Wednesday 6 January 2016

MASALAH KURANGNYA MUTU LAYANAN KESEHATAN PUSKESMAS Oleh RATNAWATI (B200140257)



ABSTRAK
Pelaksanaan kesehatan yang dilakukan oleh paramedic sudah  bisa dibilang sangat baik. Oleh karena itu, terhadap kinerja dan pengaruh yang diberikan paramedic yang bertugas di puskesmas pembantu untuk menyelenggarakan pertolongan kesehatan kepada setiap warga yang membutuhkan. Tujuan ini membuat model pelayanan puskesmas  Dari pelaksanaan tersebut suatu kegiatan pasti terdapat kendala – kendala yang mempengaruhi kegiatan tersebut, adapun yang menjadi factor penghambat ialah minimnya tenaga paramedic yang bekerja pada puskesmas pembantu dimana petugas harus melayani seluruh warga kampong yang sekitar ribuan jiwa ini sangat mengambat terciptanya pelayanan kesehatan yang optimal dan yang menjadi factor pendukung yaitu kesigapan paramedic dalam menangani masyarakat yang memerlukan pengobatan meskipun di luar ruang tempat kerja paramedic tersebut. 

Salah satu puskesmas yang menerapkan kesehatan gratis yaitu bertujuan untuk meringankan biaya kesehatan bagi masyarakat kurang mampu. Namun masih banyak masalah – masalah kesehatan yang ditemukan pada saat ini, karena kinerja di puskesmas masih lemah dan layanan lambat dan juga masih ada banyak orang yang datang ke rumah sakit untuk perawatan. Diharapkan puskesmas membuat indicator standar pelayanan sendiri agar bisa meningkatkan kinerja karyawan puskesmas. Pada awal mula diterapkannya system rujukan di Indonesia sejalan dengan berdirinya puskesmas pada tahun 1969 Maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 01 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan. Mekanisme pelaksanaan system rujukan akan dilaksanakan melalui pemeriksaan awal oleh dokter puskesmas, apabila pasien tidak dapat ditangani oleh dokter puskesmas maka pasien akan dirujuk sesudah pasien menyelesaikan proses administrasi. Pelayanan kesehatan yang bermutu masih dari harapan masyaratkat, serta berkembangya akan pentingnya mutu. Banyak masalah yang menjadi pemicu rendahnya pencitraan puskesmas pada saat sekarang.







PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Citra pelayanan kesehatan dasar melali puskesmas sudah semakin terpuruk di mata masyarakat sementara pembangunan Rumah Sakit sangat di dorong maju oleh banyak pihak. Akhirnya kesenjangan rujukan pelayanan kedokteran semakin melebar dan masyarakat menjerit karena mahalnya biaya pelayanan kedokteran. Sementara itu sudah banyak dana yang dimanfaatkan untuk mengembangkan puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan, tetapi hasilnya kontra produktif. Puskesmas  semakin di tinggal oleh masyarakat dan tidak menjadi pilihan utama mereka mendapatkan pelayanan kesehatan. Masyarakat menganggap pelayanan pelayanan Puskesmas di wilayahnya kurang bermutu. Kondisi ini juga terkait dengan jam kerja unit pelayanan Puskesmas yang terbatas hanya sampai pukul 12.00, peralatan dan jenis pelayanan puskesmas kurang memadai, dan kinerja staf yang kurang professional.
Semua kondisi tersebut sangat erat dengan rendahnya insensif yang diterima staf, lemahnya leadership dan keterampilan manajerial pimpinan dan staf staf puskesmas serta lemahnya pembinaan puskesmas oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Prinsip penyelenggaraan pelayanan kesehatan Puskesmas adalah pemenuhan kebutuhan dan tuntutan dari pengguna jasa, pelayanan kesehatan dimana pasien mengharapkan suatu penyelesaian dari masalah kesehatannya. Oleh karena itu puskesmas harus mampumemberikan pelayananan medic sebagai upaya penyembuhan/ pemulihan dan tindakan ringan yang memenuhi standar kualitas. Membangun citra puskesmas adalah memperbaiki segi kualitas pelayanan sehingga akan terciptakan kepuasan masyarakat terus untuk berinteraksi. Kepuasan masyarakat dapat dilihat dari sikap kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap pelayanan yang dirasakan sesudah terjadinya pengguna jasa pelayanan Puskesmas.
Sebagai organisasi penyedia jasa kesehatan, puskesmas sangat diharapkan oleh masyarakat untuk memberikan jaminan kesehatan yang dilayani oleh sumber daya manusia dengan bantuan peralatan medis sehingga diharapkan mendapatkan kondisi yang sehat. Oleh karena itu, paramedic harus mampu memberikan pekerjaan tepat waktu dan terpercaya. Selain itu seorang paramedic dituntut tidak mempelajari ilmu-ilmu kedokteran secara medis saja. Banyak masalah yang menjadi pemicu rendahnya pencitraan puskesmas pada saat sekarang. Sarana yang tidak lengkap seperti obat-obatan yang kurang bermutu dari segi variasi.
LANDASAN TEORI
Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk.  Pelayanan tersebut harus member empati, respekdan tanggap dengan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka diberikan dengan cara ramah pada waktu mereka berkunjung.
Warga Kota Surabaya, Jawa Timur masih mengeluhkan buruknya pelayanan kesehatan di sejumlah Pusat Kesehatan Masyarakat, kata Sekretaris Komisi di kesehatan rakyat dan pendidikan DPRD Surabaya, Muhammad Alyas.
Menurut warga mengeluhkan mahalnya biaya karcis untuk sekali layanan, yang lebih fatal lagi kurang ramahnya petugas medis saat memberikan pelayanan. Akhirnya, warga jera untuk berobat ke puskesmas.
Padahal selama ini, pihaknya terus menekankan kepada Dinas Kesehatan untuk menginstruksikan Puskesmas agar memberikan pelayanan yang baik. Apalagi hal ini bersamaan dengan meningkatnya anggaran kesehatan di setiap tahun anggaran. Petugas Puskesmas masih menganggap pasien sebagai beban. Mestinya Puskesmas harus membangun paradigm baru yang simpatik.
Dan juga minimnya stok obat-obatan di puskesmasjuga menjadi keluhan masyarakat. Padahal, beberapa warga menuturkan hanya menerima obat yang sama meski keluhan sakitnya mereka berbeda, karena stok obat dan variasi obat yang minim.
Selain itu, beratnya retribusi karcis sangat memberatkan masyarakat. Dalam aturan, masyarakat hanya di bebani biaya karcis Rp 2.500. Namun, dalam praktiknya mereka harus mengeluarkan uang antara Rp. 10.000 hingga Rp 15.000 sekali berobat.
Konsep puskesmas seharusnya menjemput bola. Perannya bukan hanya seperti rumah sakit yang menunggu pasien berkunjung. Untuk daerah terpencil yang sulit dijangkau, puskesmas harus mendekat ke masyarakat agar mereka tidak terlanjut sakit. Bila masyarakat tidak di bina, dari 4 progam puskesmas yang harus ada. Mereka rentan jatuh sakit, sehingga puskesmas akan dinilai gagal karena pasien yang akan berobat akan semakin banyak, dan yang lebih parah apabila mereka mengeluh dengan penyakit yang itu-itu saja.
Pendapat masyarakat terhadap pelaksanaan system rujukan sebagian besar masyarakat merasa rumit dengan pelaksanaan system rujukan tersebut. Masyarakat merasa rumit apabila ingin mendapatkan pelayanan kesehatan yang murah karena pelayanan kesehatan di rumah sakit mengharuskan adanya rujukan puslesmas. Untuk mendapatkan pelayanan dirumah sakit masyarakat harus berobat di tingkat dasar dulu di puskesmas dan jika puskesmas tidak dapat menanganinya maka rujukan akan diberikan, masyarakat yang ingin mendapatkan rujukan harus seperti itu dulu baru bisa mendapatkan rujukan. Oleh  karena itu kurangnya sosialisasi kepada masyarakat membuat masyarakat merasa rumit.     
Pencitraan puskesmas yang cenderung belum pernah mendapat perhatian yang serius dari penanggung jawabnya yang baru yaitu pemerintah kabupaten / kota. Sebagai tempat pelayanan kesehatan terdekat dengan pemukiman penduduk, masyarakat menganggap pelayanan di puskesmas kurang bermutu, stafnya antipasif terhadap keluhan pasien, obatnya juga itu – itu saja dan menu pelayanannya juga kurang dipahami oleh masyarakat setempat. Jam kerja puskesmas juga terbatas sampai pukul 14.00 WIB. Kondisi dan pencitraan puskesmas yang seperti ini semakin menjauhkan puskesmas dari masyarakat yang di layani. Masyarakat akan lebih suka mencari pertolongan ke swasta.
Untuk itu staf puskesmas di latih untuk mengidentifikasikan factor resiko lingkungan dan perilaku masyarakat terkait dengan berbagai jenis penyakit yang khas berkembang di wilayah kerja puskesmas. Staf Dinas Kesehatan Kabupaten/kota sebagai pelatih juga perlu mengembangkan kapasitasnya di bidang administrasi kesehatan agar mampu sebagai pelatih puskesmas. Investasi sector pelayanan kesehatan di era desentralisasi juga harus memperhatikan system jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. Proses pelayanan kesehatan: pelayanan teknis, manajemen hubungan interpersonal antara praktiksioner antar klien.
Penilaian mutu pelayanan kesehatan yaitu meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya, tenaga, biaya, peralatan, perlengkapan, dan material, juga memperbaiki metode atau penerapan teknologi yang di pergunakan dalam kegiatan pelayanan. Dalam peraturan perundang-undangan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
Hambatan yang di temukan yaitu : kinerja puskesmas masih lemah, karena masih banyak masyarakat yang datang berobat ke rumah sakit. Padahal penyakit yang di deritanya termasuk penyakit yang di deritanya termasuk penyakit ringan yang dapat disembuhkan di puskesmas. Pelayanan masih lamban, sehingga menjadi target utama dinas kesehatan kota.
Citra  puskesmas di lihat masyarakat masih belum cukup baik. namun begitu, tetap terus berusaha membenahi diri, agar menumbuhkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap masyarakat. Bila fasilitas mudah di jangkau dengan menggunakan alat transportasi yang tesedia maka fasilitas ini akan banyak di pergunakan. Dimana di upayakan biaya pelayanan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin dinikmati oleh sebagian masyarakat saja. Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/ pelanggan (Gronroos dalam Ratminto (2013:2).
Ada juga proses pelayanan kesehatan
1.      Pelayanan teknis
2.      Manajemen hubungan interpersonal antara praktisioner dan klien
3.      Meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya,tenaga, biaya, peralatan, perlengkapan, dan material
4.      Memperbaiki metode atau penerapan tehnologi yang dipergunakan dalam kegiatan pelayanan
Pemberian pelayanan kesehatan tidak mutlak di dasari oleh kemampuan para medis tetapi factor penunjang seperti sarana dan prasarana juga menjadi point penting di mana harus ada kesinambungan antara usaha para medis menjalankan tugasnya dengan ketersediaan alat yang memadai, tenaga kerja yang tidak memenuhi syarat juga menjadi penghambat dimana di ketahui hanya terdapatdua tenaga kerja. Dalam memenuhi kebutuhan akan esehatan terjalin hubungan antar tenaga kesehatan khususnya dokter dengan pasien. Mengingat pelayanan kesehatan sangat erat kaitannya dengan rasa kemanusiaan yang secara jelas dijamin oleh Undang – Undang, karena itu setiap warga Negara berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang baik dan memadai. Dari proses pemberian maupun penerima  pelayanan kesehatan tidak hanya harus didasari oleh tanggung jawab dan prosedur yang berlaku saja tetapi harus bisa memberikan toleransi kepada kedua belah pihak, seperti yang sudah di jelaskan melalui undang – undang dasar republic tentang kesehatan pada pasal pembangunan kesehatan di selenggarakan dengan berasaskan peri kemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan non dikriminatif dan  norma-norma agama. Permasalahan pelayanan kesehatan belum dapat diatasi terutama pada tingkat masyarakat miskin/kurang mampu. Kondisi ini yang melatarbelakangi dapat mengurangi kesenjangan dalam penyediaan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan derajat kesehatan masyaraakat.
Dengan UU No. 40 tentang system jaminan sosial nasional, asuransi sosial sebaiknya dikembangkan di tingkat provinsi dengan mendapat dukungan kabupaten/kota sehingga dana yang dihimpun dari berbaga sumber akan dapat dimanfaatkan lebih efesien dan efektif. Jaminan pemeliharaan kesehatan akan mendorong puskesmas dan rmah sakit daerah mengembangkan mutu pelayanan karena mereka harus bersaing dengan pelayanan swasta.










LANDASAN TEORITIS
Dari kasus tersebut jelas bahwa puskesmas memiliki pencitraan yang rendah pada saat sekarang. Di lihat dari sarana Dinas Kesehatan yang bertanggung jawab sesuai dengan subsidi pemerintah dalam bidang kesehatan.masalah lainyang membuat masyarakat menjadi malas berobat ke puskesmas adalah petugas yang tidak cepat tanggap terhadap masyarakat dengan keluhan kesehatan yang dialaminya. Dari kasus “ layanan puskesmas di Kota Surabaya yang masih buruk” dapat di ambil kesimpulan bahwa masih adanya hambatan untuk memberikan pelayanan yang prima bagi masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan. Biaya karcis yang mahal, petugas yang tidak ramah dan tidak tanggap karena menganggap  pasien adalah beban menjadi pemicu masalah ini. Ditambah lagi obat-obatan yang kurang bervariasi sehingga tidak efektif dalam menyembuhkan berbagai penyakit.
Pada kasus ini, dikeluhkan bahwa jam kerja puskesmas sangat singkat, hanya sampai jam 14.00 WIB, sehingga pelayanan yang diberikan tidaklah maksimal. Puskesmas yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat memang belum memberikan kontribusi yang maksimal tentang progam pelayanan yang ada.kendala lain yang menjdi hambatan adalah : kemampuan daerah yang terbatas, pelaksanaan progam puskesmas sebagai bagian dari integral pembangunan kesehatan secara menyeluruh belum dapat optimal, pengelolaan kegiatan puskesmas yang selama ini bersifat sentralistik, menjadikan puskesmas yang kurang memiliki otoritas untuk memanfaatkan peluang yang adA, kurangnya kesejahteraan karyawan yang berpengaruh terhadap motivasi dalam melaksanakan tugas di puskesmas, dan kurang siapnya puskesmas dalam menghadapi era globalisasi di masa depan.








Kesimpulan dan Implikasi
Banyak masalah yang menjadi pemicu rendahnya pencitraan puskesmas pada saat sekarang. Sarana yang tidak lengkap seperti obat-obatan yang kurang bermutu dari segi variasi, petugas yang kurang tanggap dngan pasien, keramahan yang kurang dari pemberi pelayanan, sehingga masyarakat kurang puas setiap berobat ke pusat pelayanan kesehatan ini. Progam puskesmas yang kurang berjalan menjadi pemicu rendahnya mutu pelayanan puskesmas dilihat dari masyarakat. Manajemen kualitas pelayanan kesehatan pada puskesmas yang bertumpu pada pelayanan prima dalam pengembangan individual puskesmas telah menyusun dan menjalankan tugas sesuai dengan posisi atau jabatannya. Walaupun masih terdapat pegawai yang latarbelakang pendidikannya belum sesuai dengan pekerjaan namun dengan adanya pelatihan dalam puskesmas, pengembangan manajemen telah mampu membuat pegawai bekerja sesuai dengan tugas masing-masing jabatan kinerja.
Diharapkan kepada berbagai pihak yang ikut terlibat dan bertanggung jawab terhadap mutu pelayanan puskesmas agar tidak hanya melimpahkan semua wewenang dan kesalahan yang ada kepada puskesmas setempat. Kepada Dinas Kesehatan untuk tetap mengawasi jalannya progam yang telah di buat sedemikian rupa, demi kemandirian puskesmas dalam melaksanaan layanan yang maksimal kepada masyarakat luas.
Perbaikan struktur yang telah ada kearah yang lebih baik, dan peran masyarakat untuk terlibat demi keberhasilan progam kesehatan kedepan. Kegiatan yang sebelumnya sudah berhasil dilaksanakan dan perbaikan progam yang gagal dilaksanakan. Kepada dinas kesehatan untuk lebih memperhatikan semua puskesmas dan kebutuhan pelayanan kepada pelanggan dan untuk mendukung kemajuan pelayanan kesehatan di puskesmas dengan memberikan kebijakan terbaik.









DAFTAR PUSTAKA
Sjahrial R Anas, 2008. Masyarakat Belum Percaya Puskesmas, Antara, Jumat (31/10)
Zeithaml, Valeria A, Leonard L. Berry & A.Parasuraman,1996. Behavioral Concequences of Service Quality. Journal Of Marketing, 60 (April).p.70-87
Lupiyoadi, Rambat & A. Hamdani, 2006. Manajemen Pemasaran Jasa, edisi 2, Jakarta: Penerbit Salemba Empat
Akhsanu, Ilham Ridlo, Pelayanan Kesehatan :2008
Adisasmito, Wiku, System Kesehatan, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta: 2003
Departemen Kesehatan RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta : Depkes
Perkesmas No 30 Tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
PMK No 75 Tahun 2014 Tentang Puskesmas
Sumedi, Sik.2010. Model Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik Dengan Pendekatan ISO 9001 (Studi Kasus Pada Puskesmas). Jurnal Standardisasi, Vol.13,No.2 Tahun 2011: 73-83
 Chow-Chua, Clare. Goh, Mark, and Wan, Tan Boon. (2003), “ Does ISO 9000 certification improve business performance?”, The Internasional Journal of quality & Rehbility Management, Vol. 20 no.8
Batinggi, achmad. 1998. Manajemen Pelayanan Umum. STIA LAN.
Athijah, U., Zairina, E., Sukorini, A.I. 2010. Perencanaan Pengadaan Obat Di Puskesmas Surabaya Timur dan Selatan.Jurnal Farmasi Indonesia, Vol. 5, No. 1, hal 15-23.
Athijah, U., Zairina, E., Sukorini, A.I. 2011. Profil Penyimpanan Obat Di Puskesmas Wilayah Surabaya Timur dan Pusat. Jurnal Farmasi Indonesia, Vol. 5, No. 4, hal 213-222.
Yuli Tirtariandi El Anshori, Enceng , Ayi Karyana. 2012. Kebijakan Publik yang Partisipasif dan Komunikatif, Jurnal Kebijakan Publik, Volume 3 No 2: Riau
Antasari, Udayana dkk. 2011 Perbedaan Harapan dan Persepsi Pasien Rawat
Jalan terhadap Pelayanan Kefarmasian di RSUP Dr.Sadjito Yogyakarta
dan RS. Betsheda Yogyakarta.Yogyakarta : Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi







0 comments:

Post a Comment