Korupsi
bisa dibilang musuh bersama bangsa Indonesia. Korupsi merupakan salah satu
penyebab tersendatnya laju perekonomian dan perkembangan bangsa Indonesia untuk
menjadi bangsa maju seperti negara-negara yang sudah mapan di belahan bumi ini.
Pemberantasan korupsi yang sudah dilakukan oleh para lembaga pemberantasan
korupsi di Indonesia belum bisa dijadikan senjata untuk memberantas semua
kasus-kasus yang muncul di negara ini. Penyebab masalah korupsi ini muncul juga
dari berbagai sumber,mulai dari birokrasi yang ada maupun yang paling penting
mentalitas para pejabat pemeritahan pemegang kekuasaan.
Penegakan hukum sudah
berbeda jalannya jika sudah di campuri oleh urusan politik. Banyak kasus yang
ada terkesan ada pebiaran dan pelepasan isu kepada publik sehingga terkesan
para penegak hukum tidak bisa brbuat apa-apa untuk mengatasi masalah tersebut.
Olehk karena itu, wajar jika kepercayaan publik dalam hal ini masyarakat
Indonesia secara luas terhadap lembaga-lembaga pemberantas korupsi menurun.
Bangsa Indonesia
dihadapkan pada permasalahan penyakit moral yang dapat dikatakan sudah sangat
parah, yaitu korupsi. Penyakit moral yang katanya sudah membudaya dan mengakar
dari sejak jaman penjajahan, ternyata masih saja berlangsung sampai saat ini.
Pergantian setiap rezim yang terjadi ternyata tidak mengubah terlalu banyak
perilaku kotor yang dilakukan oleh para koruptor tersebut, padahal untuk setiap
rezim itu pula janji manis pemberantasan korupsi akan dilakukan
Pernyataan
"memberantas korupsi di Indonesia dimulai dari pemberantasan korupsi di
lembaga penegak hukum", mengandung pokok pemikiran bahwa: pertama,
pemberantasan korupsi di Indonesia mempunyai kaitan sangat erat terhadap
kinerja lembaga penegak hukum. Kedua, korupsi di lembaga penegak hukum terjadi
sebagai akibat dari efek domino adanya korupsi yang terjadi di luar lembaga
penegak hukum; ketiga, korupsi ada jika seseorang secara tidak sah meletakkan
kepentingan pribadinya di atas kepentingan rakyat serta cita-cita yang menurut
sumpah akan dilayaninya. Korupsi itu muncul dalam banyak bentuk menyangkut
penyalahgunaan instrumen-instrumen kebijakan, apakah kebijakan mengenai tarif,
sistem penegakan hukum, keamanan umum, pelaksanaan kontrak, pengembalian
pinjaman, dan hal-hal lain, atau menyangkut prosedur-prosedur sederhana.
Korupsi bisa jarang atau meluas, bahkan di sejumlah negara sedang berkembang,
korupsi telah meresap ke dalam sistem ketatanegaraan(Otto,2006).
Tindakan perilaku
korupsi yang akhir-akhir ini makin banyak terjadi dan terpampang jelas dimata
publik karena dipublikasikan di berbagai media massa maupun media cetak di
negri ini. Tindakan korupsi mayoritas dilakukan oelh pejabat tinggi negara yang
seharusya dapat dipercaya oleh masyarakat luas untuk dapat memajukan kesejateraan
rakta sekarang malah berbuat sebaliknya dengan melakukan tindakan bejat
tersebut.
Hal ini tentu saja sangat memprhatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang
seharusnya dipimpinnya, yaitu oleh para pejabat negara yang ternyata malah
terbukti melakukan tindakan korupsi.
Rendahnya mentalitas para pemimpin kita semakin
menambah derita rakyat yang hanya bisa menunggu serta mengharap harapan yang
tentunya tidak pasti dari para pemimpin yang dulunya di elu-elukan untuk menjadi
pejabat ataupun pemimpin tak kunjung menepati janjinya. Pertanggung Jawaban
yang dilaporkan para pemangku kebijakan pun tidak bisa mewakilkan dan
menjelaskan kinerja maupun laporan keuangan yang transparan, membuat masyarakat
umum berfikir kembali tentang perilaku para pemimpinnya.
Koordinasi diantara lembaga-lembaga pemberantas
korupsi belum berjalan sesuai dengan yang diinginkan, yang seharusnya bisa
berjalan beriringan dan lebih mudah untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Sejauh ini, KPK adalah adalah lembaga penegak yang berperan lebih dalam
pemberantasan korupsi di negara ini. Terkesan berjalan sendiri dan belum
mendapat dukungan dari lembaga penegak korupsi yang lain. Tidak mengherankan
jika adanya hal tersebut membuat kepercayaan publik menurun terhadap penegakan
korupsi di Indonesia.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
peran pemerintah dalam pemberantasan korupsi
2.
Bagaimana kepercayaan masyarakat
terhadap lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia dan apa penyebabnya
1. Pengertian Korupsi :
Arti
harifiah adalah Kebusukan, keburukan, kebejatan, ke tidak jujuran, dapat di
suap, Tidak bermoral, penyimpangan dari ke sucian.Menurut perspektif hukum,
definisi korupsi di jelaskan dalam 13 pasal ( UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No 20
Tahun 2001 ) Merumuskan 30 bentuk / Jenis tindak pidana korupsi, yang di
kelompokan SBB :
1.
Kerugian
keuangan negara
2.
Suap
menyuap
3.
Penggelapan
dalam jabatan
4.
Pemerasan
5.
Perbuatan
curang
6.
Benturan
kepentingan dalam pengadaan
7.
Gratifikasi
Dalam
buku yang diterbitkan oleh Syed Hossein Atalas ciri-ciri korupsi diringkaskan
sebagai
berikut: (a) Suatu penghianatan terhadap kepercayaan, (b) penipuan terhadap
badan pemerintahan, lembaga swasta atau masyarakat umumnya, (c) dengan sengaja
melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan pribadi, (d) dilakukan dengan
rahasia, kecuali dalam keadaan dimana orang-orang yang berkuasa atau bawahanya
menganggapnya tidak perlu, (e) melibatkan lebih dari satu orang atau pihak, (f)
adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalambentuk uang atau yang lainya, (g)
terpusatnya kegiatan (korupsi) pda mereka yang menghendaki keputusan yang pasti
dann menguntungkan bagi dirinya ataupun kelompoknya, (h) adanya usaha untuk
menutupi perbuata korup dalam bentuk-bentuk pengesahan hukum, dan (i)
menunjukan fungsi ganda yang kontradiktitif pada mereka yang melakukan korupsi.
Prof. Dr. Faisal
Santiago S.H. M.M dalam makalahnya mengemukakan upaya – upaya
yang bisa
dilakukan untuk mengatasi masalah korupsi antara lain :
·
Upaya
pencegahan
a.
Menumbuhkan kesadaran masyarakat
mengenai dampak destruktif korupsi,terutama kepada PNS
b.
Pendidikan
anti korupsi
c.
Sosialisasi tindak pidana korupsi
melalui media elektronik maupun media cetak
d.
Perbaikan
remunerasi PNS
·
Upaya Penindakan harusnya dapat
memgakibatkan efek jera kepada pelakunya, yang sisa dilakukan antar lain :
a.
Hukuman
yang berat dapat ditambah dengan denda yang signifikan
b.
Pengembalian
hasil korupsi kepada negara
- Dampak Korupsi
Dari segi ekonomi sendiri, korupsi akan
berdampak banyak perekonomian negara kita. Yang paling utama pembangunan
terhadap sektor - sektor publik menjadi tersendat. Dana APBN maupun APBD dari
pemerintah yang hampir semua dialokasikan untuk kepentingan rakyat seperti
fasilitas-fasilitas publik hampir tidak terlihat realisasinya, kalaupun ada
realisasinya tentunya tidak sebanding dengan biaya anggaran yang diajukan.
Walaupun belum banyak buktinya, jelas ini merupakan indikasi terhadap korupsi.
Tidak jelasnya pembangunan fasilitas - fasilitas publik ini nantinya akan
memberi efek domino yang berdampak sistemik bagi publik, yang dalam ini adalah
masyarakat. Contoh kecilnya saja, jalan - jalan yang rusak dan tidak pernah
diperbaiki akan mengakibatkan susahnya masyarakat dalam melaksanakan mobilitas
mereka termasuk juga dalam melakukan
kegiatan
ekonomi mereka. Jadi akibat dari korupsi ini tidak hanya mengganggu
perekonomian dalam skala makro saja, tetapi juga mengganggu secara mikro dengan
terhambatnya suplai barang dan jasa sebagai salah satu contohnya.
Karena terhambatnya segala macam pembangunan dalam
sektor-sektor publik, Kebijakan- kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah tidak
akan optimal lagi. Segala macam kebijakan-kebijakan yang pro rakyat dibuat
pemerintah akan menjadi sia - sia hanya karena masalah korupsi. Hal ini akan
menambah tingkat kemiskinan, pengangguran dan juga kesenjangan sosial karena
dana pemerintah yang harusnya untuk rakyat justru masuk ke kantong para pejabat
dan orang - orang yang tidak bertanggung jawab lainnya. Kebijakan-kebijakan
pemerintah yang tidak optimal ini akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah
di berbagai bidang. Menurunnya kualitas pelayanan pemerintah akan mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kepercayaan masyarakat yang semakin
berkurang dapat membuat masyarakat menjadi marah. Kita bisa lihat contoh di
Tunisia, Mesir dan Libya di mana kemarahan masyarakat dapat menggulingkan
pemerintah, mereka melakukan hal - hal tersebut utamanya karena masalah
ekonomi. Pada tahun 1998 pun kerusuhan yang ada di dipicu oleh masalah ekonomi,
yakni krisis moneter yang jika dikaji penyebabnya ialah karena masalah korupsi.
Bukan hal tersebut akan terulang jika korupsi masih merajalela dan pemerintah
tidak menanggapi masalah ini dengan serius.
Dari segi investor sendiri, dengan adanya korupsi di
dalam tubuh pemerintah membuat produsen harus mengeluarkan cost tambahan
untuk menyelesaikan masalah birokrasi. Bertambahnya cost ini tentunya
akan merugikan mereka. Sementara bagi para investor asing, mereka akan tidak
tertarik untuk berinvestasi di Indonesia karena masalah birokrasi yang menjadi
ladang korupsi ini dan beralih untuk berinvestasi di negara lain. Hal ini akan
merugikan negara karena dengan adanya investasi asing negara kita akan
mendapatkan
penghasilan
yang besar melalui pajak, begitu juga dengan masyarakat, mereka akan
mendapatkan lapangan kerja dan penghasilan. Akan tetapi gara - gara korupsi,
semuanya menghilang begitu saja. Masalah tingginya tingkat pengangguran dan
rendahnya tingkat kesejahteraan pun menjadi tak teratasi. Dari UKM sendiri yang
merupakan tonggak perekonomian Indonesia, adanya korupsi membuat mereka menjadi
tidak berkembang. Pemerintah menjadi tidak peduli terhadap mereka lagi karena
dalam sektor UKM sendiri tidak banyak “menguntungkan” bagi pemerintah. Padahal,
lagi - lagi UKM sendiri merupakan usaha yang sifatnya massal dan banyak
menyedot lapangan kerja. Tidak berkembangnya UKM ini juga akan menyebabkan
tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan. Apalagi
dengan adanya China ASEAN Free Trade Agreement tentunya akan
semakin menyulitkan bagi sektor UKM untuk berkembang.
3. Pengertian Transparansi
Akuntabilitas dan transparansi merupakan
prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam good governance. Padahal dalam
mewujudkan “good governance” yang harus good bukan saja government, tetapi juga
pihak private dan masyarakat. Transparansi adalah keterbukaan atas semua
tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Transparan di bidang
manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Di lembaga
pendidikan, bidang manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan
sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya
harus jelas sehingga bias memudahkan pihak -pihak yang berkepentingan untuk
mengetahiunya (Surya Darma,2007).
Transparansi keuangan sangat diperlukan dalam
menungkatkan dukungan orang tua, masyarakat dan pemerintah dalam
penyelenggaraan seluruh program
pendidikan di sekolah. Transparansi
ditujukkan untuk membangun kepercayaan dan keyakinan kepada sekolah bahwa sek
olah adalah organisasi pelayanan pendidikan yang bersih dan berwibawa, bersih
dalam arti tidak KKN dan berwibawa dalam arti professional. Transparansi
bertujuan untuk menciptakan kepercayaan timbale balik antara sekolah dan publik
melalui informasi yang memadai dan menjamin kemudahan dalam memperoleh
informasi yang akurat (Muhammad,2007).
Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal
-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan
menjamin kemudahan di dalam memperoleh informas i yang akurat dan memadai.
Surya Darma (2007:17) informasi adalah suatu kebutuhan penting bagi masyarakat
untuk berpartisipasi dalam kegiatan pemerintahan . Berkaitan dengan hal
tersebut pemerintah harus proaktif memberikan informasi lengkap tentang
kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat.
Kepercayaan
Masyarakat terhadap Lembaga Pemerintah Pemberantas Korupsi
Dikutip dari KOMPAS.com, survei terakhir Indo
Barometer mencatat tingkat kepercayaan publik terhadap kepolisian dan kejaksaan
lebih rendah daripada kepercayaan publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dengan hasil survei ini, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menilai,
belum saatnya jika umur Komisi Pemberantasan Korupsi dibatasi hanya sampai 12
tahun seperti yang diatur dalam draf revisi Undang-Undang KPK.
"Kalau
tingkat kepercayaan terhadap kepolisian dan kejaksaan sudah sama atau lebih
tinggi dari KPK, barulah KPK bisa dibubarkan," kata Qodari saat merilis
hasil surveinya, di Jakarta, Kamis (8/10/2015).
Survei
mencatat, tingkat kepercayaan publik terhadap Kepolisian RI hanya mencapai 56,6
persen. Sisanya seebesar 34,5 persen mengaku tidak percaya dengan kepolisan.
Angka tidak jauh berbeda didapatkan oleh kejaksaan, hanya 53,5 persen yang
mengaku puas dengan kinerja kejaksaan. Sisanya sebanyak 32,3 persen mengaku
tidak percaya.
Dari
semua lembaga, tingkat kepercayaan terhadap kepolisian dan kejaksaan ini hanya
berada di atas DPR (44,5 persen) dan DPD (44,8 persen). Sebaliknya, Komisi
Pemberantasan Korupsi adalah lembaga yang paling dipercaya oleh masyarakat.
Tingkat
kepercayaan terhadap KPK hampir dua kali lipat tingkat kepercayaan terhadap
kepolisian dan kejaksaan. Sebanyak 82 persen publik mengaku percaya dengan KPK.
Hanya 11,2 persen yang mengaku tidak percaya dengan lembaga antirasuah itu.
Fungsi
pendidikan antikorupsi pada KPK juga diusulkan dihilangkan. Ada juga usulan
bahwa hanya pegawai negeri sipil (PNS) Polri, Kejaksaan Agung, serta Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang boleh menjadi pegawai KPK.
C. KESIMPULAN
Dihadapkan kenyataan
semacam yang ada di atas tersebut, publik sudah bisa menilai bagaimana kinerja
dari lembaga-lembaga dalam pemberantasan korupsi yang ada di Indonesia. Yang
mayoritas tidak puas dengan kinerja berbagai lembaga hukum. Ketidakpercayaan
masyarakat cukup beralasan karena dilihat dari proses pemberantasan korupsi
selama ini malah sperti di pertontonkan adegan sinetron yang ada skenario untuk
menghibur masyarakat, selama ini tidak berlangsug sesuai dengan yang di
inginkan oleh masyarakat.
Untuk menumbuhkan
kepercayaan publik kembali tentunya membutuhkan waktu yang lama, di barengi
dengan reformasi birokrasi yang ada dalam pemerintahan. Di harapkan dengan
adanya hal tersebut bisa mengurangi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab
dalam lembaga tersebut. Dan juga, mentalitas para pemimpin kita juga harus
diperbaiki. Revolusi mental akan sangat penting untuk menuju negeri Indonesia
yang lebih baik lagi.
Kita sebagai salah satu
bagian dari masyarakat juga bisa dapat berperan aktif dalam membantu
pemberantasan di negara ini. Sebagai warga negara yang baik sebaiknya jika
mengetahui tindakan korupsi dilakukan oleh seseorang, baiknya dilaporkan kepada
pihak yang berwenang untuk bisa di tindak lanjuti. Terlepas dari baik buruknya
kinerja lembaga pemberantas korupsi kita, sebaiknya dengan bijak kita juga
harus optimis dan percaya kepada mereka dengan harapan lebih baik kedepannya.
Alatas, Syed
Hussein. (1983). Sosiologi Korupsi. LP3ES. Jakarta.
Hartanti,
Evi. (2007). Tindak Pidana Korupsi edisi kedua. Jakarta :PT Sinar Grafika.
Jacob, Nikolaus Georg Edmund. *2010).
Alatas,S.H. ,
1987. Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi, LP3ES, Jakarta.
Andi
Hamzah, 2004. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Indriyanto Seno
Adji, S.H., M.H., 2009. Korupsi dan Penegakan Hukum, Media, Jakarta.
Adib
Bahri dan Khotibul Umam. 2009. Komisi Pemberantasan Korupsi Dari A Sampai Z.
Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustitia
Junaidi
Staoerwartojo. 1995. Korupsi Pola Kegiatan Dan Penindakan Serta Peran
Pengawasan Penanggulangan. Jakarta: Penerbit Restu Agung
Undang-Undang
Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
Jurnal Nasional
Yunus
Husein, Pemberantasn Tindak Pidana Korupsi Melalui Pelaksanaan Undang- Undang
Tindak Pidana Pencucian Uang, makalah disampaikan dalam Pelatihan Penanganan
Korupsi Untuk Aparat Penegak Hukum dan Auditor, Universitas Andalas 22
September 2005. Yenti Ganarsih, Anti Pencucian Uang Sebagai Strategi Untuk
Memberantas Kejahatan Keuangan (Profit Oriented Crimes), Jurnal Hukum
Progresif, PDIH Undip, Semarang, 2006.Lembaran Negara Republik Indonesia.
Jakarta
Mardana,
Gigih. (2010). Komunikasi Politik di Media Massa. Jurnal Komunikasi Massa Vol 3
No 2. Pascasarjana Ilmu Komunikasi UNS.
Sapardjaja, Komariah Emong, Ajaran Sifat
Melawan Hukum Materiel dalam Hukum Pidana Indonesia, Bandung, Alumni, 2002
Lopa, Baharuddin, Kejahatan Korupsi dan
Penegakan Hukum, Jakarta, Kompas, 2001, Loqman, Loebby, Pra-peradilan di
Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982.
Manan, Bagir, "Mewujudkan
Independensi Kekuasaan Kehakiman dengan Reformasi Mahkamah Agung", dalam
Jurnal Keadilan vol. 2, No. 6, Tahun 2002.
Poernomo, Bambang, Masyarakat Anti
Korupsi Menjadi Dasar Pemerintahan yang Bersih KKN dan Negara Demokrasi
Kerakyatan, Makalah, 2005.
0 comments:
Post a Comment