Tuesday 5 January 2016

"PENDIDIKAN GRATIS" oleh Ferida Ovy Wulandari (B200140254)


1. Abstrak

Masalah serius yang dihadapi negara Indonesia salah satunya adalah Sumber Daya Manusia yang rendah. Rendahnya Sumber Daya Manusia di Indonesia disebabkan oleh tingkat pendidikan di Indonesia yang tidak merata. Salah satu faktor yang menjadi penyebab ketidakmerataan pendidikan di Indonesia adalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia. Dan faktor tersebut berakibat pula pada tingkat pendidikan anak-anaknya

PP Nomor 48 Tahun 2008 pasal 2 yang mengatakan pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat. Untuk mengurangi ketidakmerataan pendidikan, Depdiknas telah mengambil langkah dengan cara menetapkan Kebijakan Pendidikan Dasar (WAJAR) 9 tahun dengan pendidikan gratis, agar pendidikan di Indonesia lebih bermutu dan lebih merata dengan biaya yang tidak mahal dan terjangkau oleh masyarakat yang kurang mampu. Untuk mewujudkan kebijakan pendidikan gratis ini harus didukung oleh semua pihak seperti Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat yang mampu. Untuk mewujudkan rencana ini hendaknya Pemerintah harus lebih aktif memberikan sosialisasi yang meluas sehingga tidak ada kesalahpahaman dimasyarakat yang menyangkut pendidikan gratis ini. Pemerintah Indonesia memang sudah sangat peduli dengan pendidikan dinegaranya. Salah satu upaya nya pemerintah telah  menyelenggarakan sistem pendidikan gratis. Namun pendidikan gratis di Indonesia belum terselenggara secara merata. Selain itu pendidikan  gratis yang diterapkan pemerintah Indonesia terhalang oleh banyaknya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang telah mengalihtempatkan dana subsidi yang seharusnya diberikan untuk pendidikan bangsa Indonesia yang semakin memprihatinkan tetapi malah digunakan untuk keperluan pribadinya.

 2. Isu/Permasalahan
Untuk mewujudkan kebijakan pendidikan gratis harus didukung oleh semua pihak. Harus disadari, pendanaan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat. Biaya Operasional Sekolah (BOS) tahun 2009 sebanyak 27.130.968 siswa dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 9.465.836 siswa dengan alokasi anggaran sebesar Rp 16,193 trilyun. Pemerintah Daerah diwajibkan menambah kekurangan biaya Operasional dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) bila bantuan BOS belum mencukupi.
Disamping itu, Pemerintah Daerah juga harus mengawasi pungutan biaya operasional di SD dan SMP swasta sehingga siswa tidak mampu benar-benar bebas dari pungutan biaya yang memberatkan mereka. Sanksi yang tegas juga harus diberikan bagi pihak yang ketahuan melanggar aturan dan penyalahgunaan dana BOS tersebut. Peran orang tua mengenai pendidikan gratis juga sering disalah artikan oleh sebagian orang tua murid. Hendaknya Pemerintah harus lebih aktif memberikan sosialisasi yang meluas sehingga tidak ada kesalahpahaman dimasyarakat menyangkut pendidikan gratis ini. Sering timbul asumsi adanya  kecurangan ketika tiba-tiba pihak sekolah khususnya swasta meminta biaya tambahan dari para orang tua. Bahkan tidak sedikit orang tua murid yang jengkel dan berasumsi sempit biaya pendidikan sudah gratis oleh pemerintah namun kebanyakan orang tua murid tidak mau mengikutiprosedur harus membuat keterangan tidak mampu dari kelurahan. Padahal kalau disadari, pendidikan disamping pemerintah, orang tua juga memiliki tanggungjawab juga. PP Nomor 48 Tahun 2008 pasal 2 yang mengatakan pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat. Masyarakat sebagaimana yang dimaksud meliputi penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; peserta didik, orang tua, dan pihak lainnya yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan (Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Suyanto)
  
3. Landasan Teori
.Kemiskinan menjadi faktor utama yang menjadi  penghambat dalam memajukan pendidikan pada masyarakat kurang mampu di Indonesia. Kemiskinan tersebut dapat berakibat pada tingkat pendidikan anak-anaknya. Banyaknya anak putus sekolah umumnya disebabkan karena keterbatasan pendidikan yang layak atau setara terhadap anak-anaknya. Permasalahan ini mengundang keprihatinan Depdiknas yang merupakan salah satu bentuk kepedulian Pemerintah Indonesia terhadap keberadaan anak-anak putus sekolah. Depdiknas memberikan layanan pendidikan gratis bagi anak putus sekolah yang umunya berasal dari keluarga kurang mampu dan bertujuan untuk mengurangi jumlah anak putus sekolah di Indonesia.
Orang tua yang kurang mampu biasanya memiliki kesadaran yang rendah akan arti penting pendidikan bagi anak-anaknya, sehingga banyak anak-anak di Indonesia tidak melanjutkan sekolah atau drop out. Kasus anak putus sekolah yang terjadi pada masyarakat kurang mampu  bisa dijadikan sebagai contohnya Kemiskinan pada masyarakat  berakibat pula pada tingkat pendidikan anak anaknya.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.
Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan mempunyai peran yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan. Setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945, Pemerintah bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum.
Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu equality atau persamaan, setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Aspek yang kedua yaitu equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata berarti semua penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok bisa menikmati pendidikan secara sama.
Pemerintah telah berupaya untuk memperluas akses dan pemerataan pendidikan dan terus meningkatkan partisipasi pendidikan sekaligus menurunkan kesenjangan taraf pendidikan antar kelompok masyarakat. Pemerintah melakukan penyediaan bantuan operasional sekolah (BOS) untuk seluruh siswa pada jenjang pendidikan dasar, yang mencakup SD, MI, SDLB, SMP, MTs, SMPLB, dan Pesantren Salafiyah, serta satuan pendidikan keagamaan lainnya yang menyelenggarakan pendidikan dasar sembilan tahun. Penyediaan BOS ini ditujukan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan beban bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan Wajib Belajar Sembilan Tahun. Untuk jenjang pendidikan menengah disediakan bantuan operasional manajemen mutu yang ditujukan untuk membantu SMA/SMK/MA dalam menyediakan kebutuhan operasionalnya.
Terkait biaya untuk progam tersebut RAPBN 2005 untuk pendidikan mencapai Rp 400 trilliun. Sekitar Rp 66 trilliun dialokasi ke kementrian pendidikan, sekitar Rp 40 trilliun dialokasikan ke kementrian agama, Rp7 trillliun dialokasikanke kementrian-kementrian lain yang terkait dan sekitar Rp 280 trilliun dialokasikan untuk biaya personalia/tenaga pendidik.
Kebijakan BOS Tahun 2009 Biaya satuan BOS, termasuk BOS Buku, per siswa per tahun mulai Januari 2009 naik secara signifikan menjadi: SD di kota Rp400 ribu, SD di kabupaten Rp397 ribu, SMP di kota Rp575 ribu, dan SMP di kabupaten Rp 570 ribu. Dengan kenaikan kesejahteraan guru PNS dan kenaikan BOS sejak Januari 2009, semua SD dan SMP negeri harus membebaskan siswa dari biaya operasional sekolah, kecuali RSBI dan SBI.
 Kebijakan BOS Tahun 2009 :
1.      Pemda wajib mengendalikan pungutan biaya operasional di SD dan SMP swasta sehingga siswa miskin bebas dari pungutan tersebut dan tidak ada pungutan berlebihan kepada siswa mampu.
2.      Pemda wajib menyosialisasikan dan melaksanakan kebijakan BOS tahun 2009 serta menyanksi pihak yang melanggarnya.
3.      Pemda wajib memenuhi kekurangan biaya operasional dari APBD bila BOS dari Depdiknas belum mencukupi.
BOS tidak menghalangi peserta didik, orang tua, atau walinya memberikan sumbangan sukarela yang tidak mengikat kepada sekolah. (Departemen Pendidikan Nasional)
Pemerintah juga telah meluncurkan program Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM) dalam rangka memperluas akses ke sekolah menengah. Namun demikian pendanaan tersebut dinilai banyak pihak masih belum memadai karena dana BOS dan BOMM yang disalurkan belum mencakup semua komponen penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar diatur dalam pasal 9 yang menyatakan:
a.       Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya progam wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memunggut biaya
b.      Warga Indonesia yang berusia diatas 15 tahun dan belum lulus pendidikan dasar dapat menyelesaikan pendidikannya sampai lulus atas biaya Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
c.       Warga Negara Indonesia usia wajib belajar yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib memberikan bantuan biaya pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan.
Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 13 ayat 2 menyatakan bahwa “Setiap warga negara Indonesia berhak mendapat pendidikan, bahkan warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan setiap warga negara yang berusia enam tahun dapat mengikuti program wajib belajar serta orangtua dari anak usia wajib belajar berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya”.
Dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2, UU Sisdiknas Pasal 6 Ayat 1, Pasal 7, dan Pasal 34 menyatakan bahwa “Sementara pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Namun khusus untuk pendidikan dasar Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membiayainya serta pemerintah dan pemerintah  daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”.
Dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa “ Setiap warga negara wajib megikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai”
Amanah kebijakan pendidikan tersebut menginspirasi beberapa daerah untuk dapat menyelenggarakan pendidikan gratis diwilayahnya. Sehingga dengan adanya kemampuan daerah untuk menyelenggarakan pendidikan gratis, diharapkan tidak ada lagi anak-anak daerah yang tidak memiliki pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan gratis ini bertujuan untuk :
1.      Mengurangi beban masyarakat sebagai peserta didik atau orang tua peserta didik.
2.       Memberi kesempatan yang  seluas-luasnya pada usia belajar guna mendapatkan layanan pendidikan yang layak dan bermutu.
Ketersediaan SDM dengan kemampuan dan kapasitas yang dibutuhkan sudah cukup memadai. Apabila terjadi kekurangan dalam pelaksanaannyapun, setiap elemen pelaksana kebijakan akan saling memenuhi untuk bisa terpenuhinya kebutuhan akan SDM kebijakan. Namun dalam implementasi yang dilakukan, ternyata masih ada terselip kepentingan-kepentingan dari pelaksana kebijakan. Fakta ini membuat pelaksanaan kebijakan tidak berjalan sesuai dengan harapan dan manfaat yang diinginkan. Sebab dengan adanya kepentingan tersebut, membuat informasi kebijakan pendidikan gratis tidak dapat diterima secara sistematis dan keseluruhan oleh masyarakat, terutama masyarakat yang berada di wilayah pedesaan dan pedalaman pedesaan. Kondisi ini yang seharusnya dapat membantu masyarakat dalam meringankan beban pemenuhan pendidikan, malah membuat masyarakat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dari para anak-anaknya.
Hasil kebijakan yang dicapai dalam implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan gratis di Indonesia belum maksimal. Karena apabila ditinjau dari ketercapaian tujuan dan sasaran kebijakan masih belum sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pencapaian kebijakan hanya cenderung tercapai di sekolah-sekolah yang ada di wilayah ibukota kabupaten dan ibukota kecamatan. Karena tingkat pengawasan yang tinggi membuat sekolah-sekolah yang berada di wilayah ibukota kabupaten dan kecamatan berusaha melaksanakan kebijakan sesuai dengan SOP yang ditetapkan. Walaupun ketercapaian hasil kebijakan di wilayah ibukota kabupaten dan kecamatan masih belum sesuai dengan peruntukkan pembiayaan yang ditetapkan. Namun pihak-pihak sekolah di wilayah tersebut telah berupaya untuk melaksanakan kebijakan penyelenggaraan pendidikan gratis sesuai dengan petunjuk dan pedoman yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk sekolah sekolah yang berada di pedesaan umumnya masih sangat rendah ketercapaian hasil kebijakan yang dilakukan. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya faktor kontrol yang dilakukan oleh pihak aktor politik dan masyarakat.
Hasil kebijakan yang dicapai masih belum maksimal. Ketidakmasimalan pencapaian hasil kebijakan disebabkan oleh komunikasi kebijakan yang tidak berjalan, sehingga masyarakat atau stakeholder tidak bisa menjadi kontrol dalam implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan gratis di Indonesia. Dampaknya ketercapaian tujuan dan sasaran kebijakan tidak dapat terawasi, sebab masih banyak stakeholders yang tidak mengetahui adanya keberadaan kebijakan kebijakan penyelenggaraan pendidikan gratis. Akibatnya masyarakat tidak bisa menuntut pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pendidikan gratis yang sesuai dengan peruntukkannya. Karena fakta yang ada implementasi kebijakan kebijakan penyelenggaraan pendidikan gratis lebih cenderung kepada peruntukkan pembiayaan investasi daripada peruntukkan pembiayaan operasional dan biaya sangat terbantu dalam menyekolahkan anaknya dan menikmati indahnya dunia pendidikan.
Komunikasi yang dilakukan masih belum lancar. Karena masih ditemukan oknum-oknum tertentu yang menghambat kelancaran informasi tentang adanya penyelenggaraan pendidikan gratis di Indonesia. Apalagi modal komunikasi yang dikembangkan dalam upaya memberikan informasi tentang penyelenggaraan pendidikan gratis sifatnya berjenjang. Tentunya saja masih ada pada jenjang-jenjang yang berbeda yang enggan memberikan informasi tentang keberadaan penyelenggaraan pendidikan gratis di Indonesia. Akibatnya pemerataan penerimaan informasi tentang penyelenggaraan pendidikan gratis belum berjalan dengan baik. Faktanya masih ada sebagian masyarakat yang mengetahui tentang informasi pendidikan gratis dan banyak masyarakat yang kurang mengetahui tentang adanya penyelenggaraan pendidikan gratis. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi oleh pihak pelaksana kebijakan tentang komunikasi yang dikembangkan dalam penyampaian informasi penyelenggaraan pendidikan gratis kepada masyarakat, supaya informasi tersebut benar-benar dapat diterima oleh masyarakat. Selain itu juga perlu dilakukan pengawalan dan pengawasan terhadap informasi penyelenggaraan pendidikan gratis kepada masyarakat. Agar informasi penyelenggaraan pendidikan gratis yang dibutuhkan oleh masyarakat memang benarbenar dapat diterima dan dimengerti oleh masyarakat. Sehingga dengan adanya pengetahuan itu, masyarakat dapat mengikuti program kebijakan penyelenggaraan pendidikan gratis yang disediakan oleh Pemerintah Indonesia.
Program yang diharapkan dapat terealisasi paling lambat akhir 2009 ini ternyata tidak sesuai yang diharapkan karena saat ini masih terdapat anak-anak yang belum mampu menuntaskan pendidikan dasar sembilan tahun. Hal tersebut terjadi karena masih banyaknya kendala yang dihadapi Pemerintah dalam penyelenggaraan program wajib sembilan tahun. Kendala yang dihadapi Pemerintah misalnya akses pendidikan yang masih relatif rendah, banyaknya oknumyang tidak bertanggungjawab serta mutu pendidikan. Dalam hal ini mencakup tenaga kependidikan, fasilitas, pembiayaan, manajemen, proses dan prestasi siswa yang masih rendah.
Kondisi sosial masyarakat juga memengaruhi keberhasilan program ini, selain kendala dari pihak pemerintah sendiri. Kondisi sosial tersebut berpengaruh pada pola pikir masyarakat yang lebih mementingkan kebutuhan hidup daripada kebutuhan akan pendidikan, misalnya yang terjadi pada masyarakat yang kurang mampu di Indonesia yang merasa kesulitan untuk mendapatkan akses pelayanan pendidikan.

4. Kesimpulan
Dapat saya simpulkan bahwa Pendidikan Gratis yang diselenggarakan di Indonesia belum terselenggara secara merata sehingga  tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan :
1.      Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 13 ayat 2 yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara Indonesia berhak mendapat pendidikan, bahkan warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan setiap warga negara yang berusia enam tahun dapat mengikuti program wajib belajar serta orangtua dari anak usia wajib belajar berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya”.
2.      Dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2, UU Sisdiknas Pasal 6 Ayat 1, Pasal 7, dan Pasal 34 yang menyatakan bahwa “Sementara pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Namun khusus untuk pendidikan dasar Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membiayainya serta pemerintah dan pemerintah  daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”.
3.      Dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “ Setiap warga negara wajib megikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai”
sebab untuk beberapa daerah mungkin pendidikan gratis sudah berjalan sesuai dengan prosedur. Sementara dibeberapa daerah lain,mungkin pendidikan gratis tidak  berjalan sebagaimana mestinya atau  bahkan belum dijalankan karena beberapa kendala. Kenapa tidak lancar?
a.       Pertama, tidak semua masyarakat terutama orang tua mengetahui secara jelas bagaimana sistem pendidikan gratis itu atau bisa dikatakan kurangnya sosialisasi dari sekolah. Akibatnya, tidak ada kontrol langsung dari orang tua siswa dalam pelaksanaan progam ini dan adanya potensi penyalahgunaan wewenang dari sekolah
b.       Kedua, banyak sekolah didaerah terpencil yang sama sekali tidak terjangkau kebijakan pemerintah alias terabaikan. Sehingga fasilitas dan infrastruktur yang seharusnya sama rata didapatkan oleh sekolah  diseluruh Indonesia tidak bisa diwujudkan.
c.       Ketiga, masih ada sekolah yang secara sepihak mengadakan pungutan untuk progam kegiatan yang tidak jelas tujuannya. Hal ini terjadi karena kurangnya kontrol dari pemerintah (Ferida Ovy Wulandari, 2015)

 5. Daftar Pustaka
A.    Sumber Jurnal
1.      Nilla Crityani, (2015), Masalah Anak Putus Sekolah Dalam Progam Pendidikan Gratis Di Desa Rantau Panjang Kabupaten Kanyong Utara , jurnal nasional, Universitas Tanjungpura Pontianak
2.      Yogie Firmansyah, (2013), Peran Unit Rehabilitasi Sosial Karya Mandiri Kabupaten Pemalang Dalam Pemerataan Pendidikan Bagi Anak Putus Sekolah, jurnal nasional, Universitas Negeri Semarang
3.      Nita Andriani dan Sujianto, (2014), Implementasi Penyelenggaraan Pendidikan Gratis, jurnal nasional, Universitas Riau
4.      Jumadi, Dedi Kusnadi, Mahyudin Syafei, (2014), Implementasi Pendidikan Gratis di Kayong Utara, jurnal nasional, Universitas Tanjungpura Pontianak
5.      M Ervan Marzuki, (2011), Kebijakan Progam Sekolah Gratis dan Dampaknya Memperoleh Akses Pelayanan Memperoleh Pendidikan Di Sumatra Selatan, jurnal nasional
6.      Rusman Roni, (2009), Pendidikan Gratis Berbasis 5 Pilar Manajemen Mutu Terpadu, jurnal nasional
7.      Muhammad Arief Dahlan, Kebijakan Pendidikan Gratis Di Tingkat Regional : Konsep dan Pelaksanaan Di Kabupaten Rembang, jurnal nasional
B.     Sumber Buku
8.      Ihsan, Fuad. H. 2010. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
9.      Wibawa Samodra. 1993. Perencanaan Kebijaksanaan Publik. Jakarta: Raja
10.  Grafindo Persada Winarno Budi. 2012. Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
C.     Sumber Dokumen Pemerintah
11.  Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar diatur dalam pasal 9
12.  UU Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 13 ayat 2
13.  UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2
14.  UU Sisdiknas Pasal 6 Ayat 1, Pasal 7, dan Pasal 3
15.  UU No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

0 comments:

Post a Comment