Friday 8 January 2016

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH DAERAH (APBD) 2011 OLEH NUR FEBRIANTO B200140262

ABSTRAK
Statistik Keuangan Pemerintah Daerah  merupakan publikasi yang menyediakan informasi seputar pendapatan, belanja dan pembiayaan pemerintah daerah di Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten dan 93 kota yang diakomodir oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam kaitannya dengan desentralisasi fiskal.
Bahwa untuk melaksanakan amanat Pasal 179 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan sesuai dengan kebijakan Umum APBD, serta Prioritas Plafon Anggaran, maka perlu disusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2011 sebagai Rencana Kerja Pemerintah Daerah untuk melaksanakan hak dan kewajiban secara efektif, efisien, transparan dan bertanggungjawab dalam rangka peningkatan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan.
  


PENDAHULUAN
            Paparan ini terdiri dari 4 (tiga) bagian, yaitu ringkasan pendapatan, belanja , surplus/defisit dan pembiayaan.
 1. Pendapatan. Bagian ini melihat perubahan dalam berbagai komponen pendapatan. Untuk pemerintah daerah yang ada di Indonesia, pendapatan utamanya berasal dari tiga sumber : Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak dan retribusi, transfer dari pusat dan pendapatan lainnya. Mengingat rata-rata sumber pendapatan pemerintah daerah didominasi oleh dana perimbangan yaitu sekitar 80-90%, maka sumber pendapatan pemda dalam kondisi dependable (ketergantungan). Pada tahun 2011, persentase dana perimbangan hanya sebesar 19% untuk Kabupaten Badung, sementara itu mencapai 97% untuk Kota Tual. Beberapa daerah yang dianugerahi kekayaan alam yang melimpah seperti di Kalimantan Timur, Riau dan Papua memiliki persentase dana bagi hasil yang signifikan, tertinggi mencapai 87% untuk Kab. Kutai Kertanegara.
 2. Belanja. Bagian ini menujukkan perkembangan total belanja dalam periode 5 (lima) tahun. Selain itu, akan ditunjukkan pula perubahan dalam jenis belanja sehingga dapat diketahui jika ada satu komponen yang berubah relatif terhadap komponen lain. Untuk pemda di Indonesia, klasifikasi belanja secara ekonomi dibagi kedalam 10 (sepuluh) jenis, yaitu belanja pegawai, barang dan jasa, modal, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil kpd Prop/Kab/Kota dan Pemdes, belanja bantuan keuangan kpd Prop/Kab/Kota dan Pemdes, dan belanja tidak terduga. Belanja pegawai, barang jasa dan modal merupakan tiga jenis belanja dengan persentase terbesar dibanding jenis belanja lainnya. Oleh karena itu, dalam bagian ini belanja berdasar klasifikasi ekonomi dibagi kedalam 4 kelompok yaitu belanja pegawai, barang jasa, modal dan lain-lain.
3. Surplus/Defisit. Pada bagian ini ditunjukkan aktual pendapatan, belanja dan surplus/defisit dalam periode 5 (lima) tahun. Pada dasarnya, dari bagian ini dapat terlihat “surplus dan defisit” secara nasional. Namun, tidak seperti private sector, surplus yang besar tidak diharapkan terjadi karena hal ini dapat mengindikasikan bahwa pemerintah daerah tidak memberikan pelayanan publik secara optimal dalam beberapa hal.
4. Pembiayaan. Pos ini menggambarkan transaksi keuangan pemda yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara Pendapatan dan Belanja Daerah. Jika Pendapatan lebih kecil dari belanja maka terjadi defisit dan akan ditutupi dengan penerimaan pembiayaan, begitu juga sebaliknya.


LATAR BELAKANG



Pengertian APBD 
APBD adalah suatu rancangan keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Seperti halnya dengan APBN, rencana APBD diajukan setiap tahun oleh pemerintah daerah kepada DPRD untuk dibahas dan kemudian disahkan sebagai peraturan daerah.
Fungsi APBD
Pada Peraturan menteri dalam Negeri Nomor 13 Thn 2006 menyatakan bahwa APBD mempunyai beberapa fungsi antara lain sebagai berikut:
  • Fungsi otorisasi. 
    Anggaran daerah tersebut menjadi dasar untuk dapat melaksanakan pendapatan serta belanja daerah ditahun bersangkutan
  • Fungsi perencanaan.
    Anggaran daerah tersebut menjadi suatu pedoman bagi manajemen didalam merencanakan suatu kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
  • Fungsi pengawasan.
    Anggaran daerah tersebut menjadi suatu pedoman untuk dapat menilai apakah kegiatan atau aktivitas penyelenggaraan pemerintah daerah tersebut sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
  • Fungsi alokasi. 
    Anggaran daerah tersebut harus diarahkan untuk dapat menciptakan lapangan kerja atau juga mengurangi pengangguran serta pemborosan sumber daya, dan juga meningkatkan efesiensi & efektifitas perekonomian.
  • Fungsi distribusi.
    Anggaran daerah tersebut harus memperhatikan pada rasa keadilan dan juga kepatutan.
  • Fungsi stabilitasi.
    Anggaran daerah tersebut menjadi alat untuk dapat memelihara serta mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian suatu daerah.

PEMBAHASAN
I. PENDAPATAN DAERAH

Untuk tahun 2007-2011, rata-rata jumlah PAD hanya sekitar 17% dan Lain-lain pendapatan hanya 10% (Tabel 1) dari total pendapatan, sementara Dana Perimbangan (Daper) mencapai 73%. Persentase dan tren dari ketiga sumber pendapatan ini ditunjukkan dalam Tabel 2 dan Chart 1.


Chart 1 memperlihatkan bahwa meskipun DAPER mempunyai proporsi paling besar, akan tetapi kecenderungannya semakin menurun dari tahun ke tahun. Jika di TA 2007 nilainya mencapai 78%, maka pada tahun-tahun sesudahnya semakin menurun hingga menjadi 68% di TA 2011. Kondisi sebaliknya terjadi untuk PAD, di mana nilai proporsinya cenderung mengalami kenaikan, dari 13% di TA 2007 menjadi 20% di TA 2011. Adapun untuk lain-lain pendapatan nilai proporsinya cenderung lebih berfluktuasi sepanjang TA 2007 hingga TA 2011, dengan nilai terendah


Total Dana Perimbangan konsisten bertambah selama periode 2007 – 2011. Dalam lima tahun, Total Dana Perimbangan telah meningkat sebesar 45%. Hal ini sejalan dengan peningkatan Dana Alokasi Umum sebesar 42% selama 2007-2011 dan Dana Alokasi Khusus sebesar 36%

 

 

II. BELANJA DAERAH
Total belanja meningkat sebesar 83% dari tahun 2007 sampai tahun 2011 yang kemungkinan besar disebabkan karena makin banyaknya jumlah daerah, disamping alasan logis bertambahnya kebutuhan pemerintah daerah.

Dari keempat-besar jenis belanja tersebut, Belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja lainnya meningkat dalam nilai yang relatif konstan, sementara belanja modal menurun sekitar 8%.

Sebagian besar belanja daerah digunakan untuk belanja pegawai sebesar 58%, meningkat tajam dibandingkan belanja pegawai tahun lalu sebesar 45%. Provinsi Papua Barat memiliki persentase belanja pegawai paling kecil yaitu sebesar 9%, sementara Kab. Demak mencapai 89% yaitu sekitar 2 kali rata-rata belanja pegawai nasional.

Persentase belanja untuk fungsi-fungsi pelayanan umum, pendidikan, kesehatan relatif meningkat. Sementara alokasi untuk fungsi ekonomi seperti perkebunan dan penanaman modal relatif menurun. Alokasi untuk fungsi pelayanan umum merupakan alokasi terbesar untuk tiap tahunnya yaitu mencapai 36% dari total belanja.


III. SURPLUS/(DEFISIT).
 Sebagaimana terlihat pada chart 4 dibawah ini, anggaran daerah dalam tahun 2007-2011 menunjukkan pola yang fluktuatif dan dalam bersentase terhadap anggaran, angka tersebut masih dapat dikategorikan dalam level yang bisa diterima dengan range kurang dari 10%. Selama pada Tahun 2011, defisit sekitar Rp32 Triliun, yaitu 7% dari anggaran. Dari chart ini terlihat bahwa realisasi APBD cenderung menunjukkan angka surplus yaitu untuk Tahun 2007-2009, sementara untuk data anggaran 2010-2011 cenderung menggambarkan APBD defisit.





IV. PEMBIAYAAN
 Lebih dari 90% penerimaan pembiayaan berasal dari sisa lebih anggaran tahun sebelumnya, yaitu mencapai Rp37 Triliun pada Tahun 2011, kemudian diikuti oleh Penerimaan Pinjaman dan Obligasi Daerah sebesar 6% (Rp 2 Triliun). Pengeluaran pembiayaan utamanya dialokasikan untuk penyertaan modal (investasi) daerah sebesar 44% (Rp 3,4 Triliun) dan Pembayaran pokok utang 41% (Rp 3,1 Triliun).




KESIMPULAN
APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:
1.      Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah adalah hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
2.      Belanja Daerah
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.
3.      Pembiayaan Daerah
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan Daerah menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 59 terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah.



DAFTAR PUSTAKA
UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 22 th 2011
http://www.bpk.go.id/web/?page_id=2218 diakses pada tanggal 15 September 2013
Akuntansi Sektor Publik “Mardiasmo”
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan  www.djpk.depkeu.go.id
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
Posted on by Akuntansi Publik | 1 comment

1 comment: