ABSTRAK
Pemerintah Daerah Kota Surakarta
sebagai instansi pemerintah yang bertugas menjalankan pemerintahan daerah kota
Surakarta, dalam pelaksanaan pemerintahannya pemerintah perlu melakukan
pengukuran kinerja agar diketahui bagaimana kinerja pemerintah daerah kota
Surakarta saat ini, karena selama ini pemerintah dianggap sebagai sarang
inefisiensi dan pemborosan. Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk
mengetahui bagaimana kualitas pelayanan umum Pemerintah Kota Surakarta; Untuk
mengetahui bagaimana kinerja Pemerintah Daerah Kota Surakarta; dan bagaimana
pengaruh good governance terhadap kinerja pemerintah daerah kota Surakarta.
Kepala pemerintah kota
Surakarta telah melaksanakan kinerja secara maksimal. Tedapat hasil dan bukti
yang nyata pula tentang kinerja pemerintah dalam berbagai bidang. Kesehatan,
pendidikan , fasilitas umum dan yang lainnya. Pemeringkatan kinerja
penyelenggaraan pemerintahan kota itu didasarkan hasil Evaluasi Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EKPPD), terhadap Laporan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah (LPPD). Dari hasil pembahasan
menyatakan bahwa Pemerintah Daerah kota Surakarta telah menerapkan prinsip good governance. Kinerja
pemerintah daerah kota Surakarta sudah
baik, karena telah dapat menekan biaya yang harus dikeluarkan, dan telah
menerapkan value for money dengan baik. Namun disamping itu masih terdapat
penelitian mengenai kualitas pelayanan
umum oleh kemendagri yang mempengaruhi hasil kinerja dari pemerintah kota
Surakarta. Hasil pembahsasan tersebut masih terdapat baik dan buruk pada
pelaksanaan kinerja oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta. Artinya, terdapat
pengaruh yang signifikan antara good governance dengan kinerja pemerintah
daerah kota Surakarta. Sebagai masukan bagi pihak Pemerintah Daerah Kota
Surakarta, bahwa untuk mendapatkan kinerja yang lebih baik bisa dilakukan
dengan cara menerapkan prinsip good governance dan juga melaksanan serta
menerapkan berbagai aspek yang terdapat dalam good governance tersebut ke dalam
seluruh aspek yang dibutuhkan di dalam kinerja Pemerintahan Kota Surakarta.
Latar Belakang Masalah
Pada
waktu-waktu terakhir ini
makin dirasakan betapa
dibutuhkannya pelayanan publik
yang baik. Kenyatan yang
dihadapi dewasa ini
pelayanan yang diterima
oleh masyarakat dari organisasi publik sangat buruk, dimulai
dari pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah kota Surakarta yang diterima oleh masyarakat kota Surakarta.
Organisasi privat dan
publik sekarang mendapatkan
tekanan untuk membangun
keunggulan bersaing.
Ketidakpastian lingkungan eksternal
yang ditandai dengan
perubahan yang cepat
di bidang teknologi, kelangkaan
resources, dan ekspektasi
masyarakat yang semakin
meningkat telah memaksa organisasi
melakukan pengorganisasian pengetahuan
agar terus menerus dapat
melakukan inovasi yang
berkesinambungan sehingga selalu
beberapa langkah di
depan. Dalam hal lain yaitu masih perlunya pemerintah untuk meningkatkan
kinerja pada pemerintahan yang mereka kelola. Kementrian Dalam Negeri
(Kemendagri) memiliki penilaian bahwa pemerintahan Pemerintah Kota Surakarta
selama tahun 2012 menurun dibanding dengan tahun 2011. Pada awal mulanya
dianggap sebagai yang terbaik di Indonesia namun kini penyelenggaraan pelayanan
publik di Kota Surakarta menduduki peringkat tujuh dari 90 kota di Indonesia. Sehingga
terdapat tiga poin masalah yang dapat ditentukan berdasarkan latar belakang di
atas, yaitu pengertian kinerja dan pengukuran kinerja, lalu mengenai kinerja
pemerintah danyang terakhir yaitu adalah manfaat pengukuran kinerja pemerintah.
Ketiga poin di atas juga memiliki tujuan yang berbeda-beda. Dimana memilki
fungsi dan kepentingan yang berbeda pula. Ketiga tujuan tersebut adalah untuk
mengetahui pengertian tentan kinerja dan pengukurn kinerja, lalu untuk
mengatahui penilaian kinerja pemerintah dan yang terakhir yaitu untuk
mengetahui manfaat dari pengukuran kinerja pemerintah.
PEMBAHASAN
Pengertian Kinerja dan Pengukuran Kinerja
Gambaran
mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi,
dan visi organisasi
(LAN, 1999:3)
Outcome hasil kerja keras
organisasi dalam mewujudkan tujuan stratejik yang ditetapkan organisasi,
kepuasan pelanggan serta kontribusinya terhadap perkembangan ekonomi masyarakat
(Kane dan Johnson,1995)
Perilaku berkarya, penampilan atau hasil karya. Oleh karena itu kinerja
merupakan bentuk bangunan yang multi dimensional, sehingga cara mengukurnya
sangat bervariasi tergantung pada banyak faktor (Bates dan Holton 1995).
Menurut PP 58/2005, Ps
1(35) kinerja adalah keluaran
atau hasil dari kegiatan program yang akan atau telah di capai sehubungan
dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.
Government Accounting
Standard Board (GASB),
dalam Concept Statements
No. 2, mengungkapkan bahwa
terdapat tiga kategori
indikator dalam mengukur
kinerja,yaitu:
(1)
service efforts
(2)
service accomplishment
(3)
hubungan
efforts dengan accomplishment.
Penelitian Perwitasari
(2010) menjelaskan bahwa Service efforts adalah bagaimana sumber
daya digunakan untuk melaksanakan
berbagai program atau pelayanan
jasa yang beragam. Lebih lanjut, service
accomplishment diartikan sebagai
prestasi dari program
tertentu (Perwitasari,2010).
Berdasarkan GASB (1994) bahwa penilaian efisiensi pemerintah daerah dapat
dilakukan dengan cara
membandingkan antara service efforts dengan service accomplishment.
Penelitian yang dilakukan Sardjiarto (2000) mendefinisikan Efforts
atau usaha sebagai jumlah sumber daya
keuangan dan non-keuangan,
dinyatakan dalam uang
atau satuan lainnya, yang dipakai dalam
pelaksanaan suatu program
atau jasa pelayanan.
Pengukuran service efforts meliputi pemakaian
rasio yang membandingkan
sumber daya keuangan
dan non-keuangan dengan ukuran
lain yang menunjukkan
permintaan potensial atas
jasa yang diberikan (Perwitasari, 2010).
Penelitian yang dilakukan
Sardjianto (2000) mengungkapkan
bahwa ukuran accomplishment atau prestasi yaitu outputs
dan outcomes. Outputs mengukur hanya sebatas kuantitas jasa yang disediakan,
atau lebih dari itu, mengukur kuantitas jasa yang disediakan yang memenuhi
standar kualitas tertentu. Sedangkan,
Outcomes mengukur hasil
yang muncul dari
penyediaan output tersebut. Pengukuran
Outcomes menjadi bermakna
jika dalam penggunaannya
dibandingkan dengan outcomes tahun-tahun
sebelumnya atau dibandingkan
dengan target yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Pengukuran efisiensi dengan
cara membandingkan antara
efforts dengan outputs
dapat memberikan informasi berupa
sejauh mana hasil yang
didapatkan sehubungan dengan penggunaan sejumlah
sumber daya yang
dipakai (Sardjiarto, 2000).
Disamping itu, para pengguna
laporan keuangan diberikan
pula explanatory information
atau berbagai macam informasi yang
relevan dan berkaitan
dengan layanan yang
diberikan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
organisasi pemerintah, yang
dikelompokkan dalam dua
elemen yaitu: elemen di luar
kontrol pemerintah seperti kondisi demografi dan lingkungan dan elemen yang
dapat dikontrol oleh pemerintah secara signifikan seperti pola dan komposisi
personalia. Kedua elemen tersebut dapat dianalogikan sebagai elemen-elemen yang
terangkum dalam karakteristik pemerintah
daerah. Berdasarkan hal
tersebut, dalam melakukan
pengukuran kinerja perlu
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pemerintah daerah, salah
satu faktor tersebut adalah karakteristik pemerintah daerah.
Akuntabilitas dapat terwujud
salah satunya dengan
cara melakukan pelaporan kinerja
melalui laporan keuangan (Mahmudi,
2007). Entitas yang
mempunyai kewajiban membuat
Pelaporan Kinerja Organisasi Sektor
publik dapat diidentifikasi sebagai
berikut: pemerintah pusat, pemerintah daerah,
unit kerja pemerintahan,
dan unit pelaksana
teknis. Pelaporan tersebut diserahkan ke
masyarakat secara umum
dan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), sehingga masyarakat dan anggota DPR (users)
bisa menerima informasi yang lengkap dan tajam tentang kinerja program
pemerintah serta unitnya (PP RI No. 24 tahun 2005). Pelaporan kinerja yang diterbitkan secara terus-menerus akan
menjadi langkah maju dalam mendemonstrasikan proses akuntabilitas. Perbandingan
pengukuran kinerja dapat
dibangun atas pengukuran
kinerja dan menambah dimensi
lainnya untuk akuntabilitas perbandingan dengan unit kerja organisasi lain.
Dengan berfokus pada
hasil pengukuran dan
pelaporan kinerja dapat
membantu mengomunikasikan kepada publik tentang tingkat penyelesaian
unit kerja organisasi yang serupa lainnya.
Lebih jauh lagi,
melalui pengembangan pertanyaan
umum kepada pengguna
layanan dan kelengkapanya, perbandingan pengukuran kinerja dapat
digunakan untuk membandingkan tingkat kepuasan warga atau pengguna layanan atas
pelayanan yang diberikan oleh beberapa unit kerja organisasi.
Pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu manajer publik
dalam menilai pencapaian
suatu strategi melalui
alat ukur finansial
dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat
dijadiakan sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat
dengan menetapkan reward and punishment system. Schiff dan Lewin (1970),
mengemukakan bahwa anggaran yang telah disusun memiliki peranan sebagai perencanaan
dan sebagai kriteria kinerja, yaitu anggaran digunakan sebagai sistem
pengendalian untuk mengukur kinerja
manajerial. Seiring dengan
peranan anggaran tersebut,
Argyris (1952) dalam Titisari (2004) juga
menyatakan bahwa kunci
dari kinerja yang
efektif adalah apabila
tujuan dari anggaran tercapai
dan partisipasi dari
bawahan memegang peranan
penting dalam mencapai tujuan tersebut.
Menurut Lukka (1988)
dan Brownell (1982),
pengaruh anggaran partisipatif
pada kinerja manajerial merupakan
tema pokok yang menarik dalam penelitian akuntansi manajemen, hal ini
disebabkan karena partisipasi umumnya dinilai sebagai suatu pendekatan
manajerial yang dapat meningkatkan
kinerja anggota organisasi
dan selain itu
berbagai penelitian yang
menguji hubungan antara partisipasi
anggaran dengan kinerja
manajerial hasilnya sering bertentangan.pengukuran kinerja
merupakan suatu hal yang penting,karena:
o
semakin
besarnya peran sektor
publik dalam melayani
berbagai aktivitas diikuti oleh semakin kompleksnya tuntutan masyarakat
akan pelayanan publik yang prima.
o
adanya
keharusan
mempertanggung-jawaban
tindakan bagi para
pejabat publik karena mendapat
mandat dari publik (alasan legal)
o
agar tindakan pejabat publik dapat diterima oleh
komunitasnya dan menghindarkan berbagai penyimpangan
o
agar tindakan pejabat publik lebih efisien dan
efektif dalam menggunakan sumberdaya yang ada
o
pengalaman
menunjukan pemerintah gagal
melaksanakan prinsip-prinsip yang telah diletakan dalam konstitusi
o
adanya tuntutan akuntabilitas publik bahwa
setiap pejabat harus mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya dalam
rangka pemberian barang dan jasa publik.
Penilaian
Kinerja Pemerintah
Berdasarkan evaluasi yang didapat dari Kemendagri, aspek-aspek
pelayanan publik seperti pelayanan KTP, KK, dan perizinan mengalami
kemerosotan. Pemeringkatan kinerja penyelenggaraan pemerintah kota itu
didasarkan hasil Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EKPPD) ,
terhadap Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD). Hasil penilaian
dikukuhkan melalui Keputusan Mendagri Nomor 120 – 2818 Tahun 2013 Tentang
Penetapan Peringkat dan Status Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Secara
Nasional Tahun 2012. Pada tahun 2012 Kota Tangerang menduduki posisi pertama
dengan poin 3.220, sedangkan Kota Surakarta berada di posisi ke tujuh dengan
poin 3.0823 dalam bidang penyelenggaraan otonomi daerah dari Kementrian Dalam
Negeri. Berdasarkan penilaian di atas
muncul berbagai faktor kemerosotan pada kinerja pemerintah.
Faktor-faktor kemerosotan kinerja pemerintah
yaitu :
a)
Rencana Kinerja yang tidak sesuai
b)
Rencana Kinerja yang tidak jelas
c)
Kurangnya pengetahuan atau kemampuan
d) Fasilitas umum yang
kurang memadai
e)
Tugas atau tindakan tidak dapat diterima
masyarakat
f)
Adanya penyelewengan dana
g)
Menurunnya kinerja karyawan pemerintah
h)
Kurangnya komunikasi antar bidang
i)
Adanya pergantian pegawai
j)
Adanya kesalah pahaman pada atasan dan bawahan
Manfaat Pengukuran
Kinerja
Wayne C. Parker (1996:3) menyebutkan lima
manfaat adanya pengukuran kinerja suatu entitas pemerintahan, yaitu:
a)
Pengukuran kinerja meningkatkan mutu pengambilan
keputusan. Seringkali keputusan yang
diambil pemerintah dilakukan
dalam keterbatasan data
dan berbagai pertimbangan
politik serta tekanan dari
pihak-pihak yang berkepentingan. Proses
pengembangan pengukuran kinerja
ini akan memungkinkan pemerintah untuk
menentukan misi dan menetapkan tujuan pencapaian hasil tertentu. Di samping itu
dapat juga dipilih metode pengukuran kinerja untuk melihat kesuksesan program
yang ada. Di sisi lain, adanya pengukuran kinerja membuat pihak legislatif
dapat memfokuskan perhatian pada hasil yang didapat, memberikan evaluasi yang
benar terhadap pelaksanaan anggaran
serta melakukan diskusi
mengenai usulan-usulan program
baru.
b)
Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas
internal. Dengan adanya pengukuran kinerja ini, secara otomatis akan tercipta
akuntabilitas di seluruh lini pemerintahan, dari lini terbawah sampai teratas.
Lini teratas pun
kemudian akan bertanggungjawab kepada
pihak legislatif. Dalam hal ini
disarankan pemakaian system pengukuran standar seperti halnya management by
objectives untuk mengukur outputs dan outcomes.
c)
Pengukuran
kinerja meningkatkan akuntabilitas
publik. Meskipun bagi
sebagian pihak, pelaporan evaluasi
kinerja pemerintah kepada
masyarakat dirasakan cukup
menakutkan, namun publikasi laporan
ini sangat penting
dalam keberhasilan sistem
pengukuran kinerja yang baik.
Keterlibatan masyarakat terhadap
pengambilan kebijakan
pemerintah menjadi semakin besar
dan kualitas hasil suatu program juga semakin diperhatikan.
d) Pengukuran kinerja
mendukung perencanaan stategi dan penetapan tujuan.Proses perencanaan strategi
dan tujuan akan kurang berarti tanpa adanya kemampuan untuk mengukur kinerja
dan kemajuan suatu program.
Tanpa ukuran-ukuran ini,
kesuksesan suatu program juga
tidak pernah akan dinilai dengan obyektif.
e)
Pengukuran kinerja memungkinkan suatu entitas
untuk menentukan penggunaan sumber daya secara efektif. Masyarakat semakin
kritis untuk menilai program-program pokok pemerintah sehubungan dengan
meningkatnya pajak yang
dikenakan kepada mereka. Evaluasi yang dilakukan cenderung
mengarah kepada penilaian
apakah pemerintah memang
dapat memberikan pelayanan yang
terbaik kepada masyarakat.
Dalam hal ini
pemerintah juga mempunyai
kesempatan untuk menyerahkan sebagian pelayanan publik kepada sektor swasta.
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (3) UndangUndang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
Mengingat
: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4548); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada
Masyarakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 19, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4693); MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
DAERAH.
BAB
I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Pemerintah Daerah adalah Gubernur,
Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah. 5. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disingkat
SKPD adalah perangkat daerah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan urusan
pemerintahan di Daerah. 6. Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada
Pemerintah selanjutnya disingkat LPPD adalah laporan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah selama 1 (satu) tahun anggaran berdasarkan Rencana Kerja
Pembangunan Daerah yang disampaikan oleh kepala daerah kepada Pemerintah. 7.
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD yang selanjutnya
disebut LKPJ adalah laporan yang berupa informasi penyelenggaraan pemerintahan
daerah selama 1 (satu) tahun anggaran atau akhir masa jabatan yang disampaikan
oleh kepala daerah kepada DPRD. 8. Informasi Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah yang selanjutnya disingkat ILPPD adalah informasi
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat melalui media yang
tersedia di Daerah. 9. Kebijakan Daerah adalah arah dan/atau tindakan yang
diambil oleh kepala daerah dan DPRD baik sendiri-sendiri maupun bersama yang
dituangkan dalam peraturan daerah, peraturan kepala daerah, keputusan kepala
daerah, keputusan DPRD, atau keputusan pimpinan DPRD. 10. Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan
pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahun. 11. Rencana Kerja Pembangunan
Daerah selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk
periode 1 (satu) tahun. 12. Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah
capaian atas penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah yang diukur dari
masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat, dan/atau dampak. 13. Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah selanjutnya disingkat EPPD adalah suatu
proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah, kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah, dan kelengkapan
aspek-aspek penyelenggaraan pemerintahan pada Daerah yang baru dibentuk. 14.
Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah selanjutnya disingkat EKPPD
adalah suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis terhadap
kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan menggunakan sistem
pengukuran kinerja. 15. Evaluasi Kemampuan Penyelenggaraan Otonomi Daerah yang
selanjutnya disingkat - 3 - EKPOD adalah suatu proses pengumpulan dan analisis
data secara sistematis terhadap kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah yang
meliputi aspek kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.
16. Evaluasi Daerah Otonom Baru yang selanjutnya disingkat EDOB adalah evaluasi
terhadap perkembangan kelengkapan aspek-aspek penyelenggaraan pemerintahan
daerah pada daerah yang baru dibentuk. 17. Sistem Pengukuran Kinerja adalah
sistem yang digunakan untuk mengukur, menilai, dan membandingkan secara
sistematis dan berkesinambungan atas kinerja penyelenggaraan pemerintahan
daerah. 18. Indikator Kinerja adalah alat ukur spesifik secara kuantitatif
dan/atau kualitatif yang terdiri dari unsur masukan, proses, keluaran, hasil,
manfaat, dan/atau dampak yang menggambarkan tingkat capaian kinerja suatu
kegiatan. 19. Indikator Kinerja Kunci adalah indikator kinerja utama yang
mencerminkan keberhasilan penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. 20. Tim
Nasional EPPD adalah tim yang membantu Presiden dalam melaksanakan evaluasi
penyelenggaraan pemerintahan daerah secara nasional. 21. Tim Daerah EPPD adalah
tim yang membantu gubernur selaku wakil Pemerintah dalam melaksanakan evaluasi
pemerintahan kabupaten/kota di wilayah provinsi. 22. Tim Penilai adalah
tim yang membantu gubernur, bupati, atau walikota dalam melaksanakan evaluasi
terhadap tataran pengambil kebijakan daerah dan evaluasi terhadap tataran
pelaksana kebijakan daerah. 23. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya
disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal. 24. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah yang selanjutnya disingkat DPOD
adalah dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden
terhadap kebijakan otonomi daerah. 25. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
26. Daerah Otonom selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pasal 2 (1) Pemerintah melakukan EPPD yang meliputi EKPPD, EKPOD,
dan EDOB. (2) EKPPD dilakukan untuk menilai kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah dalam upaya peningkatan kinerja berdasarkan prinsip tata
kepemerintahan yang baik. (3) EKPOD dilakukan untuk menilai kemampuan daerah
dalam mencapai tujuan otonomi daerah yang meliputi peningkatan kesejahteraan
masyarakat, kualitas pelayanan umum, dan kemampuan daya saing daerah. (4) EDOB
dilakukan untuk memantau perkembangan kelengkapan aspek-aspek penyelenggaraan
pemerintahan daerah pada daerah yang baru dibentuk. Pasal 3 EPPD dilaksanakan
berdasarkan asas: a. spesifik; b. obyektif; c. berkesinambungan; d. terukur; e. dapat
diperbandingkan; dan f. dapat dipertanggungjawabkan.
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN
KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 55 ayat (5)
UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493), yang telah
ditetapkan menjadi Undang-Undang dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 120, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH.
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 73 TAHUN 2009
NOMOR 73 TAHUN 2009
TENTANG
TATACARA PELAKSANAAN EVALUASI
KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41
ayat (1), Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri tentang Tatacara Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4916);
3. Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);
4. Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah
kepada DPRD, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada
Masyarakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4693);
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Saat ini di
Indonesia banyak dilakukan
persiapan dan diskusi
mengenai good governance,
namun jika dicermati
lebih lanjut, tampak
bahwa perkembangan kinerja pemerintahan
di Indonesia masih berfokus
hanya dari sisi
pengelolaan keuangan negara.
Sedangkan dalam
kenyataan sehari-hari keingintahuan masyarakat tentang
perkembangan pelayanan umum tidak dapat dipenuhi hanya oleh informasi keuangan
saja. Kinerja departemen atau dinas tersebut tidak dapat diukur denga
rasio-rasio yang biasa didapatkan dari sebuah laporan keuangan seperti return
on investment, jumlah sumber
daya yang digunakan atau
rasio pendapatan dibandingkan
dengan sumber daya yang digunakan. Hal ini disebabkan karena sebenarnya
dalam kinerja pemerintah tidak pernah ada “net profit”.
Penilaian penilaian kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara
sistematis untuk mengatahui hasil kerja pemerintah daerah dan kinerja
organisasi yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan oleh
pemerintah pusat.
SARAN
Sebaiknya, pemimpin kepala pemerintahan dapat memberikan inspirasi
bagi tumbuhnya performansi dan komitmen
kepada pekerja pemerintah dengan cara memberi kesempatan pekerja untuk
dapat mengerti dan memahami rencana kinerja pemerintah yang telah ada agar
tidak terjadi kemerosotan untuk kedepannya. Pemerintah maupun pejabat
pemerintahan dituntut untuk lebih peka terhadap kejadian-kejadian yang terjadi
setiap harinya terutama yang berhubungan dengan masyarakat, dengan mengurangi
tingginya angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia.
HARAPAN
Berdasarkan makalah ini
penulis memilki beberapa harapan untuk peningkatan kinerja pemerintah. Beberapa
harapan dari penulis antara lain yaitu semoga pemerintah semakin jujur dalam
bekerja, melayani masyarakat lebih baik lagi, menepati janji dan proyek yang
telah dibuat, transparan terhadap hasil kerja serta keungan yang ada di dalam
roda pemerintahan, berpihak kepada masyarakat, memperbaiki fasilitas umum dan
kendaraan umum agar tercipta suasana yang kondusif, peduli terhadap lingkungan
sekitar, lebih memfokuskan hasil daripada proses yang ada, membuat lapangan
kerja baru, membuat ruang publik , dan menjauhkan masyarakat dari bahaya
kriminal maupun rokok, lebih memperhatikan daerah yang susah untuk dijangkau
dalam fasilitas maupun pendidikan, bijak dalam memberikan evaluasi kerja kepada
karyawan di dalam pemerintahan. Apabila beberapa poin di atas telah diwujudkan,
proses kinerja dalam pemerintahan akan berjalan dengan baik. Tidak terjadi
kemerosotan juga tidak terjadi hambatan yang mengganggu kinerja pemerintahan.
Demikianlah sedikit harapan yang dapat penulis berikan, semoga bermanfaat untuk
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
BERITA :
1) http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/04/30/154987/Kinerja-Pemkot-Surakarta-Melorot
2) http://koran.tempo.co/konten/2013/04/30/308583/Kinerja-Pemerintah-Kota-Surakarta-Merosot
BUKU DAN UU :
Nurkamid,Muh.2008 : 10.Implementasi inovasi
sistem pengukuran kinerja instansi pemerintah. Jurnal akuntansi pemerintah Vol.
3, No. 1.
Kurnia, Syakir, Akhmad.2006 : 8. Model
pengukuran kinerja dan efisiensi sector public
Halim,
Abdul. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat. ___________.
2008. Akuntansi Sektor Publik.Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi 3, Jakarta:
Salemba Empat.
Indriantoro,
Nur dan Supomo, Bambang. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen. Cetakan ke 2, Jogjakarta: BPFE
Kuncoro,
Haryo. 2007. Fenomena Flypaper Effect Pada Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Kota dan Kabupaten di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi X, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Mahmudi.
2007. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Mardiasmo.
2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Offset.
Munawir.
2007. Analisis Laporan Keuangan. Cetakan ke 14, Yogyakarta: Liberty.
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006
PERATURAN
MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 73 TAHUN 2009
JURNAL
UNIVERSITAS GUNADARMA – FAKTOR KEMEROSOTAN KINERJA
JURNAK UNIVERSITAS MATARAM – MANFAAT PENILAIAN KINERJA
JURNAL AKUNTANSI – LANGKAH PENILAIAN KINERJA
E-JOURNAL UNIVERSITAS RIAU – TUJUAN PENILAIAN KINERJA
JURNAL ADMINISTRSI BISNIS – UNPAR
UU NO 32 TH 2004
UU NO 39 TH 2008
AKUNTANSI SEKOTR PUBLIK – TRUNOJOYO (GOOD GOVERNANCE
TERHADAP KINERJA PEMERINTAH)
0 comments:
Post a Comment