Wednesday, 6 January 2016

PROGRAM SANTUNAN KEMATIAN WARGA MISKIN Oleh Shinta Nur Fatimah Budiatmaja (B200140248)



ABSTRAK
Registrasi Vital termasuk didalamnya penguatan registrasi kematian dengan mencatat sebab kematian sangat dibutuhkan di bidang kesehatan untuk membuat perencanaan intervensi guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Undang-undang no 23 tahun 2006 tentang kependudukan tercantum bahwa setiap kejadian kematian harus dilaporkan.Salah satu tujuan dari penelitian ini untuk mengembangkan model sistem registrasi kematian dan penyebab kematian di tingkat Kabupaten/Kota yang berkelanjutan menuju Sistem Registrasi Vital yang menyeluruh. Penelitian ini merupakan penelitian “Operasional” yang berupa studi pengembangan sistem registrasi kematian dan penyebab kematian dalam rangka menuju Registrasi Penyebab Kematian secara penuh yang mencakup seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia. 

Prinsip dari Model Sistem Pelaporan Penyebab Kematian merujuk pada model generic. Informasi kejadian kematian di peroleh dari administrasi kependudukan dan jajarannya. Selanjutnya dari informasi tersebut ditelusuri oleh petugas kesehatan untuk mendapatkan penyebab kematian dengan menggunakan kuesioner Autopsy Verbal(AV) dan mengisi Formulir Keterangan Penyebab Kematian (FKPK). Pengembangan sistem ini menghasilkan informasi tentang angka kematian dan pola penyebab kematian. Data kematian belum tercatat seluruhnya di Kelurahan/ Kantor desa maupun di kecamatan. Untuk itu sangat diperlukan adanya koordinasi lintas sektoral. Dari model generic registrasi pelaporan pencatatan kematian dan penyebab kematian, dikembangkan menjadi model yang sudah disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah.Tidak semua daerah pengembangan memodifikasi model generic, karena sudah dirasa memadai dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah setempat. Pengembangan sistem registrasi kematian dan sebab kematian di kabupaten/ kota dilakukan bersama-sama lintas sektor dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil menjadi leading sector. Dinas Kesehatan berperan dalam perbaikan catatan dan pelaporan sebab kematian. Kerjasama ini harus dapat dijabarkan hingga desa/kelurahan.







LATAR BELAKANG MASALAH
Kematian merupakan keniscayaan bagi setiap insan. Manusia mati meninggalkan duka. Meskipun kematian adalah sebuah kepastian, tutup usia seseorang tidak dapat dipastikan waktunya. Oleh karena itu, bila manusia mati ia berpotensi meninggalkan risiko bagi orang lain, yaitu adanya beban biaya kematian yang harus ditanggung oleh keluarga yang ditinggalkan. John Vail dalam bukunya yang berjudul ‘Insecure Times’ menyatakan bahwa masyarakat hidup dalam masa yang tidak aman. Dengan adanya jaminan perlindungan, manusia dapat mencapai rasa aman yang merupakan salah satu kebutuhan dasar dan hak asasi manusia. Jika melihat kepada jumlah penduduk Indonesia, pada tahun 2010 sudah mencapai 237.641.326 jiwa (Badan Pusat Statistik Indonesia). Fakta di lapangan menunjukkan jumlah masyarakat Indonesia yang hidup tanpa perlindungan sosial masih cukup tinggi. Tambahan pula, baru sekitar 20.000.000 rakyat Indonesia yang terlindungi dengan jaminan sosial lengkap, masih banyak lagi yang hidup tanpa jaminan sosial, terutama dari risiko kematian. Risiko kematian sesungguhnya dapat diminimalisir, dan negara (dalam hal ini pemerintah) dapat berperan penting dalam mengurangi risiko tersebut agar beban hidup rakyat menjadi lebih ringan. Bagi bangsa Indonesia sendiri, sila kelima Pancasila menjadi gambaran ideal cita-cita bernegara, kemudian didukung dengan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang menetapkan beberapa jaminan bagi masyarakat dalam rangka mencapai kondisi kesejahteraan. Misalnya dalam pasal 34 ayat (2) UUD 1945 dinyatakan bahwa “Negara mengembangkan sistem jaminan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat….”. Konstitusi ini selanjutnya perlu didukung dan diimplementasikan melalui sejumlah kebijakan sosial. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 sesungguhnya telah memberi ruang kepada pemerintahan di tingkat lokal untuk memberikan pelayanan sosial dasar kepada masyarakat konstituennya.



\




LANDASAN TEORITIS

PROGRAM JAMINAN KEMATIAN
Program Jaminan Kematian disingkat Program JKM tidak dijelaskan secara tegas baik dalam UU No. 40 Tahun 2004 maupun dalam naskah akademik.
Di dalam Naskah Akademik SJSN hanya dijelaskan santunan kematian, dengan definisi sebagai berikut:
"Santunan Kematian adalah program jangka pendek sebagai pelengkap progam jaminan hari tua, dibiayai dari iuran dan hasil pengelolaan dana santunan kematian, dan manfaat diberikan kepada keluarga atau ahli waris yang sah pada saat peserta meninggal dunia." (Naskah Akademik UU No. 40 Tahun 2004)."

Karakteristik
  1. Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 43 ayat 1 ).
  2. Tujuan penyelenggaraan adalah untuk memberikan santuan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 43 ayat 2 ) .
  3. Kepesertaan perorangan(UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 44 ).
  4. Manfaat berupa uang tunai dibayarkan sekaligus, (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 45 ayat 1 ).

Kelembagaan
  1. Program jaminan kematian diselenggarakan oleh badan penyelenggara jaminan sosial yang dibentuk dengan Undang-Undang (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 5 ayat 1 ).
  2. Organisasi, fungsi dan hubungan antar kelembagaan masih menunggu penetapan RUU BPJS.




Mekanisme Penyelenggaraan
a.       Kepesertaan
Peserta jaminan kematian adalah setiap orang yang telah membayar iuran (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 44 ).
b.      Iuran
1.      Bagi pekerja penerima upah, iuran proporsional terhadap upah atau penghasilan dan iuran ditanggung oleh pemberi kerja (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 46 ayat 1 dan 2 ).
2.      Bagi pekerja tidak menerima upah, besar iuran dalam jumlah nominal, dibayar oleh peserta dan ditetapkan oleh Pemerintah (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 46 ayat 3 ) , ketentuan lanjut mengenai iuran menunggu Peraturan Pemerintah.
c.       Manfaat dan Pemberian manfaat
Manfaat berupa uang tunai dibayarkan sekaligus, selambat-lambatnya tiga hari kerja setelah klaim diterima dan disetujui BPJS (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 45 ayat 1 )
Peraturan Pelaksanaan
UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN mendelegasikan 2 aspek teknis penyelenggaraan program jaminan kematian untuk diatur dalam Peraturan Pemerintah. Kedua aspek teknis tersebut adalah: 1) iuran, dan 2) manfaat
a. Iuran
Ketentuan tentang iuran jaminan kematian yang didelegasikan untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah mencakup:
  1. Prosentase upah untuk penetapan besaran nominal iuran bagi peserta penerima upah (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 46 ayat 1 dan 2)
  2. Jumlah nominal iuran jaminan hari tua bagi peserta yang tidak menerima upah (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 46 ayat 3)
b. Manfaat
Ketentuan tentang iuran jaminan kematian yang didelegasikan untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah mencakup besaran nominal manfaat (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 45 ayat 2)



Santunan Kematian untuk Orang Miskin

Banyak orang miskin menghadapi kesulitan ketika hendak menguburkan anggota keluarganya yang meninggal karena ketiadaan atau keterbatasan dana yang dimiliki. Beberapa pemerintah daerah berinisiatif memberikan subsidi santunan kematian kepada warga miskin. Pemerintah daerah mengalokasikan dana santunan itu dari APBD yang memang dapat cepat diperoleh. 
Misalkan Pemerintah Kota Depok, Jawa Barat. Hingga Oktober 2011, sebanyak 6.977 warga Depok menerima dana santunan kematian. Setiap orang memperoleh sebesar Rp2 juta.
Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Depok, Abdul Haris, menjelaskankan, penerima santunan tersebut terdiri dari berbagai golongan di masyarakat. Baik itu masyarakat yang mampu maupun tidak mampu. Sebab, dalam peraturannya, semua warga Depok berhak menerimanya, kecuali warga yang meninggal karena bunuh diri, penderita HIV/AIDS dan perbuatan melanggar hukum. "Pastilah hingga akhir tahun jumlah penerima santunan akan meningkat. Tidak semua warga yang meninggal, ahli warisnya mengurusi santunan kematian. Kami tidak tahu alasannya," ujarnya.
Dikatakan Haris, alokasi dana santunan untuk tahun 2011 sebesar Rp15,6 miliar. Jumlah itu merupakan gabungan dari APBD 2011 Rp14,3 miliar serta dari Anggaran Biaya Tambahan (ABT) 2011 Rp1,3 miliar.
Ke depan santunan kematian diusulkan hanya untuk warga yang tidak mampu atau berisiko sosial (miskin). Mengacu kepada Perda No 13 tahun 2011 tentang RPJMD Kota Depok 2011-2016 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 32 tahun 2011 tentang Pedoman Teknis Bantuan Sosial dan Hibah, warga yang menerima santunan kematian itu adalah warga yang terdata di Jamkesmas, Jamkesda, dan Program Pendataan dan Perlindungan Sosial (PPLS). Alokasi anggarannya direncanakan Rp 4,8 miliar.
Sementara itu Pemerintah Kota Solo, mulai tahun 2011, memberikan dana santunan kematian bagi warga miskin sebesar Rp500.000/kepala keluarga (KK). Penyaluran bantuan tersebut akan diseleksi ketat agar tidak salah sasaran. Bahkan Pemkot Solo tetap memberikan bantuan kematian bagi warga Solo yang meninggal di luar kota, dengan syarat dapat menunjukkan bukti KK. "Walaupun meninggalnya di luar Solo tetap akan mendapatkan bantuan, asal ada bukti," kata Kepala Bidang Sosial Dinsosnakertrans Solo Agus Hastanto.
Pemerintah Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, lebih tinggi lagi dalam memberikan santunan kematian bagi warga miskin, yakni sebesar Rp3 juta. Santunan ini diberikan untuk meringankan beban keluarga yang ditinggalkan.
“Bantuan ini diberikan dengan harapan dapat bermanfaat bagi keluarga yang ditinggalkan,” ujar Bupati Sukoharjo, Wardoyo Wijaya, belum lama ini.
Santunan kematian ini, lanjut Wardoyo, bisa membantu biaya pemakaman, selametan, dan bisa juga digunakan untuk membangun usaha kecil.  Dengan adanya santunan ini, dia berharap tidak akan lagi istilah berutang untuk biaya pemakaman. “Masa orang sudah tertimpa musibah, malah dipersulit lagi,” katanya. Sampai akhir tahun 2011, Pemkab Sukoharjo telah menggelontorkan dana santunan kematian sebesar Rp9 miliar.
Untuk tahun 2012, Pemkab Sukoharjo membentuk petugas khusus di setiap kelurahan untuk mengurusi santunan kematian ini. Pembaharuan validasi data pun dilakukan oleh Pemkab Sukoharjo. Ini dilakukan agar pemberian santunan tepat sasaran. “Jangan sampai ada warga miskin yang tidak dapat santunan ataupun sebaliknya,” ucap Wardoyo. Proses data ulang warga miskin di Sukoharjo memakan biaya hingga Rp800 juta.
Pemkot Jakarta Selatan juga tak mau kalah dalam soal memberikan subsidi santunan kematian. Pemkot memberikan subsidi pemakaman sebesar Rp885 ribu per kematian warga miskin. Subsidi itu meliputi biaya pemandian jenazah, peti jenazah, kain kafan dan retribusi makam untuk tiga tahun ke depan. Subsidi ini telah dimanfaatkan keluarga jenazah miskin yang dimakamkan di TPU Jagakarsa, TPU Menteng Pulo, TPU Jeruk Purut, dan TPU Tanjung Barat.

Syarat-syarat Pengajuan Santunan Kematian
1.      Fotokopi KTP dan KK yang meninggal
2.      Fotokopi KTP dan KK ahli waris yang mengajukan
3.      Surat Keterangan Kematian dari Kelurahan Asli dan fotokopi yang sudah dilegalisir
4.      Diurus oleh ahli waris atau keluarga sendiri. Hubungan antara yang meninggal dengan ahli waris adalah keluarga/nasab yang tercantum dalam 1 keluarga atau beda Kartu Keluarga dan Alamat tetapi menunjukkan hubungan keluarga/nasab.
5.      Mencantumkan nomor telepon/HP ahli waris yang mengurus dan yang dapat dihubungi.

Santunan Kematian, Tidak Ada Potongan
Pemberian santunan kematian periode Maret s/d September 2010 yang sempat tertunda, telah diserahkan. Pada  selasa 24 Mei 2011 Bupati Gresik, Sambari Halim Radianto, secara simbolis menyerahkan santunan kematian untuk wilayah kerja Eks Pembantu Bupati di Cerme meliputi 4 kecamatan yaitu Cerme, Benjeng, Balongpanggang, Duduksampeyan. Santunan kematian diberikan kepada setiap warga yang ber-KTP Gresik meninggal dunia. untuk periode Maret 2010 sampai dengan September 2010, Kecamatan Benjeng sebanyak 297 ahli waris.
Atas nama Pemerintah Kabupaten Gresik, Kabag Humas Pemkab Gresik, Andhy Hendro Wijaya, meminta maaf atas keterlambatan ini mengingat dana kematian ini seharusnya telah dibayarkan beberapa saat yang lalu. “atas Upaya Bupati dan Wakil Bupati Gresik akhirnya dana kematian ini bisa segera dicairkan” ujarnya.
Untuk wilayah Kecamatan Benjeng, pemberian santunan kematian kepada 297 ahli waris, diberikan secara bertahap sesuai jadwal yang telah disusun. Mulai 24 s/d 27 Mei 2011. Menurut Umi Fatimah, Kasi Kesra Kecamatan Benjeng, penjadwalan pengambilan santunan agar pengambilan lebih tertib dan tidak antri. Selain itu dalam pengambilan, dilakukan pemeriksaan dan penyelesaian berkas yang meninggal dan ahli waris yang menerima, untuk laporan SPJ.
Santunan kematian yang diberikan petugas di kantor Kecamatan Benjeng tidak ada potongan sama sekali. Uang santunan kematian sebesar Rp 1.000.000,- diberikan utuh kepada ahli waris secara langsung, tidak boleh diwakilkan. Apabila ada isu yang berkembang, bahwa uang santunan kematian dipotong atau disunat oleh petugas Kecamatan, hal itu sama sekali tidak benar. Abdul Hakam, Camat Benjeng, menghimbau apabila ada pemotongan agar melaporkan langsung ke Camat, supaya diproses lebih lanjut.
Untuk dana santunan kematian periode Oktober 2010 ke atas, dana santunan kematian diberikan secara langsung. Dengan catatan kelengkapan berkas-berkas sudah terpenuhi. Serta kesediaan dana yang ditransfer Pemda di rekening UPT Santunan Kematian Kantor Kecamatan Benjeng tercukupi.

Hanya Warga Miskin Terima Santunan Kematian

Program santunan kematian yang menjadi ungggulan Wali Kota Padang Mahyeldi dan Wawako Emzalmi, ternyata masih digulirkan oleh Pemko. Namun saat ini, tidak semua warga kota yang bisa mendapatkannya.
Penerima santunan ini harus tercatat dalam data masyarakat miskin berdasarkan data statistik PPLS 2011, atau terdaftar sebagai penerima Jamkesmas atau penerima raskin.
”Salah satu dari ketiga kategori masyarakat miskin tersebut bisa mendapatkan santunan kematian dari Pemko senilai Rp1 juta. Tapi urus dulu surat keterangan miskin dari lurah, baru bisa,” ujar Kabag Kesra Al Amin, kepada POSMETRO, Senin (17/8).
Dikatakan Al Amin, aturan baru ini ditetapkan pascaaudit dari BPK tentang program santunan kematian awal tahun lalu. Saat ini, kata Al Amin, penerima santunan kematian hanya boleh dari orang miskin atau orang yang memiliki resiko social. ”Ini aturan pemerintah pusat, kita hanya ikut. Jika terdata sebagai masyarakat miskin di PPLS 2011, atau memiliki Jamkesda atau terdaftar sebagai penerima raskin, mereka bisa mengajukan santunan kematian kepada kami,” ulasnya lagi.
Dikatakan, sejak Juni 2015 sampai Agustus 2015 ini, telah 36 orang yang mengajukan permohonan santunan kematian ke Bagian Kesra. Dan, sebanyak 15 orang sudah dicairkan.
Dananya, kata Al Amin, diambilkan dari dana Bansos yang pada tahun 2015 ini dianggarkan senilai Rp2,3 miliar. Dana bansos itu tak hanya untuk warga yang mengajukan santunan kematian, tapi juga warga yang terkena musibah lain.

Santunan Kematian bagi Gakin Tetap Jalan

Mandeknya pencairan santunan kematian bagi keluarga miskin (gakin) 2012 menimbulkan isu tak sedap bagi pemerintahan Sukoharjo.
Bupati Sukoharjo, Wardoyo Wijaya, menegaskan selama kepemimpinannya santunan kematian gakin tetap berjalan. Besaran santunan tiap gakin senilai Rp3 juta. Di setiap pencairan tidak ada potongan. Penerima santunan menerima utuh.
Hal tersebut ditegaskan Bupati seusai acara peringatan Hari Olahraga Nasional (Haornas) pada awal pekan kemarin.
Bupati meminta penerima santunan gakin melapor kepadanya jika ada pemotongan santunan gakin.  Ia menyarankan santunan gakin digunakan untuk kegiatan ekonomi produktif agar tingkat ekonomi gakin meningkat.
“Belikan hewan ternak ayam atau kambing jika mendapatkan santunan kematian. Jangan untuk membeli barang-barang konsumtif. Misalkan dibelikan ayam maka penerima bisa mendapatkan dua manfaat. Telur ayam bisa dikonsumsi untuk peningkatan gizi atau dijual untuk menambah ekonomi keluarga,” ujar Bupati.
APBD Perubahan. Terpisah, pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Sukoharjo, Sarmadi, mengatakan santunan kematian sebanyak 1.913 gakin hingga September belum cair. Ke-1.913 gakin itu tersebar di 12 kecamatan dan data pada September-Desember 2012 dan sejumlah 1.021 gakin periode April-Juli 2013. Dana yang dibutuhkan senilai Rp5,7 miliar.
Menurutnya, pencairan dana masih menunggu penetapan APBD Perubahan 2013. Pasalnya santunan ke-1.913 gakin baru diajukan dan tidak masuk APBD murni. “Data periode September-Desember 2012 tidak bisa masuk APBD murni karena sudah digedok. Untuk itu diajukan lagi pada APBD Perubahan.”
Dijelaskannya, ada aturan yang membedakan antara pencairan santunan 2012 dengan 2013. “Santunan 2012 mengacu pada Permendagri 32/2011 yang mengatur soal dana hibah dan bantuan keuangan. Di permendagri itu, bantuan bisa cair setelah daftar penerima muncul by name, by address. Jadi setelah didata, daftar nama berikut alamat itu diusulkan untuk dianggarkan di APBD P.”
Lebih lanjut ditegaskannya, Dinsos hanya bertugas melakukan verifikasi berkas sedangkan pencairan dana menjadi kewenangan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD).






















KESIMPULAN
Santunan Kematian adalah program jangka pendek sebagai pelengkap progam jaminan hari tua, dibiayai dari iuran dan hasil pengelolaan dana santunan kematian, dan manfaat diberikan kepada keluarga atau ahli waris yang sah pada saat peserta meninggal dunia.Beberapa pemerintah daerah berinisiatif memberikan subsidi santunan kematian kepada warga miskin. Pemerintah daerah mengalokasikan dana santunan itu dari APBD yang memang dapat cepat diperoleh. 
Program Santunan Kematian yang dijalankan oleh Pemerintah dikritik karena dinilai memboroskan anggaran. Titik masalahnya karena program ini memakai pendekatan institusional atau universal, di mana setiap penduduk baik kaya ataupun miskin punya hak untuk mengklaim dana santunan. dana santunan kematian dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat. Memang dapat dimaklumi kalau Program Santunan Kematian sedikit memberatkan anggaran Pemerintah Kota. Namun bila dilihat dari lingkugan kehidupan bahwa program ini merupakan bagian dari upaya peningkatan taraf hidup masyarakat, memberatkan anggaran tidak dipandang sebagai masalah yang paling pokok. Bagaimana pun juga, niat baik pasti membutuhkan sebuah pengorbanan. Apabila dilihat dari salah satu peran dan fungsi pemerintah, yakni mengupayakan distribusi pendapatan kepada seluruh warganya
Program Santunan Kematian dapat dipandang sebagai bagian dari upaya distribusi pendapatan dengan didasari oleh nilai keadilan sosial dalam pembangunan. Tambahan pula, Program Santunan Kematian merupakan sebuah upaya Pemerintah Kota dalam mengakomodasi harapan dan kebutuhan masyarakat, karena masih terdapat kultur budaya seperti 7harian, 40harian setelah meninggalnya seseorang yang membutuhkan dana untuk penyediaan makanan ataupun tempat. Warga yang mendapatkan santunan kematian seharusnya tidak terdapat pengecualian yang contohnya terkena HIV/AIDS, mati karena bunuh diri dan atau mati karena tindak asusila. Dikarenakan yang menanggung biaya kematian tersebut adalah ahli warisnya atau keluarga yang tidak melakukan atau tidak ada sangkut pautnya dengan tindakan yang mereka lakukan. Walaupun negara kita menganut nilai keagamaan yang tinggi bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang religius serta menjunjung nilai-nilai Pancasila, khususnya nilai Ketuhanan Yang Maha Esa namun negara kita ataupun kodrat kita sebagai manusia seharusnya mempunyai rasa manusiawi.
Dinsos hanya bertugas melakukan verifikasi berkas sedangkan pencairan dana menjadi kewenangan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD), pernyataan tersebut kurang tepat karena seharusnya terdapat komunikasi ataupun kerjasama dalam pelaksannaan santunan agar tidak menimbulkan isu yang negatif dan agar tidak memberatkan masyarakat. Tidak salah pemerintah daerah menempuh program jangka pendek dengan pemberian bantuan atau santunan kematian untuk kebutuhannya warganya, lebih baik dana tadi disalurkan lewat iuran dana jaminan kematian yang dikelola oleh BPJS Kematian. Dana ini akan semakin membesar dan bisa jadi pemerintah tidak perlu memberikan dana sampai sebesar Rp2 juta atau Rp3 juta.





















REFERENSI
Peraturan         Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan No. 1 Tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Peraturan         Pemerintah No.101 Tahun 2012 Tentang
Penerima Bantuan Iuaran Jaminan
Kesehatan.
Undang-Undang No.40 Tahun 2004 Tentang Sistem
        Jaminan Sosial Nasional.
Undang-Undang  No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Undang-Undang  No.24 Tahun 2011 Tentang Badan
        Penyelenggaraan Jaminan Sosial.





0 comments:

Post a Comment