terhadap teknologi yang ada saat ini, maupun teknologi yang tengah
dikembangkan), tetapi juga membebani sumber daya pemerintah, dan menurunkan
daya saing internasional Indonesia secara keseluruhan .
Pemerintah Indonesia menyadari
masalah ini dengan baik, dan telah beberapa kali melakukan sejumlah upaya untuk
mencabut subsidi. Pemerintah juga memahami adanya berbagai kebijakan yang dapat
digunakan untuk membantu masyarakat melewati masa peralihan, dan telah
menerapkan sebagian kebijakan tersebut. Jadi, apa yang salah dan apakah masih
ada harapan untuk menjalankan reformasi ini ke depan?
Pemerintah telah meraih sejumlah keberhasilan dalam
meningkatkan harga energi melalui penggunaan kebijakan peralihan seperti BLT,
pengeluaran untuk sektor sosial, penyebaran informasi, dan peningkatan
transparansi. Namun demikian, pengurangan subsidi kemudian terganggu oleh
peningkatan harga minyak internasional.
Strategi reformasi yang lebih
menyeluruh akan menghasilkan tingkat keberhasilan yang lebih besar. Hal ini biasanya
mencakup, antara lain: penelitian untuk mengidentifikasi pihak yang diuntungkan
dan dirugikan dari inisiatif reformasi tersebut, kampanye untuk membangun
dukungan publik, kebijakan paket bantuan yang dirancang dan ditargetkan secara
cermat, pencabutan subsidi secara bertahap dalam suatu jangka waktu yang
ditentukan, dan struktur tata kelola yang baik untuk mengawasi pasar energi
yang semakin terbuka.
Bahkan setelah reformasi berjalan
sukses sekalipun, subsidi akan terus menjadi kebijakan politik yang populer
pada masa tingginya harga minyak, dan, tentunya, kebijakan yang bisa
mendapatkan suara rakyat dalam skala besar akan amat menggoda bagi para
politisi. Pemerintah Indonesia harus menciptakan suatu rencana guna menolong
masyarakat yang rentan tanpa harus menerapkan subsidi.
Rakyat Indonesia akan memerlukan
waktu untuk beradaptasi dengan pasar energi yang lebih terbuka, namun patut
disadari bahwa masyarakat juga akan mendapat manfaat dari proses ini melalui
penguatan sistem perekonomian, serta lebih banyaknya bantuan yang dapat
diberikan kepada rakyat miskin, yang pada akhirnya, akan menghasilkan standar
hidup yang lebih tinggi bagi semua pihak.
Daftar Pustaka
Bank Ferdinand.
2000. Energy Economics, a modern introduction. Netherland: Kluwer Academic
Publishers. Barnes, Philiph. 1995. Indonesia: the political economy of energy.
Oxford: Oxford Institute for Energy Studies
Collins, Tom.
2003. National oil companies: restructuring, commercialization and
privatization. Private Consultant.
Gie, Kwik Kian.
2004. Apakah subsidi BBM sama dengan uang keluar? Bisnis Indonesia, 22 November
2004.
Komite Pengawas
Persaingan Usaha. 2003. Kajian industri minyak dan gas bumi. Jakarta: KPPU.
Masseron, Jean. 1990. L’economie des hydrocarbures. Paris: Institut Francais du
Petrole. Nugroho, Hanan. 2004. Increasing the share of natural gas in national
industry and energy consumption: infrastructure development plan? Jakarta:
Perencanaan Pembangunan IX/3/2004, h. 20-33.
Nugroho, Hanan.
2004. Pengembangan industri hilir gas bumi Indonesia: tantangan dan gagasan.
Jakarta: Perencanaan Pembangunan IX/4/2004, h. 32-52.
Nugroho, Hanan.
2004. Penyediaan BBM Nasional, Masalah Besar Menghadang. Jakarta: Kompas, 6
Juli 2004.
Nugroho, Hanan. Financing Indonesia’s natural
gas infrastructure.. INDOGAS 2005: the 2nd international conference, Jakarta,
17-20 Januari 2005
Nugroho, Hanan,
et all. 2004. Gas energy pricing in Indonesia for promoting the sustainable
economic growth. Proceeding: The 19th World Energy Congress & Exhibition,
Sydney, 5-9 September 2004.
Nugroho, Hanan,
et all. Forthcoming. Indonesia: deregulation of power industry after the
implementation of new electricity law.
Nugroho, Hanan.
2004. Percepat infrastruktur untuk mendongkrak pemakaian gas bumi. Koran Tempo,
30 November 2004.
Nugroho, Hanan.
2004. Subsidi BBM bukan uang keluar, tapi mesti ditekan. Bisnis Indonesia, 2
Desember 2004.
Peirce, William.
1996. Economics of the energy industries. Connecticut: Praeger Publishers.
Widodo, Hanan
Nugroho et. all. 2004. Modelling Indonesia’s energy and infrastructure by
INOSYD. Prosiding: Kongres World Energy Council, Komite Nasional Indonesia,
Jakarta: November 2004.
Suseno, Franz.
2005. Jangan tunda pencabutan subsidi BBM. Kompas, 14 Januari 2005.
World Bank.
2000. Indonesia oil and gas sector study. Washington: The World Bank.
0 comments:
Post a Comment