Tuesday, 5 January 2016

"PELAYANAN PEMBUATAN KTP ELEKTRONIK (KTP-EL/E-KTP) BELUM MAKSIMAL" Oleh : IFKA ARY SETYANTI (B200140253)



ABSTRAK

 KTP Elektronik (KTP-el atau E-KTP) merupakan dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan / pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada database kependudukan nasional. Pembuatan KTP-el terbuka lebar, mudah, tanpa dipungut biaya alias gratis dan cepat. Pada kenyatannya kendala dalam pelayanan pembuatan e-ktp dibeberapa daerah di Indonesia masih banyak, antara lain masih ada masyarakat yang belum mendapat e-ktp karena prosesnya lama, berbelit/susah, adanya struktur birokrasi pada prosedur dalam penerbitan KTP-el yang memakan waktu lama dan tidak ada kepastian kapan jadinya; sistem server yang bermasalah; sarana dan prasana yang kurang memadai, kurangnya perhatian dan tanggapan yang baik dari pegawai, banyaknya antrian dalam proses pembuatan KTP-el, sosialisasi yang kurang, sosialisasi yang kurang.

Berdasarkan hal tersebut pelayanan publik dalam pembuatan e-ktp belum efektif dan efisiensi.
Kata kunci : e-ktp, pelayanan publik, kendala

LATAR BELAKANG MASALAH

 Setiap Warga Negara baik Indonesia maupun Asing wajib memiliki kartu tanda penduduk. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 126 Tahun 2012 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional KTP Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 A merupakan Identitas resmi bukti domisili penduduk; Bukti diri penduduk untuk pengurusan kepentingan yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan; Bukti diri penduduk untuk pengurusan kepentingan pelayanan publik di Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Perbankan, dan Swasta yang berkaitan dengan dan tidak terbatas pada Perizinan, Usaha, Perdagangan, Jasa Perbankan, Asuransi, Perpajakan dan Pertanahan.

Program KTP-el dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP konvensional/nasional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi peluang penduduk yang ingin berbuat curang dalam hal-hal tertentu dengan manggandakan KTP-nya.  
Penyelenggaraan pelayanan KTP-el dibeberapa daerah di Indonesia  masih mengalami banyak kendala. Dibuktikannya masih banyak kendala dalam proses pelayanan pembuatan KTP-el. Kendala tersebut antara lain masih ada masyarakat yang belum mendapat e-ktp karena prosesnya lama, berbelit/susah, adanya struktur birokrasi pada prosedur dalam penerbitan KTP-el yang memakan waktu lama dan tidak ada kepastian kapan jadinya; sistem server yang bermasalah; sarana dan prasana yang kurang memadai, kurangnya perhatian dan tanggapan yang baik dari pegawai, banyaknya antrian dalam proses pembuatan KTP-el, sosialisasi yang kurang dan sosialisasi yang kurang.
Berdasarkan perihal tersebut, penulis membuat paper mengenai pelayanan pembuatan KTP-el atau E-Ktp belum maksimal. 


LANDASAN TEORITIS
Istilah pelayanan publik, menurut UU No. 25 Tahun 2009, adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warganegara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.


Prinsip pelayanan, sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang "relevan”, “valid" dan "reliabel”, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut: (1) prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan; (2) persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya; (3) kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya); (4) kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku; (5) tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan; (6) kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/ menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat; (7) kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan; (8) keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani; (9) kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati; (10) kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besamya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan; (11) kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan; (12) kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; (13) kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan; (14) keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

Menurut Mardiasmo(2002) informasi dalam pengukuran kinerja sektor publik ada dua yaitu informasi finansial dan informasi non-finansial. Informasi finansial diukur berdasarkan pada anggaran yang telah dibuat. Informasi non-finansial dapat dijadikan tolok ukur lainnya, dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian manajemen. Jadi informasi finansial mengukur tingkat efektifitas dan efisiensi terhadap pengorbanan sumber daya melalui media anggaran, akuntansi dan audit. Sedangkan informasi non-finansial merupakan aspek pelayanan yang mengukur tingkat kepuasan penerima layanan, contohnya seperti pengukuran pelayanan KTP elektronik.
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia (2012) mengungkapkan bahwa KTP berbasis NIK secara Nasional yang selanjutnya disebut KTP elektronik adalah KTP yang memiliki spesifikasi dan format KTP Nasional dengan sistem pengamanan khusus yang berlaku sebagai identitas resmi yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/kota.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2013, perubahan atas Undang-undang nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan menjelaskan bahwa Kartu Tanda Penduduk Elektronik selanjutnya disingkat KTP-el merupakan Kartu Tanda Penduduk yang dilengkapi cip yang merupakan identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh instansi pelaksana. Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki izin tinggal tetap yang telah berumur 17 tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP-el yang berlaku secara nasional sebagai SIN (Single Identity Number) yang berbasis NIK dengan menggunakan teknologi komputer dan basis data yang integratif. NIK adalah nomor identitas kependudukan yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia. NIK hanya bisa diterbitkan oleh instansi pelaksana dengan menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). KTP-el untuk WNI berlaku seumur hidup dan bagi orang asing berlaku sesuai  masa izin tinggal tetap. Hal ini ditujukan untuk Efisiensi Anggaran.  Dengan KTP-el masyarakat tidak perlu lagi memperpanjangnya tiap lima tahun. Kecuali bagi warga negara yang mengalami peristiwa atau perubahan status kependudukan. Seperti status pernikahan, gelar pendidikan, atau perubahan domisili. 

Sedangkan menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 126 Tahun 2012 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional KTP Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 A merupakan:
a. Identitas resmi bukti domisili penduduk;
b. Bukti diri penduduk untuk pengurusan kepentingan yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan;
c. Bukti diri penduduk untuk pengurusan kepentingan pelayanan publik di Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Perbankan, dan Swasta yang berkaitan dengan dan tidak terbatas pada Perizinan, Usaha, Perdagangan, Jasa Perbankan, Asuransi, Perpajakan dan Pertanahan. Menurut Pasal 10 (1)KTP non elektronik tetap berlaku dan harus disesuaikan dengan Peraturan Presiden ini paling lambat tanggal 31 Desember 2013. (2) Dalam hal penduduk yang sudah melakukan perekaman KTP Elektronik tetapi belum menerima KTP Elektronik, KTP non elektronik yang telah habis masa berlakunya dinyatakan tetap berlaku.  (3) Masa berlaku KTP non elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan penduduk yang bersangkutan menerima KTP Elektronik.

Manfaat KTP elektronik sebagai berikut :
1.      Untuk mencegah dan menutup peluang adanya KTP ganda dan KTP palsu, sehingga memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi penduduk
2.      Untuk mendukung terwujudnya database kependudukan yang akurat, sehingga Data Pemilih dalam Pemilu dan Pemilukada yang selama ini sering bermasalah tidak akan terjadi lagi, dan semua Warga Negara Indonesia yang berhak memilih terjamin hak pilihnya.
3.      Dapat mendukung peningkatan keamanan negara sebagai dampak positif dari tertutupnya peluang KTP ganda dan KTP palsu, dimana selama ini para pelaku kriminal termasuk teroris, TKI Ilegal dan perdagangan orang umumnya menggunakan KTP ganda dan KTP Palsu.
4.      Bahwa KTP Elektronik merupakan KTP Nasional yang sudah memenuhi semua Ketentuan yagn diatur dalam UU No.23 Tahun 2006 dan Perpres No.26 tahun 2009 dan Perpres No.35 tahun 2010, sehingga berlaku secara nasional. Dengan demikian mempermudah penduduk untuk mendapatkan pelayanan dari Lembaga Pemerintah Swasta , karena tidak lagi memerlukan KTP setempat.

Dasar hukum Penerapan KTP-el di Indonesia yaitu
1.      Undang-undang Dasar 1945 Pasal 26 ayat 3 tentang hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang
2.      Undang-undang No.23 th 2006 tentang administrasi kependudukan
a.       PP No.37 th 2007 tentang pelaksanaan UU No.23/2006 terkait Administrasi Kependudukan
b.      PERPRES No.25 th 2008 tentang cara dan persyaratan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil
c.       PERPRES no.26 th 2009 tentang penerapan KTP berbasis NIK secara nasional
d.      PERPRES no.35 th 2010 tentang perubahan atas PERPRES no.26/2009 Penerapan KTP elektronik paling lambat akhir 2012
e.       KEPRES No.10 th 2010 tentang tim pengarah
f.       PERMENDAGRI no.6 th 2011 tentang spesifikasi perangkat keras, lunak, blanko KTP Elektronik
g.      PERMENDAGRI no.9 th 2011 tentang pedoman penerapan KTP berbasis NIK Secara Nasional

Kebijakan yang berkenaan dengan penerbitan kartu tanda penduduk berbasis elektronik, diatur melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor No 09 Tahun 2011 tentang Pelayanan Pembuatan e-KTP atau KTP-el.
Prosedur pelayanan KTP-el sebagai berikut :
1.      Perekaman data penduduk
a.       Penduduk membawa surat panggilan dan KTP lama (bagi yang sudah memiliki KTP)
b.      Penduduk menyerahkan surat panggilan dan memperlihatkan KTP lama (bagi yang sudah memiliki KTP) kepada petugas
c.       Penduduk menunggu panggilan
d.      Petugas operator melakukan verifikasi data penduduk dan perekaman pas photo, tanda tangan, sidik jari dan iris (selaput bola mata yang ada dibelakang kornea mata membentuk batas pupil yang memberikan warna khusus), petugas membubuhkan tanda tangan dan stempel tempat pelayanan KTP elektronik pada surat panggilan penduduk yang dijadikan tanda bukti pengambilan KTP elektronik. 
2.      pengambilan KTP elektronik
a.       Penduduk membawa surat panggilan yang telah ditanda tangani dan di stempel oleh petugas tempat pelayanan KTP elektronik serta KTP lama (bagi yang sudah memiliki KTP)
b.      Penduduk menyerahkan surat panggilan tersebut diatas kepada petugas
c.       Penduduk menunggu panggilan
d.      Petugas operator melakukan verifikasi data melalui pemadanan sidik jari penduduk 1:1
Apabila datanya sama maka KTP elektronik diberikan kepada penduduk. Apabila datanya tidak sama, KTP elektronik tidak diberikan kepada penduduk.
Secara bersamaan ketika penduduk menerima KTP Elektronik, penduduk juga menyerahkan KTP lama krpada petugas operator.  

Tata cara perekaman sidik jari penduduk antara lain:
1.      Sebelum melakukan perekaman, jari tangan harus bersih dan kering
2.      Perekaman sidik jari penduduk dilakukan di tempat pelayanan KTP Elektronik
3.      Perekaman sidik jari penduduk dilakukan oleh petugas operator
4.      Petugas operator merekam seluruh sidik jari tangan penduduk dengan urutan:
a.       Perekaman sidik jari tangan  kanan mulai ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, jari manis, dan jari kelingking
b.      Perekaman sidik jari tangan kiri mulai ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, jari manis dan jari kelingking
5.      Hasil perekaman sidik jari tangan epnduduk disimpan kedalam database kependudukan ditempat pelayanan KTP Elektronik
6.      Hasil perekaman sidik jari telunjuk tangan kiri dan jari telunjuk tangan kanan penduduk juga direkam kedalam CHIP KTP Elektronik
Tata cara perekaman sidik jari penduduk yang cacat meliputi :
1. Dalam hal sidik jari telunjuk tangan kanan/ kanan kiri tidak dapat direkam kedalam CHIP KTP Elektronik, dilakukan perekaman sidik jari yang lainnya dengan urutan jari tengah, jari manis atau ibu jari
2. Penduduk yang cacat fisik sehingga tidak bisa dilakukan perekaman sidik jari tangan tidak dilakukan perekaman sidik jari tangan tetapi dilakukan perekaman pas photo wajah dengan kedua tangan penduduk yang bersangkutan kedalam database kependudukan.

Menurut Edward III implementasi kebijakan publik ditinjau dari empat aspek, yaitu :
1) Pola komunikasi yang digunakan yaitu top down (dari atas kepada bawahan) dari Camat kepada Kepala Sub Bagian Pelayanan Umum sebagai petugas pelaksana yang kemudian langsung dikoordinasikan dengan staf-staf di ruang PATEN. Kejelasan dalam komunikasi dan konsistensi dari aktor pelaksana kebijakan telah mendukung keberhasilan implementasi kebijakan PATEN pada pelayanan e-KTP.
2) Sumber Daya terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya peralatan, dan sumber daya keuangan. Sumber daya manusia yang ada pada pelayanan e- KTP yaitu terdiri dari satu petugas yang memiliki wawasan dalam mengoperasikan alat perekam e-KTP, selain itu sumber daya manusia juga ditingkatkan kapasitasnya melalui bimbingan teknis dan rapat yang dilaksanakan secara rutin. Sumber daya peralatan untuk perekaman e- KTP terdiri dari komputer, kamera beserta tripod, alat perekam sidik jari, alat perekam tanda tangan elektronik, alat perekam iris mata, alat pembaca e-KTP, dan jaringan internet. Sumber daya peralatan tersebut untuk saat ini disediakan oleh Kementerian Dalam Negeri. Sumber daya keuangan untuk kebutuhan layanan e-KTP juga masih dianggarkan secara nasional oleh Kementerian Dalam Negeri yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3) Disposisi, untuk petugas perekam e- KTP sebagai pelaksana (implementor) kebijakan yang berhubungan langsung dengan masyarakat telah memiliki kesungguhan dalam melaksanakan tugasnya. Petugas juga memiliki kompetensi sesuai dengan bidangnya, karena telah berupaya untuk meningkatkan kapasitas dengan cara rutin mengikuti kegiatan-kegiatan seperti bimbingan teknis maupun rapat koordinasi.
4) Struktur birokrasi, diketahui bahwa implementasi kebijakan PATEN pada produk layanan e-KTP di Kecamatan Krian untuk saat ini hanya diberi kewenangan dalam merekam dan menginput data penduduk, sedangkan untuk pencetakan dan penerbitan merupakan kewenangan Kementerian Dalam Negeri. Dengan demikian struktur birokrasi cenderung hierarkis yang dapat diketahui dari alur prosedur penerbitan e-KTP tersebut, sehingga kepastian waktu untuk penerbitan e-KTP tidak dapat diketahui oleh pihak kecamatan maupun masyarakat.

Berdasarkan penelitian yang dikutip dari ejournal-s1.undip.ac.id- Ika Puji Rahayu, Hardi Warsono, Ida Hayu Dwimawanti menyatakan bahwa Kualitas pelayanan E-KTP di Kecamatan Gayamsari masih kurang maksimal. Dilihat dari Tangible, peralatan E-KTP di Kecamatan Gayamsari jumlahnya masih kurang karena hanya satu perangkat saja. Pamflet tentang prosedur pelayanan harus dipasang pada lokasi strategis dan dibuat lebih menarik. Kecamatan Gayamsari belum memiliki TPDK. Dari sisi Reliability, Pegawai belum memberikan pelayanan sesuai dengan janjinya. Masalah yang muncul dalam pelayanan E-KTP di Kecamatan Gamyamsari adalah masyarakat mengembalikan E-KTP yang sudah dibagikan karena ada penulisan dalam komponen identitas. Dari sisi Responsiveness, pegawai yang memberikan pelayanan E-KTP di Kecamatan Gayamsari belum tanggap terhadap masyarakat yang datang untuk mengurus E-KTP. Dari sisi Assurance tidak ada kepastian waktu kapan E-KTP bisa diambil dan pegawai kurang memiliki pengetahuan dalam mengoperasikan komputer. Dari sisi Emphaty, masyarakat merasa kurang nyaman dengan jam pelayanan.  Faktor yang menghambat kualitas pelayanan E-KTP di Kecamatan Gayamsari adalah faktor aturan dimana kewenangan untuk mencetak E-KTP masih menjadi kewenangan pusat. Pegawai kurang disiplin dan kurang memiliki pengetahuan dalam mengoperasikan komputer. Untuk faktor kemampuan-keterampilan, pegawai kurang terampil untuk mengatasi kendala seperti komputer yang mati. Sedangkan untuk sarana pelayanan, peralatan E-KTP hanya 1 (satu) perangkat saja dan kondisi papan informasi serta toilet yang kurang terawat.

Menurut Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990) dalam Tjiptono (2011: 198) menyatakan bahwa dalam menilai kualitas jasa/ pelayanan, terdapat 5 (lima) ukuran kualitas jasa/ pelayanan, yaitu:
a. Tangibles (bukti fisik), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.
b. Reliability (reliabilitas), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dalam menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.
c. Responsiveness (responsivitas), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.
d. Assurance (jaminan), yakni perilaku para karyawan yang mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.
e. Empathy (empati), berarti bahwa perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.

Hal ini juga terlihat dari hasil penelitian yang dikutip dari ejournal.undip.ac.id-Defra Alchindi Q, Endang Larasati, Rihandoyo yang menyatakan bahwa pelayanan pembuatan E-KTP di Kecamatan Pedurungan, Semarang, Jawa Tengah masih belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari jaminan penyelesaian yang belum pasti, sarana dan prasarana yang kurang memadai, kurangnya perhatian dan tanggapan yang baik dari pegawai, daya tanggap pegawai yang kurang serta kurangnya informasi yang diberikan kepada masyarakat mengenai prosedur pelayanan. Tidak ada kepastian waktu yang jelas terkait pengambilan e-ktp. Masih banyaknya antrian dalam proses pembuatan E-KTP yang menyebabkan warga harus menunggu lama.

Pada Program e-KTP di Kota Padang belum berjalan dengan maksimal. Hal ini ditandai dengan tidak tercapainya target yang ditentukan yaitu sebanyak 26.000 wajib KTP sedangkan yang berhasil hanya 7.401 kartu. Penyebab kegagalan pencapaian target ini beragam, di antaranya permasalahan komunikasi, kurangnya sumberdaya, struktur birokratis yang rumit dan kaku, serta penentangan dari pihak lain. (JurnalMimbar.Unisba.ac.id-Roni Ekha Putera, Tengku Rika Valentina:2011)

Pada implementasi pelayanan e-KTP di Kecamatan Sangasanga Kabupaten Kutai Kartanegara telah dilaksanakan sesuai mekanisme yang telah ditentukan, tetapi dalam proses penyelenggaraan pelayanan e-KTP masih dihadapkan oleh berbagai kendala sehingga pelayanan e-KTP secara akumulatif kurang optimal. Hal tersebut dapat diketahui dari sub fokus penelitian yang ditetapkan, bahwa secara aplikatif belum semuanya dapat berjalan efektif. Kurang efektifnya implementasi pelayanan e-KTP di Kecamatan Sangasanga dapat diketahui dari aspek sumber daya manusia (tenaga operator) dan sarana komputer kurang memadai, sehingga secara aplikatif, balk dalam proses administrasi kependudukan, maupun perekaman data kurang efektif. Disamping itu diperburuk lagi oleh seringnya pemadaman listrik di wilayah tersebut yang mengakibatkan proses pendataan dan perekaman serta pemotretan e-KTP menjadi tertunda. (eJournalAdministrativeReform.ar.mian.fisip-unmul.ac.id:2014)

Adapun beberapa kendala di Kecamatan Amurang Barat Kabupaten Minahasa Selatan antara lain (1) Terdapat 1.200 warga Kecamatan Amurang Barat yang belum terdata untuk perekaman E- KTP.(2) Kemampuan sumber daya pegawai yang menangani E-KTP kurang optimal dan kurang  siap dalam melayani masyarakat.(3). Kurangnya pemberian pelayanan yang baik oleh pegawai operator kepada masyarakat.(4). Kurangnya fasilitas yang dibutuhkan ketika kebijakan tersebut diterapkan. Dalam hal ini pemerintah Kecamatan Amurang Barat mengalami kekurangan alat.(5). Sosialisasi yang dilakukan pemerintah Kecamatan Amurang Barat kepada masyarakat sehingga belum terlaksana dengan baik, sehingga kurangnya informasi yang diterima oleh warga Amurang Barat tentang pelaksanaan E-KTP.(6). Koordinasi dan komunikasi antara pemerintah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan Kecamatan Amurang Barat dan antara Pemerintah Kecamatan Amurang Barat tidak berjalan dengan baik. (7). Adanya ketidakdisiplinan yang dilakukan pegawai operator dalam pelaksanaan program E-KTP. (ejournal.unsrat.ac.id- Purnawati Ireine Robot)

Sedangkan di Kantor Camat Marpoyan Damai dilaksanakan sudah cukup baik terutama berkaitan kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat, kesiapan para pegawai untuk memberikan pelayanan, memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan pelayanan, sopan dalam memberikan pelayanan dan tegas, tapi penuh perhatian terhadap masyarakat. Walaupun memang kendala seperti struktur birokrasi, kemampuan aparat, sistem pelayanan, sarana dan prasarana serta kemampuan teknis masih ditemui dalam pelayanan pembuatan E-KTP. (ejournal.unri.ac.id- Hafzana Bedasari dan Zaili Rusli)

Lain halnya dengan hasil penelitian yang dikutip dari ejournal.unsrat.ac.id- Indra Jaya La Udi menyatakn bahwa (1)Produktifitas kinerja aparatur pemerintah kecamatan dalam pelayanan e-KTP sangat rendah didasarkan pada data masyarakat yang telah melakukan proses pengambilan data yang mencapai 9100 masyarakat baru 1237 e-KTP yang sudah tersalur atau hanya 13,6% masyarakat yang sudah memiliki e-KTP di kecamatan Tondano Selatan.(2). Tingkat kepuasan masyarakat dari pelayanan e-KTP dapat dikatakan baik didasarkan pada hasil penelitian yang menyatakan bahwa masyarakat merasa senang dan nyaman dengan pelayanan dari aparat kecamatan. (3). Responsibilitas aparat pemerintah kecamatan juga sudah dapat dikatakan baik didasarkan pada proses pengambilan data yang tidak dipersulit, serta prosesnya cepat tidak memakan waktu yang lama dalam pengambilan data e-KTP. Namun sayangnya masyarakat merasa kecewa dengan produksifitas yang sangat rendah disebabkan leh Human eror dalam input data sehinggan menyebabkan masih banyak juga masyarakat yang belum memiliki e-KTP.(4). Resposivitas aparat kecamatan juga sudah baik didasarkan pada prioritas pelayanan e-ktp ini bahwa mereka selalu menyediakan sarana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat meskipun seadanya saja. Akan tetapi karena adanya kelalaian petugas kecamatan yang menginput data sehingga manyebabkan sebagian besar e-KTP tidak dapat diproses untuk dibuat di pemerintah pusat. (5). Akuntabilitas aparat kecamatan dalam pelayanan e-KTP masih perlu mendapat perhatian khusus didasarkan pada penyaluran e-ktp yang yang hanya serta merta begitu saja tanpa adanya aktivasi karena aparat tidak melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan tidak adanya penarikan KTP yang lama sehingga dapat mengakibatkan status kependudukan ganda apabila KTP yang lama masih berlaku.

 
KESIMPULAN
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia (2012) mengungkapkan bahwa KTP berbasis NIK secara Nasional yang selanjutnya disebut KTP elektronik adalah KTP yang memiliki spesifikasi dan format KTP Nasional dengan sistem pengamanan khusus yang berlaku sebagai identitas resmi yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/kota.
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 126 Tahun 2012 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 A E-KTP/KTP-el digunakan sebagai Identitas resmi bukti domisili penduduk; Bukti diri penduduk untuk pengurusan kepentingan yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan; Bukti diri penduduk untuk pengurusan kepentingan pelayanan publik di Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Perbankan, dan Swasta yang berkaitan dengan dan tidak terbatas pada Perizinan, Usaha, Perdagangan, Jasa Perbankan, Asuransi, Perpajakan dan Pertanahan.

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori diatas prosedur pelayanan pembuatan E-KTP dengan pelaksanaan pelayanan yang diberikan dibeberapa daerah diIndonesia kurang maksimal. Hampir setiap daerah memiliki kendala yang sama dalam pelayanan pembuatan E-KTP atau KTP-el antara lain masih ada masyarakat yang belum mendapat e-ktp karena prosesnya lama, berbelit/susah, adanya struktur birokrasi pada prosedur dalam penerbitan KTP-el yang memakan waktu lama dan tidak ada kepastian kapan jadinya; sistem server yang bermasalah; sarana dan prasana yang kurang memadai, sumber daya manusia yang kurang profesional, banyaknya antrian dalam proses pembuatan KTP-el dan sosialisasi yang kurang.
Oleh karena itu sebaiknya pemerintah harus berorientasi atau mementingkan kebutuhan dan kepuasan pelanggan; Kualitas pelayanan publik harus diperbaiki dengan menerapkan prinsip good governance; pemerintah memantau dan mengawasi pelaksanaan pelayanan publik khususnya pembuatan e-ktp telah berjalan dengan baik atau belum. Implikasi dari pelayanan E-KTP yaitu semoga Proses dalam pembuatan e-ktp lebih mudah, cepat dan nyaman, Adanya kotak saran yang dapat digunakan penerima layanan untuk memberikan kritik dan saran terhadap pelaksanaan pelayanan publik khususnya dalam pembuatan e-ktp, Adanya sosialisai yang jelas atau transparansi mengenai pembuatan e-ktp dan kegunaannya dan Pelaksanan pelayanan pembuatan e-ktp dapat sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan















DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo.2002.Akuntansi Sektor Publik.Andi:Yogyakarta
Utomo, Handi, dkk.2012.Penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan KTP Elektronik (e-KTP) di Indonesia. Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia:Jakarta.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Pelayanan Publik
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 126 Tahun 2012 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional.

JurnalMimbar.Unisba.ac.id-Roni Ekha Putera, Tengku Rika Valentina:2011

eJournalAdministrativeReform.ar.mian.fisip-unmul.ac.id:2014

ejournal.undip.ac.id-Defra Alchindi Q, Endang Larasati, Rihandoyo

ejournal-s1.undip.ac.id- Ika Puji Rahayu, Hardi Warsono, Ida Hayu Dwimawanti

ejournal.unsrat.ac.id- Yustinus Sapari

ejournal.unsrat.ac.id- Indra Jaya La Udi

ejournal.unri.ac.id- Hafzana Bedasari dan Zaili Rusli

ejournal.unsrat.ac.id- Purnawati Ireine Robot

Posted on by Akuntansi Publik | 4 comments

4 comments: