ABSTRAK
Pelaksanaan kesehatan yang dilakukan oleh paramedic
sudah bisa dibilang sangat baik. Oleh
karena itu, terhadap kinerja dan pengaruh yang diberikan paramedic yang
bertugas di puskesmas pembantu untuk menyelenggarakan pertolongan kesehatan
kepada setiap warga yang membutuhkan. Tujuan ini membuat model pelayanan
puskesmas Dari pelaksanaan tersebut
suatu kegiatan pasti terdapat kendala – kendala yang mempengaruhi kegiatan
tersebut, adapun yang menjadi factor penghambat ialah minimnya tenaga paramedic
yang bekerja pada puskesmas pembantu dimana petugas harus melayani seluruh
warga kampong yang sekitar ribuan jiwa ini sangat mengambat terciptanya
pelayanan kesehatan yang optimal dan yang menjadi factor pendukung yaitu
kesigapan paramedic dalam menangani masyarakat yang memerlukan pengobatan
meskipun di luar ruang tempat kerja paramedic tersebut.
Salah satu puskesmas yang
menerapkan kesehatan gratis yaitu bertujuan untuk meringankan biaya kesehatan
bagi masyarakat kurang mampu. Namun masih banyak masalah – masalah kesehatan
yang ditemukan pada saat ini, karena kinerja di puskesmas masih lemah dan
layanan lambat dan juga masih ada banyak orang yang datang ke rumah sakit untuk
perawatan. Diharapkan puskesmas membuat indicator standar pelayanan sendiri
agar bisa meningkatkan kinerja karyawan puskesmas. Pada awal mula diterapkannya
system rujukan di Indonesia sejalan dengan berdirinya puskesmas pada tahun 1969
Maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 01 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan
Pelayanan Kesehatan Perseorangan. Mekanisme pelaksanaan system rujukan akan
dilaksanakan melalui pemeriksaan awal oleh dokter puskesmas, apabila pasien
tidak dapat ditangani oleh dokter puskesmas maka pasien akan dirujuk sesudah pasien
menyelesaikan proses administrasi. Pelayanan kesehatan yang bermutu masih dari
harapan masyaratkat, serta berkembangya akan pentingnya mutu. Banyak masalah
yang menjadi pemicu rendahnya pencitraan puskesmas pada saat sekarang.
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Citra pelayanan kesehatan dasar melali puskesmas
sudah semakin terpuruk di mata masyarakat sementara pembangunan Rumah Sakit
sangat di dorong maju oleh banyak pihak. Akhirnya kesenjangan rujukan pelayanan
kedokteran semakin melebar dan masyarakat menjerit karena mahalnya biaya
pelayanan kedokteran. Sementara itu sudah banyak dana yang dimanfaatkan untuk
mengembangkan puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan, tetapi
hasilnya kontra produktif. Puskesmas
semakin di tinggal oleh masyarakat dan tidak menjadi pilihan utama
mereka mendapatkan pelayanan kesehatan. Masyarakat menganggap pelayanan
pelayanan Puskesmas di wilayahnya kurang bermutu. Kondisi ini juga terkait
dengan jam kerja unit pelayanan Puskesmas yang terbatas hanya sampai pukul
12.00, peralatan dan jenis pelayanan puskesmas kurang memadai, dan kinerja staf
yang kurang professional.
Semua kondisi tersebut sangat erat dengan rendahnya
insensif yang diterima staf, lemahnya leadership dan keterampilan manajerial
pimpinan dan staf staf puskesmas serta lemahnya pembinaan puskesmas oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota. Prinsip penyelenggaraan pelayanan kesehatan
Puskesmas adalah pemenuhan kebutuhan dan tuntutan dari pengguna jasa, pelayanan
kesehatan dimana pasien mengharapkan suatu penyelesaian dari masalah
kesehatannya. Oleh karena itu puskesmas harus mampumemberikan pelayananan medic
sebagai upaya penyembuhan/ pemulihan dan tindakan ringan yang memenuhi standar
kualitas. Membangun citra puskesmas adalah memperbaiki segi kualitas pelayanan
sehingga akan terciptakan kepuasan masyarakat terus untuk berinteraksi. Kepuasan
masyarakat dapat dilihat dari sikap kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap
pelayanan yang dirasakan sesudah terjadinya pengguna jasa pelayanan Puskesmas.
Sebagai organisasi penyedia jasa kesehatan,
puskesmas sangat diharapkan oleh masyarakat untuk memberikan jaminan kesehatan
yang dilayani oleh sumber daya manusia dengan bantuan peralatan medis sehingga
diharapkan mendapatkan kondisi yang sehat. Oleh karena itu, paramedic harus mampu
memberikan pekerjaan tepat waktu dan terpercaya. Selain itu seorang paramedic
dituntut tidak mempelajari ilmu-ilmu kedokteran secara medis saja. Banyak
masalah yang menjadi pemicu rendahnya pencitraan puskesmas pada saat sekarang.
Sarana yang tidak lengkap seperti obat-obatan yang kurang bermutu dari segi
variasi.
LANDASAN
TEORI
Mutu
pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap
pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
penduduk. Pelayanan tersebut harus
member empati, respekdan tanggap dengan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai
dengan kebutuhan mereka diberikan dengan cara ramah pada waktu mereka berkunjung.
Warga
Kota Surabaya, Jawa Timur masih mengeluhkan buruknya pelayanan kesehatan di
sejumlah Pusat Kesehatan Masyarakat, kata Sekretaris Komisi di kesehatan rakyat
dan pendidikan DPRD Surabaya, Muhammad Alyas.
Menurut
warga mengeluhkan mahalnya biaya karcis untuk sekali layanan, yang lebih fatal
lagi kurang ramahnya petugas medis saat memberikan pelayanan. Akhirnya, warga
jera untuk berobat ke puskesmas.
Padahal
selama ini, pihaknya terus menekankan kepada Dinas Kesehatan untuk
menginstruksikan Puskesmas agar memberikan pelayanan yang baik. Apalagi hal ini
bersamaan dengan meningkatnya anggaran kesehatan di setiap tahun anggaran.
Petugas Puskesmas masih menganggap pasien sebagai beban. Mestinya Puskesmas
harus membangun paradigm baru yang simpatik.
Dan
juga minimnya stok obat-obatan di puskesmasjuga menjadi keluhan masyarakat. Padahal,
beberapa warga menuturkan hanya menerima obat yang sama meski keluhan sakitnya
mereka berbeda, karena stok obat dan variasi obat yang minim.
Selain
itu, beratnya retribusi karcis sangat memberatkan masyarakat. Dalam aturan,
masyarakat hanya di bebani biaya karcis Rp 2.500. Namun, dalam praktiknya
mereka harus mengeluarkan uang antara Rp. 10.000 hingga Rp 15.000 sekali
berobat.
Konsep
puskesmas seharusnya menjemput bola. Perannya bukan hanya seperti rumah sakit
yang menunggu pasien berkunjung. Untuk daerah terpencil yang sulit dijangkau,
puskesmas harus mendekat ke masyarakat agar mereka tidak terlanjut sakit. Bila
masyarakat tidak di bina, dari 4 progam puskesmas yang harus ada. Mereka rentan
jatuh sakit, sehingga puskesmas akan dinilai gagal karena pasien yang akan
berobat akan semakin banyak, dan yang lebih parah apabila mereka mengeluh
dengan penyakit yang itu-itu saja.
Pendapat
masyarakat terhadap pelaksanaan system rujukan sebagian besar masyarakat merasa
rumit dengan pelaksanaan system rujukan tersebut. Masyarakat merasa rumit
apabila ingin mendapatkan pelayanan kesehatan yang murah karena pelayanan
kesehatan di rumah sakit mengharuskan adanya rujukan puslesmas. Untuk
mendapatkan pelayanan dirumah sakit masyarakat harus berobat di tingkat dasar
dulu di puskesmas dan jika puskesmas tidak dapat menanganinya maka rujukan akan
diberikan, masyarakat yang ingin mendapatkan rujukan harus seperti itu dulu
baru bisa mendapatkan rujukan. Oleh
karena itu kurangnya sosialisasi kepada masyarakat membuat masyarakat
merasa rumit.
Pencitraan
puskesmas yang cenderung belum pernah mendapat perhatian yang serius dari
penanggung jawabnya yang baru yaitu pemerintah kabupaten / kota. Sebagai tempat
pelayanan kesehatan terdekat dengan pemukiman penduduk, masyarakat menganggap
pelayanan di puskesmas kurang bermutu, stafnya antipasif terhadap keluhan
pasien, obatnya juga itu – itu saja dan menu pelayanannya juga kurang dipahami
oleh masyarakat setempat. Jam kerja puskesmas juga terbatas sampai pukul 14.00
WIB. Kondisi dan pencitraan puskesmas yang seperti ini semakin menjauhkan
puskesmas dari masyarakat yang di layani. Masyarakat akan lebih suka mencari
pertolongan ke swasta.
Untuk
itu staf puskesmas di latih untuk mengidentifikasikan factor resiko lingkungan
dan perilaku masyarakat terkait dengan berbagai jenis penyakit yang khas
berkembang di wilayah kerja puskesmas. Staf Dinas Kesehatan Kabupaten/kota
sebagai pelatih juga perlu mengembangkan kapasitasnya di bidang administrasi
kesehatan agar mampu sebagai pelatih puskesmas. Investasi sector pelayanan
kesehatan di era desentralisasi juga harus memperhatikan system jaminan
pemeliharaan kesehatan masyarakat. Proses pelayanan kesehatan: pelayanan
teknis, manajemen hubungan interpersonal antara praktiksioner antar klien.
Penilaian
mutu pelayanan kesehatan yaitu meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya,
tenaga, biaya, peralatan, perlengkapan, dan material, juga memperbaiki metode atau
penerapan teknologi yang di pergunakan dalam kegiatan pelayanan. Dalam
peraturan perundang-undangan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
Hambatan
yang di temukan yaitu : kinerja puskesmas masih lemah, karena masih banyak
masyarakat yang datang berobat ke rumah sakit. Padahal penyakit yang di
deritanya termasuk penyakit yang di deritanya termasuk penyakit ringan yang
dapat disembuhkan di puskesmas. Pelayanan masih lamban, sehingga menjadi target
utama dinas kesehatan kota.
Citra puskesmas di lihat masyarakat masih belum
cukup baik. namun begitu, tetap terus berusaha membenahi diri, agar menumbuhkan
rasa kepercayaan masyarakat terhadap masyarakat. Bila fasilitas mudah di
jangkau dengan menggunakan alat transportasi yang tesedia maka fasilitas ini akan
banyak di pergunakan. Dimana di upayakan biaya pelayanan tersebut sesuai dengan
kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin
dinikmati oleh sebagian masyarakat saja. Pelayanan adalah suatu aktivitas atau
serangkaian aktivitas yang bersifat kasat mata (tidak dapat diraba) yang
terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau
hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan
untuk memecahkan permasalahan konsumen/ pelanggan (Gronroos dalam Ratminto (2013:2).
Ada
juga proses pelayanan kesehatan
1. Pelayanan
teknis
2. Manajemen
hubungan interpersonal antara praktisioner dan klien
3. Meningkatkan
mutu dan kualitas sumber daya,tenaga, biaya, peralatan, perlengkapan, dan
material
4. Memperbaiki
metode atau penerapan tehnologi yang dipergunakan dalam kegiatan pelayanan
Pemberian
pelayanan kesehatan tidak mutlak di dasari oleh kemampuan para medis tetapi
factor penunjang seperti sarana dan prasarana juga menjadi point penting di
mana harus ada kesinambungan antara usaha para medis menjalankan tugasnya
dengan ketersediaan alat yang memadai, tenaga kerja yang tidak memenuhi syarat
juga menjadi penghambat dimana di ketahui hanya terdapatdua tenaga kerja. Dalam
memenuhi kebutuhan akan esehatan terjalin hubungan antar tenaga kesehatan
khususnya dokter dengan pasien. Mengingat pelayanan kesehatan sangat erat
kaitannya dengan rasa kemanusiaan yang secara jelas dijamin oleh Undang –
Undang, karena itu setiap warga Negara berhak memperoleh pelayanan kesehatan
yang baik dan memadai. Dari proses pemberian maupun penerima pelayanan kesehatan tidak hanya harus
didasari oleh tanggung jawab dan prosedur yang berlaku saja tetapi harus bisa
memberikan toleransi kepada kedua belah pihak, seperti yang sudah di jelaskan
melalui undang – undang dasar republic tentang kesehatan pada pasal pembangunan
kesehatan di selenggarakan dengan berasaskan peri kemanusiaan, keseimbangan,
manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan,
gender dan non dikriminatif dan norma-norma
agama. Permasalahan pelayanan kesehatan belum dapat diatasi terutama pada
tingkat masyarakat miskin/kurang mampu. Kondisi ini yang melatarbelakangi dapat
mengurangi kesenjangan dalam penyediaan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan derajat kesehatan masyaraakat.
Dengan
UU No. 40 tentang system jaminan sosial nasional, asuransi sosial sebaiknya
dikembangkan di tingkat provinsi dengan mendapat dukungan kabupaten/kota
sehingga dana yang dihimpun dari berbaga sumber akan dapat dimanfaatkan lebih
efesien dan efektif. Jaminan pemeliharaan kesehatan akan mendorong puskesmas
dan rmah sakit daerah mengembangkan mutu pelayanan karena mereka harus bersaing
dengan pelayanan swasta.
LANDASAN
TEORITIS
Dari kasus tersebut jelas bahwa puskesmas memiliki
pencitraan yang rendah pada saat sekarang. Di lihat dari sarana Dinas Kesehatan
yang bertanggung jawab sesuai dengan subsidi pemerintah dalam bidang
kesehatan.masalah lainyang membuat masyarakat menjadi malas berobat ke
puskesmas adalah petugas yang tidak cepat tanggap terhadap masyarakat dengan
keluhan kesehatan yang dialaminya. Dari kasus “ layanan puskesmas di Kota
Surabaya yang masih buruk” dapat di ambil kesimpulan bahwa masih adanya
hambatan untuk memberikan pelayanan yang prima bagi masyarakat yang membutuhkan
layanan kesehatan. Biaya karcis yang mahal, petugas yang tidak ramah dan tidak
tanggap karena menganggap pasien adalah
beban menjadi pemicu masalah ini. Ditambah lagi obat-obatan yang kurang bervariasi
sehingga tidak efektif dalam menyembuhkan berbagai penyakit.
Pada kasus ini, dikeluhkan bahwa jam kerja puskesmas
sangat singkat, hanya sampai jam 14.00 WIB, sehingga pelayanan yang diberikan
tidaklah maksimal. Puskesmas yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan
masyarakat memang belum memberikan kontribusi yang maksimal tentang progam
pelayanan yang ada.kendala lain yang menjdi hambatan adalah : kemampuan daerah
yang terbatas, pelaksanaan progam puskesmas sebagai bagian dari integral
pembangunan kesehatan secara menyeluruh belum dapat optimal, pengelolaan
kegiatan puskesmas yang selama ini bersifat sentralistik, menjadikan puskesmas
yang kurang memiliki otoritas untuk memanfaatkan peluang yang adA, kurangnya
kesejahteraan karyawan yang berpengaruh terhadap motivasi dalam melaksanakan
tugas di puskesmas, dan kurang siapnya puskesmas dalam menghadapi era
globalisasi di masa depan.
Kesimpulan
dan Implikasi
Banyak masalah yang menjadi pemicu rendahnya
pencitraan puskesmas pada saat sekarang. Sarana yang tidak lengkap seperti
obat-obatan yang kurang bermutu dari segi variasi, petugas yang kurang tanggap
dngan pasien, keramahan yang kurang dari pemberi pelayanan, sehingga masyarakat
kurang puas setiap berobat ke pusat pelayanan kesehatan ini. Progam puskesmas
yang kurang berjalan menjadi pemicu rendahnya mutu pelayanan puskesmas dilihat
dari masyarakat. Manajemen kualitas pelayanan kesehatan pada puskesmas yang bertumpu
pada pelayanan prima dalam pengembangan individual puskesmas telah menyusun dan
menjalankan tugas sesuai dengan posisi atau jabatannya. Walaupun masih terdapat
pegawai yang latarbelakang pendidikannya belum sesuai dengan pekerjaan namun
dengan adanya pelatihan dalam puskesmas, pengembangan manajemen telah mampu
membuat pegawai bekerja sesuai dengan tugas masing-masing jabatan kinerja.
Diharapkan kepada berbagai pihak yang ikut terlibat dan
bertanggung jawab terhadap mutu pelayanan puskesmas agar tidak hanya
melimpahkan semua wewenang dan kesalahan yang ada kepada puskesmas setempat.
Kepada Dinas Kesehatan untuk tetap mengawasi jalannya progam yang telah di buat
sedemikian rupa, demi kemandirian puskesmas dalam melaksanaan layanan yang
maksimal kepada masyarakat luas.
Perbaikan struktur yang telah ada kearah yang lebih
baik, dan peran masyarakat untuk terlibat demi keberhasilan progam kesehatan
kedepan. Kegiatan yang sebelumnya sudah berhasil dilaksanakan dan perbaikan
progam yang gagal dilaksanakan. Kepada dinas kesehatan untuk lebih
memperhatikan semua puskesmas dan kebutuhan pelayanan kepada pelanggan dan
untuk mendukung kemajuan pelayanan kesehatan di puskesmas dengan memberikan
kebijakan terbaik.
DAFTAR
PUSTAKA
Sjahrial
R Anas, 2008. Masyarakat Belum Percaya Puskesmas, Antara, Jumat (31/10)
Zeithaml,
Valeria A, Leonard L. Berry & A.Parasuraman,1996. Behavioral Concequences
of Service Quality. Journal Of Marketing, 60 (April).p.70-87
Lupiyoadi,
Rambat & A. Hamdani, 2006. Manajemen Pemasaran Jasa, edisi 2, Jakarta:
Penerbit Salemba Empat
Akhsanu,
Ilham Ridlo, Pelayanan Kesehatan :2008
Adisasmito,
Wiku, System Kesehatan, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta: 2003
Departemen
Kesehatan RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta : Depkes
Perkesmas
No 30 Tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
PMK
No 75 Tahun 2014 Tentang Puskesmas
Sumedi,
Sik.2010. Model Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik Dengan Pendekatan ISO 9001
(Studi Kasus Pada Puskesmas). Jurnal Standardisasi, Vol.13,No.2 Tahun 2011:
73-83
Chow-Chua, Clare. Goh, Mark, and Wan, Tan
Boon. (2003), “ Does ISO 9000 certification improve business performance?”, The
Internasional Journal of quality & Rehbility Management, Vol. 20 no.8
Batinggi,
achmad. 1998. Manajemen Pelayanan Umum. STIA LAN.
Athijah,
U., Zairina, E., Sukorini, A.I. 2010. Perencanaan Pengadaan Obat Di Puskesmas
Surabaya Timur dan Selatan.Jurnal Farmasi Indonesia, Vol. 5, No. 1, hal 15-23.
Athijah,
U., Zairina, E., Sukorini, A.I. 2011. Profil Penyimpanan Obat Di Puskesmas
Wilayah Surabaya Timur dan Pusat. Jurnal Farmasi Indonesia, Vol. 5, No. 4, hal
213-222.
Yuli
Tirtariandi El Anshori, Enceng , Ayi Karyana. 2012. Kebijakan Publik yang
Partisipasif dan Komunikatif, Jurnal Kebijakan Publik, Volume 3 No 2: Riau
Antasari,
Udayana dkk. 2011 Perbedaan Harapan dan Persepsi Pasien Rawat
Jalan
terhadap Pelayanan Kefarmasian di RSUP Dr.Sadjito Yogyakarta
dan
RS. Betsheda Yogyakarta.Yogyakarta : Jurnal
Manajemen dan Pelayanan Farmasi
0 comments:
Post a Comment