Wednesday, 6 January 2016

Penurunan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Lembaga Pemberantasan Korupsi di Indonesia Oleh Nova Rudiansah (B 200 110 203)



Abstrak


 


Korupsi bisa dibilang musuh bersama bangsa Indonesia. Korupsi merupakan salah satu penyebab tersendatnya laju perekonomian dan perkembangan bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa maju seperti negara-negara yang sudah mapan di belahan bumi ini. Pemberantasan korupsi yang sudah dilakukan oleh para lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia belum bisa dijadikan senjata untuk memberantas semua kasus-kasus yang muncul di negara ini. Penyebab masalah korupsi ini muncul juga dari berbagai sumber,mulai dari birokrasi yang ada maupun yang paling penting mentalitas para pejabat pemeritahan pemegang kekuasaan. 

Penegakan hukum sudah berbeda jalannya jika sudah di campuri oleh urusan politik. Banyak kasus yang ada terkesan ada pebiaran dan pelepasan isu kepada publik sehingga terkesan para penegak hukum tidak bisa brbuat apa-apa untuk mengatasi masalah tersebut. Olehk karena itu, wajar jika kepercayaan publik dalam hal ini masyarakat Indonesia secara luas terhadap lembaga-lembaga pemberantas korupsi menurun.

A.  LATAR BELAKANG

Bangsa Indonesia dihadapkan pada permasalahan penyakit moral yang dapat dikatakan sudah sangat parah, yaitu korupsi. Penyakit moral yang katanya sudah membudaya dan mengakar dari sejak jaman penjajahan, ternyata masih saja berlangsung sampai saat ini. Pergantian setiap rezim yang terjadi ternyata tidak mengubah terlalu banyak perilaku kotor yang dilakukan oleh para koruptor tersebut, padahal untuk setiap rezim itu pula janji manis pemberantasan korupsi akan dilakukan

Pernyataan "memberantas korupsi di Indonesia dimulai dari pemberantasan korupsi di lembaga penegak hukum", mengandung pokok pemikiran bahwa: pertama, pemberantasan korupsi di Indonesia mempunyai kaitan sangat erat terhadap kinerja lembaga penegak hukum. Kedua, korupsi di lembaga penegak hukum terjadi sebagai akibat dari efek domino adanya korupsi yang terjadi di luar lembaga penegak hukum; ketiga, korupsi ada jika seseorang secara tidak sah meletakkan kepentingan pribadinya di atas kepentingan rakyat serta cita-cita yang menurut sumpah akan dilayaninya. Korupsi itu muncul dalam banyak bentuk menyangkut penyalahgunaan instrumen-instrumen kebijakan, apakah kebijakan mengenai tarif, sistem penegakan hukum, keamanan umum, pelaksanaan kontrak, pengembalian pinjaman, dan hal-hal lain, atau menyangkut prosedur-prosedur sederhana. Korupsi bisa jarang atau meluas, bahkan di sejumlah negara sedang berkembang, korupsi telah meresap ke dalam sistem ketatanegaraan(Otto,2006).

Tindakan perilaku korupsi yang akhir-akhir ini makin banyak terjadi dan terpampang jelas dimata publik karena dipublikasikan di berbagai media massa maupun media cetak di negri ini. Tindakan korupsi mayoritas dilakukan oelh pejabat tinggi negara yang seharusya dapat dipercaya oleh masyarakat luas untuk dapat memajukan kesejateraan rakta sekarang malah berbuat sebaliknya dengan melakukan tindakan bejat


tersebut. Hal ini tentu saja sangat memprhatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang seharusnya dipimpinnya, yaitu oleh para pejabat negara yang ternyata malah terbukti melakukan tindakan korupsi.

Rendahnya mentalitas para pemimpin kita semakin menambah derita rakyat yang hanya bisa menunggu serta mengharap harapan yang tentunya tidak pasti dari para pemimpin yang dulunya di elu-elukan untuk menjadi pejabat ataupun pemimpin tak kunjung menepati janjinya. Pertanggung Jawaban yang dilaporkan para pemangku kebijakan pun tidak bisa mewakilkan dan menjelaskan kinerja maupun laporan keuangan yang transparan, membuat masyarakat umum berfikir kembali tentang perilaku para pemimpinnya.

Koordinasi diantara lembaga-lembaga pemberantas korupsi belum berjalan sesuai dengan yang diinginkan, yang seharusnya bisa berjalan beriringan dan lebih mudah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sejauh ini, KPK adalah adalah lembaga penegak yang berperan lebih dalam pemberantasan korupsi di negara ini. Terkesan berjalan sendiri dan belum mendapat dukungan dari lembaga penegak korupsi yang lain. Tidak mengherankan jika adanya hal tersebut membuat kepercayaan publik menurun terhadap penegakan korupsi di Indonesia.


Rumusan Masalah


1.      Bagaimana peran pemerintah dalam pemberantasan korupsi

2.      Bagaimana kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia dan apa penyebabnya

B.  LANDASAN TEORI

1.  Pengertian Korupsi :

Arti harifiah adalah Kebusukan, keburukan, kebejatan, ke tidak jujuran, dapat di suap, Tidak bermoral, penyimpangan dari ke sucian.Menurut perspektif hukum, definisi korupsi di jelaskan dalam 13 pasal ( UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001 ) Merumuskan 30 bentuk / Jenis tindak pidana korupsi, yang di kelompokan SBB :

1.        Kerugian keuangan negara

2.        Suap menyuap

3.        Penggelapan dalam jabatan

4.        Pemerasan

5.        Perbuatan curang

6.        Benturan kepentingan dalam pengadaan

7.        Gratifikasi

Dalam buku yang diterbitkan oleh Syed Hossein Atalas ciri-ciri korupsi diringkaskan

sebagai berikut: (a) Suatu penghianatan terhadap kepercayaan, (b) penipuan terhadap badan pemerintahan, lembaga swasta atau masyarakat umumnya, (c) dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan pribadi, (d) dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam keadaan dimana orang-orang yang berkuasa atau bawahanya menganggapnya tidak perlu, (e) melibatkan lebih dari satu orang atau pihak, (f) adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalambentuk uang atau yang lainya, (g) terpusatnya kegiatan (korupsi) pda mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dann menguntungkan bagi dirinya ataupun kelompoknya, (h) adanya usaha untuk menutupi perbuata korup dalam bentuk-bentuk pengesahan hukum, dan (i) menunjukan fungsi ganda yang kontradiktitif pada mereka yang melakukan korupsi.


Prof. Dr. Faisal Santiago S.H. M.M dalam makalahnya mengemukakan upaya – upaya

yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah korupsi antara lain :


·         Upaya pencegahan

a.    Menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai dampak destruktif korupsi,terutama kepada PNS

b.    Pendidikan anti korupsi

c.    Sosialisasi tindak pidana korupsi melalui media elektronik maupun media cetak

d.   Perbaikan remunerasi PNS

·         Upaya Penindakan harusnya dapat memgakibatkan efek jera kepada pelakunya, yang sisa dilakukan antar lain :

a.       Hukuman yang berat dapat ditambah dengan denda yang signifikan

b.      Pengembalian hasil korupsi kepada negara




  1. Dampak Korupsi

Dari segi ekonomi sendiri, korupsi akan berdampak banyak perekonomian negara kita. Yang paling utama pembangunan terhadap sektor - sektor publik menjadi tersendat. Dana APBN maupun APBD dari pemerintah yang hampir semua dialokasikan untuk kepentingan rakyat seperti fasilitas-fasilitas publik hampir tidak terlihat realisasinya, kalaupun ada realisasinya tentunya tidak sebanding dengan biaya anggaran yang diajukan. Walaupun belum banyak buktinya, jelas ini merupakan indikasi terhadap korupsi. Tidak jelasnya pembangunan fasilitas - fasilitas publik ini nantinya akan memberi efek domino yang berdampak sistemik bagi publik, yang dalam ini adalah masyarakat. Contoh kecilnya saja, jalan - jalan yang rusak dan tidak pernah diperbaiki akan mengakibatkan susahnya masyarakat dalam melaksanakan mobilitas mereka termasuk juga dalam melakukan


kegiatan ekonomi mereka. Jadi akibat dari korupsi ini tidak hanya mengganggu perekonomian dalam skala makro saja, tetapi juga mengganggu secara mikro dengan terhambatnya suplai barang dan jasa sebagai salah satu contohnya.

Karena terhambatnya segala macam pembangunan dalam sektor-sektor publik, Kebijakan- kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan optimal lagi. Segala macam kebijakan-kebijakan yang pro rakyat dibuat pemerintah akan menjadi sia - sia hanya karena masalah korupsi. Hal ini akan menambah tingkat kemiskinan, pengangguran dan juga kesenjangan sosial karena dana pemerintah yang harusnya untuk rakyat justru masuk ke kantong para pejabat dan orang - orang yang tidak bertanggung jawab lainnya. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak optimal ini akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah di berbagai bidang. Menurunnya kualitas pelayanan pemerintah akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kepercayaan masyarakat yang semakin berkurang dapat membuat masyarakat menjadi marah. Kita bisa lihat contoh di Tunisia, Mesir dan Libya di mana kemarahan masyarakat dapat menggulingkan pemerintah, mereka melakukan hal - hal tersebut utamanya karena masalah ekonomi. Pada tahun 1998 pun kerusuhan yang ada di dipicu oleh masalah ekonomi, yakni krisis moneter yang jika dikaji penyebabnya ialah karena masalah korupsi. Bukan hal tersebut akan terulang jika korupsi masih merajalela dan pemerintah tidak menanggapi masalah ini dengan serius.

Dari segi investor sendiri, dengan adanya korupsi di dalam tubuh pemerintah membuat produsen harus mengeluarkan cost tambahan untuk menyelesaikan masalah birokrasi. Bertambahnya cost ini tentunya akan merugikan mereka. Sementara bagi para investor asing, mereka akan tidak tertarik untuk berinvestasi di Indonesia karena masalah birokrasi yang menjadi ladang korupsi ini dan beralih untuk berinvestasi di negara lain. Hal ini akan merugikan negara karena dengan adanya investasi asing negara kita akan mendapatkan


penghasilan yang besar melalui pajak, begitu juga dengan masyarakat, mereka akan mendapatkan lapangan kerja dan penghasilan. Akan tetapi gara - gara korupsi, semuanya menghilang begitu saja. Masalah tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan pun menjadi tak teratasi. Dari UKM sendiri yang merupakan tonggak perekonomian Indonesia, adanya korupsi membuat mereka menjadi tidak berkembang. Pemerintah menjadi tidak peduli terhadap mereka lagi karena dalam sektor UKM sendiri tidak banyak “menguntungkan” bagi pemerintah. Padahal, lagi - lagi UKM sendiri merupakan usaha yang sifatnya massal dan banyak menyedot lapangan kerja. Tidak berkembangnya UKM ini juga akan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan. Apalagi dengan adanya China ASEAN Free Trade Agreement tentunya akan semakin menyulitkan bagi sektor UKM untuk berkembang.


3.  Pengertian Transparansi

Akuntabilitas dan transparansi merupakan prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam good governance. Padahal dalam mewujudkan “good governance” yang harus good bukan saja government, tetapi juga pihak private dan masyarakat. Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Transparan di bidang manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas sehingga bias memudahkan pihak -pihak yang berkepentingan untuk mengetahiunya (Surya Darma,2007).



Transparansi keuangan sangat diperlukan dalam menungkatkan dukungan orang tua, masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program


pendidikan di sekolah. Transparansi ditujukkan untuk membangun kepercayaan dan keyakinan kepada sekolah bahwa sek olah adalah organisasi pelayanan pendidikan yang bersih dan berwibawa, bersih dalam arti tidak KKN dan berwibawa dalam arti professional. Transparansi bertujuan untuk menciptakan kepercayaan timbale balik antara sekolah dan publik melalui informasi yang memadai dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat (Muhammad,2007).


Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal -balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informas i yang akurat dan memadai. Surya Darma (2007:17) informasi adalah suatu kebutuhan penting bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pemerintahan . Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah harus proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat.



Kepercayaan Masyarakat terhadap Lembaga Pemerintah Pemberantas Korupsi


Dikutip dari KOMPAS.com, survei terakhir Indo Barometer mencatat tingkat kepercayaan publik terhadap kepolisian dan kejaksaan lebih rendah daripada kepercayaan publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. Dengan hasil survei ini, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menilai, belum saatnya jika umur Komisi Pemberantasan Korupsi dibatasi hanya sampai 12 tahun seperti yang diatur dalam draf revisi Undang-Undang KPK.

"Kalau tingkat kepercayaan terhadap kepolisian dan kejaksaan sudah sama atau lebih tinggi dari KPK, barulah KPK bisa dibubarkan," kata Qodari saat merilis hasil surveinya, di Jakarta, Kamis (8/10/2015).


Survei mencatat, tingkat kepercayaan publik terhadap Kepolisian RI hanya mencapai 56,6 persen. Sisanya seebesar 34,5 persen mengaku tidak percaya dengan kepolisan. Angka tidak jauh berbeda didapatkan oleh kejaksaan, hanya 53,5 persen yang mengaku puas dengan kinerja kejaksaan. Sisanya sebanyak 32,3 persen mengaku tidak percaya.

Dari semua lembaga, tingkat kepercayaan terhadap kepolisian dan kejaksaan ini hanya berada di atas DPR (44,5 persen) dan DPD (44,8 persen). Sebaliknya, Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga yang paling dipercaya oleh masyarakat.

Tingkat kepercayaan terhadap KPK hampir dua kali lipat tingkat kepercayaan terhadap kepolisian dan kejaksaan. Sebanyak 82 persen publik mengaku percaya dengan KPK. Hanya 11,2 persen yang mengaku tidak percaya dengan lembaga antirasuah itu.

Fungsi pendidikan antikorupsi pada KPK juga diusulkan dihilangkan. Ada juga usulan bahwa hanya pegawai negeri sipil (PNS) Polri, Kejaksaan Agung, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang boleh menjadi pegawai KPK.



C.  KESIMPULAN

Dihadapkan kenyataan semacam yang ada di atas tersebut, publik sudah bisa menilai bagaimana kinerja dari lembaga-lembaga dalam pemberantasan korupsi yang ada di Indonesia. Yang mayoritas tidak puas dengan kinerja berbagai lembaga hukum. Ketidakpercayaan masyarakat cukup beralasan karena dilihat dari proses pemberantasan korupsi selama ini malah sperti di pertontonkan adegan sinetron yang ada skenario untuk menghibur masyarakat, selama ini tidak berlangsug sesuai dengan yang di inginkan oleh masyarakat.

Untuk menumbuhkan kepercayaan publik kembali tentunya membutuhkan waktu yang lama, di barengi dengan reformasi birokrasi yang ada dalam pemerintahan. Di harapkan dengan adanya hal tersebut bisa mengurangi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dalam lembaga tersebut. Dan juga, mentalitas para pemimpin kita juga harus diperbaiki. Revolusi mental akan sangat penting untuk menuju negeri Indonesia yang lebih baik lagi.

Kita sebagai salah satu bagian dari masyarakat juga bisa dapat berperan aktif dalam membantu pemberantasan di negara ini. Sebagai warga negara yang baik sebaiknya jika mengetahui tindakan korupsi dilakukan oleh seseorang, baiknya dilaporkan kepada pihak yang berwenang untuk bisa di tindak lanjuti. Terlepas dari baik buruknya kinerja lembaga pemberantas korupsi kita, sebaiknya dengan bijak kita juga harus optimis dan percaya kepada mereka dengan harapan lebih baik kedepannya.

Buku

Alatas, Syed Hussein. (1983). Sosiologi Korupsi. LP3ES. Jakarta.

Hartanti, Evi. (2007). Tindak Pidana Korupsi edisi kedua. Jakarta :PT Sinar Grafika. Jacob, Nikolaus Georg Edmund. *2010).

Alatas,S.H. , 1987. Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi, LP3ES, Jakarta.

Andi Hamzah, 2004. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Indriyanto Seno Adji, S.H., M.H., 2009. Korupsi dan Penegakan Hukum, Media, Jakarta.

Adib Bahri dan Khotibul Umam. 2009. Komisi Pemberantasan Korupsi Dari A Sampai Z. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustitia

Junaidi Staoerwartojo. 1995. Korupsi Pola Kegiatan Dan Penindakan Serta Peran Pengawasan Penanggulangan. Jakarta: Penerbit Restu Agung





Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi



Jurnal Nasional

Yunus Husein, Pemberantasn Tindak Pidana Korupsi Melalui Pelaksanaan Undang- Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, makalah disampaikan dalam Pelatihan Penanganan Korupsi Untuk Aparat Penegak Hukum dan Auditor, Universitas Andalas 22 September 2005. Yenti Ganarsih, Anti Pencucian Uang Sebagai Strategi Untuk Memberantas Kejahatan Keuangan (Profit Oriented Crimes), Jurnal Hukum Progresif, PDIH Undip, Semarang, 2006.Lembaran Negara Republik Indonesia. Jakarta

Mardana, Gigih. (2010). Komunikasi Politik di Media Massa. Jurnal Komunikasi Massa Vol 3 No 2. Pascasarjana Ilmu Komunikasi UNS.


Sapardjaja, Komariah Emong, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel dalam Hukum Pidana Indonesia, Bandung, Alumni, 2002


Lopa, Baharuddin, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Jakarta, Kompas, 2001, Loqman, Loebby, Pra-peradilan di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982.

Manan, Bagir, "Mewujudkan Independensi Kekuasaan Kehakiman dengan Reformasi Mahkamah Agung", dalam Jurnal Keadilan vol. 2, No. 6, Tahun 2002.

Poernomo, Bambang, Masyarakat Anti Korupsi Menjadi Dasar Pemerintahan yang Bersih KKN dan Negara Demokrasi Kerakyatan, Makalah, 2005.

0 comments:

Post a Comment