1. Abstrak
Masalah serius yang dihadapi negara Indonesia salah
satunya adalah Sumber Daya Manusia yang rendah. Rendahnya Sumber Daya Manusia
di Indonesia disebabkan oleh tingkat pendidikan di Indonesia yang tidak merata.
Salah satu faktor yang menjadi penyebab ketidakmerataan pendidikan di Indonesia
adalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia. Dan faktor tersebut berakibat
pula pada tingkat pendidikan anak-anaknya
PP Nomor 48 Tahun 2008 pasal 2 yang
mengatakan pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan Masyarakat. Untuk mengurangi ketidakmerataan pendidikan,
Depdiknas telah mengambil langkah dengan cara menetapkan Kebijakan Pendidikan
Dasar (WAJAR) 9 tahun dengan pendidikan gratis, agar pendidikan di Indonesia
lebih bermutu dan lebih merata dengan biaya yang tidak mahal dan terjangkau
oleh masyarakat yang kurang mampu. Untuk mewujudkan kebijakan pendidikan gratis
ini harus didukung oleh semua pihak seperti Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
Masyarakat yang mampu. Untuk mewujudkan rencana ini hendaknya Pemerintah harus
lebih aktif memberikan sosialisasi yang meluas sehingga tidak ada
kesalahpahaman dimasyarakat yang menyangkut pendidikan gratis ini. Pemerintah
Indonesia memang sudah sangat peduli dengan pendidikan dinegaranya. Salah satu
upaya nya pemerintah telah
menyelenggarakan sistem pendidikan gratis. Namun pendidikan gratis di
Indonesia belum terselenggara secara merata. Selain itu pendidikan gratis yang diterapkan pemerintah Indonesia
terhalang oleh banyaknya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang telah
mengalihtempatkan dana subsidi yang seharusnya diberikan untuk pendidikan
bangsa Indonesia yang semakin memprihatinkan tetapi malah digunakan untuk
keperluan pribadinya.
2. Isu/Permasalahan
Untuk
mewujudkan kebijakan pendidikan gratis harus didukung oleh semua pihak. Harus
disadari, pendanaan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat. Biaya Operasional Sekolah (BOS)
tahun 2009 sebanyak 27.130.968 siswa dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
sebanyak 9.465.836 siswa dengan alokasi anggaran sebesar Rp 16,193 trilyun.
Pemerintah Daerah diwajibkan menambah kekurangan biaya Operasional dari
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) bila bantuan BOS belum mencukupi.
Disamping itu, Pemerintah Daerah
juga harus mengawasi pungutan biaya operasional di SD dan SMP swasta sehingga
siswa tidak mampu benar-benar bebas dari pungutan biaya yang memberatkan
mereka. Sanksi yang tegas juga harus diberikan bagi pihak yang ketahuan
melanggar aturan dan penyalahgunaan dana BOS tersebut. Peran orang tua mengenai
pendidikan gratis juga sering disalah artikan oleh sebagian orang tua murid.
Hendaknya Pemerintah harus lebih aktif memberikan sosialisasi yang meluas
sehingga tidak ada kesalahpahaman dimasyarakat menyangkut pendidikan gratis
ini. Sering timbul asumsi adanya
kecurangan ketika tiba-tiba pihak sekolah khususnya swasta meminta biaya
tambahan dari para orang tua. Bahkan tidak sedikit orang tua murid yang jengkel
dan berasumsi sempit biaya pendidikan sudah gratis oleh pemerintah namun
kebanyakan orang tua murid tidak mau mengikutiprosedur harus membuat keterangan
tidak mampu dari kelurahan. Padahal kalau disadari, pendidikan disamping
pemerintah, orang tua juga memiliki tanggungjawab juga. PP Nomor 48 Tahun 2008
pasal 2 yang mengatakan pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat. Masyarakat sebagaimana yang
dimaksud meliputi penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat;
peserta didik, orang tua, dan pihak lainnya yang mempunyai perhatian dan
peranan dalam bidang pendidikan (Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah
Prof. Suyanto)
.Kemiskinan menjadi faktor utama yang menjadi penghambat dalam memajukan pendidikan pada
masyarakat kurang mampu di Indonesia. Kemiskinan tersebut dapat berakibat pada
tingkat pendidikan anak-anaknya. Banyaknya anak putus sekolah umumnya
disebabkan karena keterbatasan pendidikan yang layak atau setara terhadap anak-anaknya.
Permasalahan ini mengundang keprihatinan Depdiknas yang merupakan salah satu
bentuk kepedulian Pemerintah Indonesia terhadap keberadaan anak-anak putus
sekolah. Depdiknas memberikan layanan pendidikan gratis bagi anak putus sekolah
yang umunya berasal dari keluarga kurang mampu dan bertujuan untuk mengurangi
jumlah anak putus sekolah di Indonesia.
Orang
tua yang kurang mampu biasanya memiliki kesadaran yang rendah akan arti penting
pendidikan bagi anak-anaknya, sehingga banyak anak-anak di Indonesia tidak
melanjutkan sekolah atau drop out. Kasus anak putus sekolah yang terjadi pada
masyarakat kurang mampu bisa dijadikan
sebagai contohnya Kemiskinan pada masyarakat berakibat pula pada tingkat pendidikan anak
anaknya.
Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau
melalui jarak jauh.
Pembangunan pendidikan merupakan salah
satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan
mempunyai peran yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang
kehidupan. Setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang
bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status
sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD
1945, Pemerintah bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan
kesejahteraan umum.
Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek
penting yaitu equality atau persamaan, setiap warga negara memiliki
kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Aspek yang kedua yaitu equity
bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara
berbagai kelompok dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata
berarti semua penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan,
sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok bisa menikmati
pendidikan secara sama.
Pemerintah telah berupaya untuk
memperluas akses dan pemerataan pendidikan dan terus meningkatkan partisipasi
pendidikan sekaligus menurunkan kesenjangan taraf pendidikan antar kelompok
masyarakat. Pemerintah melakukan penyediaan bantuan operasional sekolah (BOS)
untuk seluruh siswa pada jenjang pendidikan dasar, yang mencakup SD, MI, SDLB,
SMP, MTs, SMPLB, dan Pesantren Salafiyah, serta satuan pendidikan keagamaan
lainnya yang menyelenggarakan pendidikan dasar sembilan tahun. Penyediaan BOS
ini ditujukan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan
meringankan beban bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan
pendidikan yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan Wajib
Belajar Sembilan Tahun. Untuk jenjang pendidikan menengah disediakan bantuan
operasional manajemen mutu yang ditujukan untuk membantu SMA/SMK/MA dalam
menyediakan kebutuhan operasionalnya.
Terkait biaya untuk progam tersebut
RAPBN 2005 untuk pendidikan mencapai Rp 400 trilliun. Sekitar Rp 66 trilliun
dialokasi ke kementrian pendidikan, sekitar Rp 40 trilliun dialokasikan ke
kementrian agama, Rp7 trillliun dialokasikanke kementrian-kementrian lain yang
terkait dan sekitar Rp 280 trilliun dialokasikan untuk biaya personalia/tenaga
pendidik.
Kebijakan BOS Tahun 2009 Biaya satuan
BOS, termasuk BOS Buku, per siswa per tahun mulai Januari 2009 naik secara
signifikan menjadi: SD di kota Rp400 ribu, SD di kabupaten Rp397 ribu, SMP di
kota Rp575 ribu, dan SMP di kabupaten Rp 570 ribu. Dengan kenaikan
kesejahteraan guru PNS dan kenaikan BOS sejak Januari 2009, semua SD dan SMP
negeri harus membebaskan siswa dari biaya operasional sekolah, kecuali RSBI dan
SBI.
Kebijakan BOS Tahun 2009 :
1.
Pemda wajib mengendalikan pungutan biaya operasional
di SD dan SMP swasta sehingga siswa miskin bebas dari pungutan tersebut dan
tidak ada pungutan berlebihan kepada siswa mampu.
2.
Pemda wajib menyosialisasikan dan melaksanakan
kebijakan BOS tahun 2009 serta menyanksi pihak yang melanggarnya.
3.
Pemda wajib memenuhi kekurangan biaya operasional dari
APBD bila BOS dari Depdiknas belum mencukupi.
BOS tidak menghalangi peserta didik, orang tua, atau
walinya memberikan sumbangan sukarela yang tidak mengikat kepada sekolah.
(Departemen Pendidikan Nasional)
Pemerintah juga telah meluncurkan
program Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM) dalam rangka memperluas akses
ke sekolah menengah. Namun demikian pendanaan tersebut dinilai banyak pihak
masih belum memadai karena dana BOS dan BOMM yang disalurkan belum mencakup
semua komponen penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar diatur dalam
pasal 9 yang menyatakan:
a.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin
terselenggaranya progam wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar
tanpa memunggut biaya
b.
Warga Indonesia yang berusia diatas 15 tahun dan belum
lulus pendidikan dasar dapat menyelesaikan pendidikannya sampai lulus atas
biaya Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
c.
Warga Negara Indonesia usia wajib belajar yang orang
tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah wajib memberikan bantuan biaya pendidikan sesuai peraturan
perundang-undangan.
Dalam
UU Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 13 ayat 2
menyatakan bahwa “Setiap warga negara Indonesia berhak mendapat pendidikan,
bahkan warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar dan setiap warga negara yang berusia enam tahun
dapat mengikuti program wajib belajar serta orangtua dari anak usia wajib
belajar berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya”.
Dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2, UU
Sisdiknas Pasal 6 Ayat 1, Pasal 7, dan Pasal 34 menyatakan bahwa “Sementara
pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Namun khusus untuk pendidikan dasar
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membiayainya serta pemerintah dan
pemerintah daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya”.
Dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2 UUD 1945
menyatakan bahwa “ Setiap warga negara wajib megikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayai”
Amanah kebijakan
pendidikan tersebut menginspirasi beberapa daerah untuk dapat menyelenggarakan
pendidikan gratis diwilayahnya. Sehingga dengan adanya kemampuan daerah untuk
menyelenggarakan pendidikan gratis, diharapkan tidak ada lagi anak-anak daerah
yang tidak memiliki pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan gratis ini bertujuan
untuk :
1.
Mengurangi beban masyarakat sebagai
peserta didik atau orang tua peserta didik.
2.
Memberi kesempatan yang seluas-luasnya pada usia belajar guna
mendapatkan layanan pendidikan yang layak dan bermutu.
Ketersediaan SDM dengan
kemampuan dan kapasitas yang dibutuhkan sudah cukup memadai. Apabila terjadi
kekurangan dalam pelaksanaannyapun, setiap elemen pelaksana kebijakan akan
saling memenuhi untuk bisa terpenuhinya kebutuhan akan SDM kebijakan. Namun
dalam implementasi yang dilakukan, ternyata masih ada terselip
kepentingan-kepentingan dari pelaksana kebijakan. Fakta ini membuat pelaksanaan
kebijakan tidak berjalan sesuai dengan harapan dan manfaat yang diinginkan.
Sebab dengan adanya kepentingan tersebut, membuat informasi kebijakan
pendidikan gratis tidak dapat diterima secara sistematis dan keseluruhan oleh
masyarakat, terutama masyarakat yang berada di wilayah pedesaan dan pedalaman
pedesaan. Kondisi ini yang seharusnya dapat membantu masyarakat dalam
meringankan beban pemenuhan pendidikan, malah membuat masyarakat kesulitan
untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dari para anak-anaknya.
Hasil kebijakan yang
dicapai dalam implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan gratis di
Indonesia belum maksimal. Karena apabila ditinjau dari ketercapaian tujuan dan
sasaran kebijakan masih belum sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
Pencapaian kebijakan hanya cenderung tercapai di sekolah-sekolah yang ada di
wilayah ibukota kabupaten dan ibukota kecamatan. Karena tingkat pengawasan yang
tinggi membuat sekolah-sekolah yang berada di wilayah ibukota kabupaten dan
kecamatan berusaha melaksanakan kebijakan sesuai dengan SOP yang ditetapkan.
Walaupun ketercapaian hasil kebijakan di wilayah ibukota kabupaten dan
kecamatan masih belum sesuai dengan peruntukkan pembiayaan yang ditetapkan.
Namun pihak-pihak sekolah di wilayah tersebut telah berupaya untuk melaksanakan
kebijakan penyelenggaraan pendidikan gratis sesuai dengan petunjuk dan pedoman yang
telah ditetapkan. Sedangkan untuk sekolah sekolah yang berada di pedesaan
umumnya masih sangat rendah ketercapaian hasil kebijakan yang dilakukan. Salah
satu penyebabnya adalah rendahnya faktor kontrol yang dilakukan oleh pihak
aktor politik dan masyarakat.
Hasil kebijakan yang
dicapai masih belum maksimal. Ketidakmasimalan pencapaian hasil kebijakan
disebabkan oleh komunikasi kebijakan yang tidak berjalan, sehingga masyarakat
atau stakeholder tidak bisa menjadi kontrol dalam implementasi kebijakan
penyelenggaraan pendidikan gratis di Indonesia. Dampaknya ketercapaian tujuan
dan sasaran kebijakan tidak dapat terawasi, sebab masih banyak stakeholders
yang tidak mengetahui adanya keberadaan kebijakan kebijakan penyelenggaraan
pendidikan gratis. Akibatnya masyarakat tidak bisa menuntut pelaksanaan
kebijakan penyelenggaraan pendidikan gratis yang sesuai dengan peruntukkannya.
Karena fakta yang ada implementasi kebijakan kebijakan penyelenggaraan
pendidikan gratis lebih cenderung kepada peruntukkan pembiayaan investasi
daripada peruntukkan pembiayaan operasional dan biaya sangat terbantu dalam
menyekolahkan anaknya dan menikmati indahnya dunia pendidikan.
Komunikasi yang
dilakukan masih belum lancar. Karena masih ditemukan oknum-oknum tertentu yang
menghambat kelancaran informasi tentang adanya penyelenggaraan pendidikan gratis
di Indonesia. Apalagi modal komunikasi yang dikembangkan dalam upaya memberikan
informasi tentang penyelenggaraan pendidikan gratis sifatnya berjenjang.
Tentunya saja masih ada pada jenjang-jenjang yang berbeda yang enggan
memberikan informasi tentang keberadaan penyelenggaraan pendidikan gratis di
Indonesia. Akibatnya pemerataan penerimaan informasi tentang penyelenggaraan
pendidikan gratis belum berjalan dengan baik. Faktanya masih ada sebagian
masyarakat yang mengetahui tentang informasi pendidikan gratis dan banyak
masyarakat yang kurang mengetahui tentang adanya penyelenggaraan pendidikan
gratis. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi oleh pihak pelaksana
kebijakan tentang komunikasi yang dikembangkan dalam penyampaian informasi
penyelenggaraan pendidikan gratis kepada masyarakat, supaya informasi tersebut
benar-benar dapat diterima oleh masyarakat. Selain itu juga perlu dilakukan
pengawalan dan pengawasan terhadap informasi penyelenggaraan pendidikan gratis
kepada masyarakat. Agar informasi penyelenggaraan pendidikan gratis yang
dibutuhkan oleh masyarakat memang benarbenar dapat diterima dan dimengerti oleh
masyarakat. Sehingga dengan adanya pengetahuan itu, masyarakat dapat mengikuti
program kebijakan penyelenggaraan pendidikan gratis yang disediakan oleh
Pemerintah Indonesia.
Program
yang diharapkan dapat terealisasi paling lambat akhir 2009 ini ternyata tidak
sesuai yang diharapkan karena saat ini masih terdapat anak-anak yang belum
mampu menuntaskan pendidikan dasar sembilan tahun. Hal tersebut terjadi karena
masih banyaknya kendala yang dihadapi Pemerintah dalam penyelenggaraan program
wajib sembilan tahun. Kendala yang dihadapi Pemerintah misalnya akses
pendidikan yang masih relatif rendah, banyaknya oknumyang tidak
bertanggungjawab serta mutu pendidikan. Dalam hal ini mencakup tenaga
kependidikan, fasilitas, pembiayaan, manajemen, proses dan prestasi siswa yang masih
rendah.
Kondisi
sosial masyarakat juga memengaruhi keberhasilan program ini, selain kendala
dari pihak pemerintah sendiri. Kondisi sosial tersebut berpengaruh pada pola
pikir masyarakat yang lebih mementingkan kebutuhan hidup daripada kebutuhan
akan pendidikan, misalnya yang terjadi pada masyarakat yang kurang mampu di
Indonesia yang merasa kesulitan untuk mendapatkan akses pelayanan pendidikan.
Dapat saya simpulkan bahwa Pendidikan Gratis yang
diselenggarakan di Indonesia belum terselenggara secara merata sehingga tidak sesuai dengan peraturan yang telah
ditetapkan :
1.
Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional
Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 13 ayat 2 yang menyatakan bahwa “Setiap
warga negara Indonesia berhak mendapat pendidikan, bahkan warga negara yang
berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar
dan setiap warga negara yang berusia enam tahun dapat mengikuti program wajib
belajar serta orangtua dari anak usia wajib belajar berkewajiban memberikan
pendidikan dasar kepada anaknya”.
2.
Dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2, UU
Sisdiknas Pasal 6 Ayat 1, Pasal 7, dan Pasal 34 yang menyatakan bahwa
“Sementara pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Namun khusus untuk pendidikan
dasar Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membiayainya serta pemerintah dan
pemerintah daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya”.
3.
Dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2 UUD 1945
yang menyatakan bahwa “ Setiap warga negara wajib megikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayai”
sebab untuk
beberapa daerah mungkin pendidikan gratis sudah berjalan sesuai dengan
prosedur. Sementara dibeberapa daerah lain,mungkin pendidikan gratis tidak berjalan sebagaimana mestinya atau bahkan belum dijalankan karena beberapa
kendala. Kenapa tidak lancar?
a.
Pertama, tidak semua masyarakat terutama orang tua
mengetahui secara jelas bagaimana sistem pendidikan gratis itu atau bisa
dikatakan kurangnya sosialisasi dari sekolah. Akibatnya, tidak ada kontrol
langsung dari orang tua siswa dalam pelaksanaan progam ini dan adanya potensi
penyalahgunaan wewenang dari sekolah
b.
Kedua, banyak
sekolah didaerah terpencil yang sama sekali tidak terjangkau kebijakan
pemerintah alias terabaikan. Sehingga fasilitas dan infrastruktur yang
seharusnya sama rata didapatkan oleh sekolah
diseluruh Indonesia tidak bisa diwujudkan.
c.
Ketiga, masih ada sekolah yang secara sepihak
mengadakan pungutan untuk progam kegiatan yang tidak jelas tujuannya. Hal ini
terjadi karena kurangnya kontrol dari pemerintah (Ferida Ovy Wulandari, 2015)
5. Daftar Pustaka
A. Sumber
Jurnal
1. Nilla
Crityani, (2015), Masalah Anak Putus
Sekolah Dalam Progam Pendidikan Gratis Di Desa Rantau Panjang Kabupaten Kanyong
Utara , jurnal nasional, Universitas Tanjungpura Pontianak
2. Yogie
Firmansyah, (2013), Peran Unit
Rehabilitasi Sosial Karya Mandiri Kabupaten Pemalang Dalam Pemerataan
Pendidikan Bagi Anak Putus Sekolah, jurnal nasional, Universitas Negeri
Semarang
3. Nita
Andriani dan Sujianto, (2014), Implementasi
Penyelenggaraan Pendidikan Gratis, jurnal nasional, Universitas Riau
4. Jumadi,
Dedi Kusnadi, Mahyudin Syafei, (2014), Implementasi
Pendidikan Gratis di Kayong Utara, jurnal nasional, Universitas Tanjungpura
Pontianak
5. M
Ervan Marzuki, (2011), Kebijakan Progam
Sekolah Gratis dan Dampaknya Memperoleh Akses Pelayanan Memperoleh Pendidikan
Di Sumatra Selatan, jurnal nasional
6. Rusman
Roni, (2009), Pendidikan Gratis Berbasis
5 Pilar Manajemen Mutu Terpadu, jurnal nasional
7. Muhammad
Arief Dahlan, Kebijakan Pendidikan Gratis
Di Tingkat Regional : Konsep dan Pelaksanaan Di Kabupaten Rembang, jurnal
nasional
B. Sumber
Buku
8. Ihsan,
Fuad. H. 2010. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
9. Wibawa
Samodra. 1993. Perencanaan Kebijaksanaan Publik. Jakarta: Raja
10.
Grafindo Persada Winarno Budi. 2012. Kebijakan
Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
C. Sumber
Dokumen Pemerintah
11. Peraturan
Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar diatur dalam pasal 9
12. UU
Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 13 ayat 2
13. UUD
1945 Pasal 31 Ayat 2
14. UU
Sisdiknas Pasal 6 Ayat 1, Pasal 7, dan Pasal 3
15. UU
No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
0 comments:
Post a Comment