Statistik Keuangan
Pemerintah Daerah merupakan publikasi
yang menyediakan informasi seputar pendapatan, belanja dan pembiayaan
pemerintah daerah di Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan yang
terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten dan 93 kota yang diakomodir oleh
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Hubungan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam kaitannya dengan desentralisasi
fiskal.
Bahwa untuk
melaksanakan amanat Pasal 179 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, dan sesuai dengan kebijakan Umum APBD, serta Prioritas
Plafon Anggaran, maka perlu disusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Tahun Anggaran 2011 sebagai Rencana Kerja Pemerintah Daerah untuk melaksanakan
hak dan kewajiban secara efektif, efisien, transparan dan bertanggungjawab
dalam rangka peningkatan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan kemasyarakatan.
PENDAHULUAN
Paparan ini terdiri dari 4 (tiga)
bagian, yaitu ringkasan pendapatan, belanja , surplus/defisit dan pembiayaan.
1.
Pendapatan. Bagian ini melihat perubahan dalam berbagai komponen pendapatan.
Untuk pemerintah daerah yang ada di Indonesia, pendapatan utamanya berasal dari
tiga sumber : Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak dan retribusi,
transfer dari pusat dan pendapatan lainnya. Mengingat rata-rata sumber
pendapatan pemerintah daerah didominasi oleh dana perimbangan yaitu sekitar
80-90%, maka sumber pendapatan pemda dalam kondisi dependable (ketergantungan).
Pada tahun 2011, persentase dana perimbangan hanya sebesar 19% untuk Kabupaten
Badung, sementara itu mencapai 97% untuk Kota Tual. Beberapa daerah yang
dianugerahi kekayaan alam yang melimpah seperti di Kalimantan Timur, Riau dan
Papua memiliki persentase dana bagi hasil yang signifikan, tertinggi mencapai
87% untuk Kab. Kutai Kertanegara.
2. Belanja.
Bagian ini menujukkan perkembangan total belanja dalam periode 5 (lima) tahun.
Selain itu, akan ditunjukkan pula perubahan dalam jenis belanja sehingga dapat
diketahui jika ada satu komponen yang berubah relatif terhadap komponen lain.
Untuk pemda di Indonesia, klasifikasi belanja secara ekonomi dibagi kedalam 10
(sepuluh) jenis, yaitu belanja pegawai, barang dan jasa, modal, belanja bunga,
belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil kpd
Prop/Kab/Kota dan Pemdes, belanja bantuan keuangan kpd Prop/Kab/Kota dan
Pemdes, dan belanja tidak terduga. Belanja pegawai, barang jasa dan modal
merupakan tiga jenis belanja dengan persentase terbesar dibanding jenis belanja
lainnya. Oleh karena itu, dalam bagian ini belanja berdasar klasifikasi ekonomi
dibagi kedalam 4 kelompok yaitu belanja pegawai, barang jasa, modal dan
lain-lain.
3. Surplus/Defisit. Pada bagian ini ditunjukkan
aktual pendapatan, belanja dan surplus/defisit dalam periode 5 (lima) tahun.
Pada dasarnya, dari bagian ini dapat terlihat “surplus dan defisit” secara
nasional. Namun, tidak seperti private sector, surplus yang besar tidak
diharapkan terjadi karena hal ini dapat mengindikasikan bahwa pemerintah daerah
tidak memberikan pelayanan publik secara optimal dalam beberapa hal.
4. Pembiayaan. Pos ini menggambarkan transaksi
keuangan pemda yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara Pendapatan dan
Belanja Daerah. Jika Pendapatan lebih kecil dari belanja maka terjadi defisit
dan akan ditutupi dengan penerimaan pembiayaan, begitu juga sebaliknya.
LATAR BELAKANG
Pengertian APBD
APBD adalah suatu
rancangan keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Seperti halnya dengan APBN,
rencana APBD diajukan setiap tahun oleh pemerintah daerah kepada DPRD untuk
dibahas dan kemudian disahkan sebagai peraturan daerah.
Fungsi
APBD
Pada Peraturan menteri
dalam Negeri Nomor 13 Thn 2006 menyatakan bahwa APBD
mempunyai beberapa fungsi antara lain sebagai berikut:
- Fungsi otorisasi.Anggaran daerah tersebut menjadi dasar untuk dapat melaksanakan pendapatan serta belanja daerah ditahun bersangkutan
- Fungsi perencanaan.Anggaran daerah tersebut menjadi suatu pedoman bagi manajemen didalam merencanakan suatu kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
- Fungsi pengawasan.Anggaran daerah tersebut menjadi suatu pedoman untuk dapat menilai apakah kegiatan atau aktivitas penyelenggaraan pemerintah daerah tersebut sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
- Fungsi alokasi.Anggaran daerah tersebut harus diarahkan untuk dapat menciptakan lapangan kerja atau juga mengurangi pengangguran serta pemborosan sumber daya, dan juga meningkatkan efesiensi & efektifitas perekonomian.
- Fungsi distribusi.Anggaran daerah tersebut harus memperhatikan pada rasa keadilan dan juga kepatutan.
- Fungsi stabilitasi.Anggaran daerah tersebut menjadi alat untuk dapat memelihara serta mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian suatu daerah.
PEMBAHASAN
I. PENDAPATAN DAERAH
Untuk tahun 2007-2011,
rata-rata jumlah PAD hanya sekitar 17% dan Lain-lain pendapatan hanya 10%
(Tabel 1) dari total pendapatan, sementara Dana Perimbangan (Daper) mencapai
73%. Persentase dan tren dari ketiga sumber pendapatan ini ditunjukkan dalam
Tabel 2 dan Chart 1.
Chart 1 memperlihatkan
bahwa meskipun DAPER mempunyai proporsi paling besar, akan tetapi
kecenderungannya semakin menurun dari tahun ke tahun. Jika di TA 2007 nilainya
mencapai 78%, maka pada tahun-tahun sesudahnya semakin menurun hingga menjadi
68% di TA 2011. Kondisi sebaliknya terjadi untuk PAD, di mana nilai proporsinya
cenderung mengalami kenaikan, dari 13% di TA 2007 menjadi 20% di TA 2011.
Adapun untuk lain-lain pendapatan nilai proporsinya cenderung lebih
berfluktuasi sepanjang TA 2007 hingga TA 2011, dengan nilai terendah
Total Dana Perimbangan
konsisten bertambah selama periode 2007 – 2011. Dalam lima tahun, Total Dana
Perimbangan telah meningkat sebesar 45%. Hal ini sejalan dengan peningkatan
Dana Alokasi Umum sebesar 42% selama 2007-2011 dan Dana Alokasi Khusus sebesar
36%
II. BELANJA DAERAH
Total belanja meningkat
sebesar 83% dari tahun 2007 sampai tahun 2011 yang kemungkinan besar disebabkan
karena makin banyaknya jumlah daerah, disamping alasan logis bertambahnya
kebutuhan pemerintah daerah.
Dari keempat-besar jenis belanja tersebut, Belanja
pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja lainnya meningkat dalam nilai
yang relatif konstan, sementara belanja modal menurun sekitar 8%.
Sebagian besar belanja daerah digunakan untuk
belanja pegawai sebesar 58%, meningkat tajam dibandingkan belanja pegawai tahun
lalu sebesar 45%. Provinsi Papua Barat memiliki persentase belanja pegawai
paling kecil yaitu sebesar 9%, sementara Kab. Demak mencapai 89% yaitu sekitar
2 kali rata-rata belanja pegawai nasional.
Persentase belanja untuk fungsi-fungsi pelayanan
umum, pendidikan, kesehatan relatif meningkat. Sementara alokasi untuk fungsi
ekonomi seperti perkebunan dan penanaman modal relatif menurun. Alokasi untuk
fungsi pelayanan umum merupakan alokasi terbesar untuk tiap tahunnya yaitu
mencapai 36% dari total belanja.
III. SURPLUS/(DEFISIT).
Sebagaimana terlihat pada chart 4 dibawah ini,
anggaran daerah dalam tahun 2007-2011 menunjukkan pola yang fluktuatif dan
dalam bersentase terhadap anggaran, angka tersebut masih dapat dikategorikan
dalam level yang bisa diterima dengan range kurang dari 10%. Selama pada Tahun
2011, defisit sekitar Rp32 Triliun, yaitu 7% dari anggaran. Dari chart ini
terlihat bahwa realisasi APBD cenderung menunjukkan angka surplus yaitu untuk
Tahun 2007-2009, sementara untuk data anggaran 2010-2011 cenderung menggambarkan
APBD defisit.
IV. PEMBIAYAAN
Lebih dari 90% penerimaan pembiayaan berasal
dari sisa lebih anggaran tahun sebelumnya, yaitu mencapai Rp37 Triliun pada
Tahun 2011, kemudian diikuti oleh Penerimaan Pinjaman dan Obligasi Daerah
sebesar 6% (Rp 2 Triliun). Pengeluaran pembiayaan utamanya dialokasikan untuk
penyertaan modal (investasi) daerah sebesar 44% (Rp 3,4 Triliun) dan Pembayaran
pokok utang 41% (Rp 3,1 Triliun).
KESIMPULAN
APBD merupakan satu kesatuan yang
terdiri dari:
1. Pendapatan
Daerah
Pendapatan
daerah adalah hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
dalam periode tahun bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
2. Belanja
Daerah
Belanja
daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang
mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun
anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.
3. Pembiayaan
Daerah
Pembiayaan
adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang
akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada
tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan Daerah menurut Permendagri Nomor 13
Tahun 2006 Pasal 59 terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran
Pembiayaan Daerah.
DAFTAR PUSTAKA
UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang
Keuangan Negara
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 22 th 2011
http://artipengetahuan.blogspot.com/2013/02/penetapan-anggaran-daerah- apbd.html diakses pada tanggal 15 September 2013
http://addyarchy07.blogspot.com/2011/12/struktur-penyusunan-dan-penetapan- apbd.html diakses pada tanggal 15 September 2013
Akuntansi Sektor Publik “Mardiasmo”
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan www.djpk.depkeu.go.id
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
32 TAHUN 2004
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
TIDAK BISA DI COPY :(
ReplyDelete