ABSTRAK
KTP Elektronik (KTP-el atau E-KTP) merupakan dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan / pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada database kependudukan nasional. Pembuatan KTP-el terbuka lebar, mudah, tanpa dipungut biaya alias gratis dan cepat. Pada kenyatannya kendala dalam pelayanan pembuatan e-ktp dibeberapa daerah di Indonesia masih banyak, antara lain masih ada masyarakat yang belum mendapat e-ktp karena prosesnya lama, berbelit/susah, adanya struktur birokrasi pada prosedur dalam penerbitan KTP-el yang memakan waktu lama dan tidak ada kepastian kapan jadinya; sistem server yang bermasalah; sarana dan prasana yang kurang memadai, kurangnya perhatian dan tanggapan yang baik dari pegawai, banyaknya antrian dalam proses pembuatan KTP-el, sosialisasi yang kurang, sosialisasi yang kurang.
Berdasarkan
hal tersebut pelayanan publik dalam pembuatan e-ktp belum efektif dan
efisiensi.
Kata kunci : e-ktp,
pelayanan publik, kendala
LATAR BELAKANG MASALAH
Setiap Warga Negara baik Indonesia maupun Asing wajib memiliki kartu tanda penduduk. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 126 Tahun 2012 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional KTP Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 A merupakan Identitas resmi bukti domisili penduduk; Bukti diri penduduk untuk pengurusan kepentingan yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan; Bukti diri penduduk untuk pengurusan kepentingan pelayanan publik di Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Perbankan, dan Swasta yang berkaitan dengan dan tidak terbatas pada Perizinan, Usaha, Perdagangan, Jasa Perbankan, Asuransi, Perpajakan dan Pertanahan.
Program KTP-el dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP konvensional/nasional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi peluang penduduk yang ingin berbuat curang dalam hal-hal tertentu dengan manggandakan KTP-nya.
Penyelenggaraan
pelayanan KTP-el dibeberapa daerah di Indonesia
masih mengalami banyak kendala. Dibuktikannya masih banyak kendala dalam
proses pelayanan pembuatan KTP-el. Kendala tersebut antara lain masih ada
masyarakat yang belum mendapat e-ktp karena prosesnya lama, berbelit/susah,
adanya struktur birokrasi pada prosedur dalam penerbitan KTP-el yang memakan
waktu lama dan tidak ada kepastian kapan jadinya; sistem server yang
bermasalah; sarana dan prasana yang kurang memadai, kurangnya perhatian dan
tanggapan yang baik dari pegawai, banyaknya antrian dalam proses pembuatan
KTP-el, sosialisasi yang kurang dan sosialisasi yang kurang.
Berdasarkan
perihal tersebut, penulis membuat paper mengenai pelayanan pembuatan KTP-el atau
E-Ktp belum maksimal.
LANDASAN
TEORITIS
Istilah
pelayanan publik, menurut UU No. 25 Tahun 2009, adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warganegara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik.
Prinsip pelayanan, sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan
Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian dikembangkan menjadi 14
unsur yang "relevan”, “valid" dan "reliabel”, sebagai unsur
minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah
sebagai berikut: (1) prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan; (2)
persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang
diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya; (3)
kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang
memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya);
(4) kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan
pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang
berlaku; (5) tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan
tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan; (6)
kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang
dimiliki petugas dalam memberikan/ menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat;
(7) kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam
waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan; (8) keadilan
mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan
golongan/status masyarakat yang dilayani; (9) kesopanan dan keramahan petugas,
yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati; (10) kewajaran
biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besamya biaya yang
ditetapkan oleh unit pelayanan; (11) kepastian biaya pelayanan, yaitu
kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan;
(12) kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan; (13) kenyamanan lingkungan, yaitu
kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga
dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan; (14) keamanan
Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara
pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang
untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari
pelaksanaan pelayanan.
Menurut
Mardiasmo(2002) informasi dalam pengukuran kinerja sektor publik ada dua yaitu
informasi finansial dan informasi non-finansial. Informasi finansial diukur
berdasarkan pada anggaran yang telah dibuat. Informasi non-finansial dapat
dijadikan tolok ukur lainnya, dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses
pengendalian manajemen. Jadi informasi finansial mengukur tingkat efektifitas
dan efisiensi terhadap pengorbanan sumber daya melalui media anggaran,
akuntansi dan audit. Sedangkan informasi non-finansial merupakan aspek pelayanan
yang mengukur tingkat kepuasan penerima layanan, contohnya seperti pengukuran
pelayanan KTP elektronik.
Direktorat
Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Republik
Indonesia (2012) mengungkapkan bahwa KTP berbasis NIK secara Nasional yang
selanjutnya disebut KTP elektronik adalah KTP yang memiliki spesifikasi dan
format KTP Nasional dengan sistem pengamanan khusus yang berlaku sebagai
identitas resmi yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten/kota.
Menurut
Undang-undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2013, perubahan atas
Undang-undang nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan menjelaskan
bahwa Kartu Tanda Penduduk Elektronik selanjutnya disingkat KTP-el merupakan
Kartu Tanda Penduduk yang dilengkapi cip yang merupakan identitas resmi
penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh instansi pelaksana. Penduduk
Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki izin tinggal tetap yang
telah berumur 17 tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP-el
yang berlaku secara nasional sebagai SIN (Single Identity Number) yang
berbasis NIK dengan menggunakan teknologi komputer dan basis data yang
integratif. NIK adalah nomor identitas kependudukan yang bersifat unik atau
khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk
Indonesia. NIK hanya bisa diterbitkan oleh instansi pelaksana dengan
menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). KTP-el untuk WNI
berlaku seumur hidup dan bagi orang asing berlaku sesuai masa izin tinggal tetap. Hal ini ditujukan
untuk Efisiensi Anggaran. Dengan KTP-el
masyarakat tidak perlu lagi memperpanjangnya tiap lima tahun. Kecuali bagi
warga negara yang mengalami peristiwa atau perubahan status kependudukan. Seperti
status pernikahan, gelar pendidikan, atau perubahan domisili.
Sedangkan menurut Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 126 Tahun 2012 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan
Presiden Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis
Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional KTP Elektronik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 A merupakan:
a.
Identitas resmi bukti domisili penduduk;
b.
Bukti diri penduduk untuk pengurusan kepentingan yang berkaitan dengan
administrasi pemerintahan;
c.
Bukti diri penduduk untuk pengurusan kepentingan pelayanan publik di Instansi Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Lembaga Perbankan, dan Swasta yang berkaitan dengan dan
tidak terbatas pada Perizinan, Usaha, Perdagangan, Jasa Perbankan, Asuransi, Perpajakan
dan Pertanahan. Menurut Pasal 10 (1)KTP non elektronik tetap berlaku dan harus
disesuaikan dengan Peraturan Presiden ini paling lambat tanggal 31 Desember
2013. (2) Dalam hal penduduk yang sudah melakukan perekaman KTP Elektronik
tetapi belum menerima KTP Elektronik, KTP non elektronik yang telah habis masa
berlakunya dinyatakan tetap berlaku. (3)
Masa berlaku KTP non elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai
dengan penduduk yang bersangkutan menerima KTP Elektronik.
Manfaat KTP elektronik sebagai
berikut :
1.
Untuk
mencegah dan menutup peluang adanya KTP ganda dan KTP palsu, sehingga
memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi penduduk
2.
Untuk
mendukung terwujudnya database kependudukan yang akurat, sehingga Data Pemilih
dalam Pemilu
dan Pemilukada yang selama ini sering bermasalah tidak akan terjadi lagi, dan
semua Warga Negara Indonesia yang berhak memilih terjamin hak pilihnya.
3.
Dapat
mendukung peningkatan keamanan negara sebagai dampak positif dari tertutupnya
peluang KTP ganda dan KTP palsu, dimana selama ini para pelaku kriminal
termasuk teroris, TKI Ilegal dan perdagangan orang umumnya menggunakan KTP
ganda dan KTP Palsu.
4.
Bahwa
KTP Elektronik merupakan KTP Nasional yang sudah memenuhi semua Ketentuan yagn
diatur dalam UU No.23 Tahun 2006 dan Perpres No.26 tahun 2009 dan Perpres No.35
tahun 2010, sehingga berlaku secara nasional. Dengan demikian mempermudah
penduduk untuk mendapatkan pelayanan dari Lembaga Pemerintah Swasta , karena
tidak lagi memerlukan KTP setempat.
Dasar
hukum Penerapan KTP-el di Indonesia yaitu
1. Undang-undang
Dasar 1945 Pasal 26 ayat 3 tentang hal-hal mengenai warga negara dan penduduk
diatur dengan undang-undang
2. Undang-undang
No.23 th 2006 tentang administrasi kependudukan
a. PP
No.37 th 2007 tentang pelaksanaan UU No.23/2006 terkait Administrasi
Kependudukan
b. PERPRES
No.25 th 2008 tentang cara dan persyaratan pendaftaran penduduk dan pencatatan
sipil
c. PERPRES
no.26 th 2009 tentang penerapan KTP berbasis NIK secara nasional
d. PERPRES
no.35 th 2010 tentang perubahan atas PERPRES no.26/2009 Penerapan KTP
elektronik paling lambat akhir 2012
e. KEPRES
No.10 th 2010 tentang tim pengarah
f. PERMENDAGRI
no.6 th 2011 tentang spesifikasi perangkat keras, lunak, blanko KTP Elektronik
g. PERMENDAGRI
no.9 th 2011 tentang pedoman penerapan KTP berbasis NIK Secara Nasional
Kebijakan yang berkenaan dengan
penerbitan kartu tanda penduduk berbasis elektronik, diatur melalui Keputusan
Menteri Dalam Negeri Nomor No 09 Tahun 2011 tentang Pelayanan Pembuatan e-KTP
atau KTP-el.
Prosedur pelayanan KTP-el sebagai
berikut :
1.
Perekaman
data penduduk
a.
Penduduk
membawa surat panggilan dan KTP lama (bagi yang sudah memiliki KTP)
b.
Penduduk
menyerahkan surat panggilan dan memperlihatkan KTP lama (bagi yang sudah
memiliki KTP) kepada petugas
c.
Penduduk
menunggu panggilan
d.
Petugas
operator melakukan verifikasi data penduduk dan perekaman pas photo, tanda
tangan, sidik jari dan iris (selaput bola mata yang ada dibelakang kornea mata
membentuk batas pupil yang memberikan warna khusus), petugas membubuhkan tanda
tangan dan stempel tempat pelayanan KTP elektronik pada surat panggilan
penduduk yang dijadikan tanda bukti pengambilan KTP elektronik.
2.
pengambilan
KTP elektronik
a.
Penduduk
membawa surat panggilan yang telah ditanda tangani dan di stempel oleh petugas
tempat pelayanan KTP elektronik serta KTP lama (bagi yang sudah memiliki KTP)
b.
Penduduk
menyerahkan surat panggilan tersebut diatas kepada petugas
c.
Penduduk
menunggu panggilan
d.
Petugas
operator melakukan verifikasi data melalui pemadanan sidik jari penduduk 1:1
Apabila datanya sama maka KTP
elektronik diberikan kepada penduduk. Apabila datanya tidak sama, KTP
elektronik tidak diberikan kepada penduduk.
Secara bersamaan ketika penduduk
menerima KTP Elektronik, penduduk juga menyerahkan KTP lama krpada petugas
operator.
Tata cara perekaman sidik jari
penduduk antara lain:
1.
Sebelum
melakukan perekaman, jari tangan harus bersih dan kering
2.
Perekaman
sidik jari penduduk dilakukan di tempat pelayanan KTP Elektronik
3.
Perekaman
sidik jari penduduk dilakukan oleh petugas operator
4.
Petugas
operator merekam seluruh sidik jari tangan penduduk dengan urutan:
a.
Perekaman
sidik jari tangan kanan mulai ibu jari,
jari telunjuk, jari tengah, jari manis, dan jari kelingking
b.
Perekaman
sidik jari tangan kiri mulai ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, jari manis
dan jari kelingking
5.
Hasil
perekaman sidik jari tangan epnduduk disimpan kedalam database kependudukan
ditempat pelayanan KTP Elektronik
6.
Hasil
perekaman sidik jari telunjuk tangan kiri dan jari telunjuk tangan kanan
penduduk juga direkam kedalam CHIP KTP Elektronik
Tata cara perekaman sidik jari
penduduk yang cacat meliputi :
1. Dalam hal
sidik jari telunjuk tangan kanan/ kanan kiri tidak dapat direkam kedalam CHIP
KTP Elektronik, dilakukan perekaman sidik jari yang lainnya dengan urutan jari
tengah, jari manis atau ibu jari
2. Penduduk
yang cacat fisik sehingga tidak bisa dilakukan perekaman sidik jari tangan
tidak dilakukan perekaman sidik jari tangan tetapi dilakukan perekaman pas
photo wajah dengan kedua tangan penduduk yang bersangkutan kedalam database
kependudukan.
Menurut Edward
III implementasi kebijakan publik ditinjau dari empat aspek, yaitu :
1) Pola
komunikasi yang digunakan yaitu top down (dari atas kepada bawahan) dari
Camat kepada Kepala Sub Bagian Pelayanan Umum sebagai petugas pelaksana yang
kemudian langsung dikoordinasikan dengan staf-staf di ruang PATEN. Kejelasan
dalam komunikasi dan konsistensi dari aktor pelaksana kebijakan telah mendukung
keberhasilan implementasi kebijakan PATEN pada pelayanan e-KTP.
2) Sumber Daya
terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya peralatan, dan sumber daya
keuangan. Sumber daya manusia yang ada pada pelayanan e- KTP yaitu
terdiri dari satu petugas yang memiliki wawasan dalam mengoperasikan alat
perekam e-KTP, selain itu sumber daya manusia juga ditingkatkan
kapasitasnya melalui bimbingan teknis dan rapat yang dilaksanakan secara rutin.
Sumber daya peralatan untuk perekaman e- KTP terdiri dari komputer,
kamera beserta tripod, alat perekam sidik jari, alat perekam tanda tangan
elektronik, alat perekam iris mata, alat pembaca e-KTP, dan jaringan
internet. Sumber daya peralatan tersebut untuk saat ini disediakan oleh
Kementerian Dalam Negeri. Sumber daya keuangan untuk kebutuhan layanan e-KTP
juga masih dianggarkan secara nasional oleh Kementerian Dalam Negeri yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3) Disposisi,
untuk petugas perekam e- KTP sebagai pelaksana (implementor) kebijakan
yang berhubungan langsung dengan masyarakat telah memiliki kesungguhan dalam melaksanakan
tugasnya. Petugas juga memiliki kompetensi sesuai dengan bidangnya, karena
telah berupaya untuk meningkatkan kapasitas dengan cara rutin mengikuti
kegiatan-kegiatan seperti bimbingan teknis maupun rapat koordinasi.
4) Struktur
birokrasi, diketahui bahwa implementasi kebijakan PATEN pada produk layanan e-KTP
di Kecamatan Krian untuk saat ini hanya diberi kewenangan dalam merekam dan menginput
data penduduk, sedangkan untuk pencetakan dan penerbitan merupakan kewenangan
Kementerian Dalam Negeri. Dengan demikian struktur birokrasi cenderung
hierarkis yang dapat diketahui dari alur prosedur penerbitan e-KTP
tersebut, sehingga kepastian waktu untuk penerbitan e-KTP tidak dapat diketahui
oleh pihak kecamatan maupun masyarakat.
Berdasarkan penelitian yang dikutip dari ejournal-s1.undip.ac.id- Ika Puji Rahayu, Hardi Warsono, Ida Hayu Dwimawanti menyatakan
bahwa Kualitas pelayanan E-KTP di Kecamatan Gayamsari masih kurang maksimal.
Dilihat dari Tangible, peralatan E-KTP di Kecamatan Gayamsari jumlahnya
masih kurang karena hanya satu perangkat saja. Pamflet tentang prosedur
pelayanan harus dipasang pada lokasi strategis dan dibuat lebih menarik.
Kecamatan Gayamsari belum memiliki TPDK. Dari sisi Reliability, Pegawai
belum memberikan pelayanan sesuai dengan janjinya. Masalah yang muncul dalam
pelayanan E-KTP di Kecamatan Gamyamsari adalah masyarakat mengembalikan E-KTP
yang sudah dibagikan karena ada penulisan dalam komponen identitas. Dari sisi Responsiveness,
pegawai yang memberikan pelayanan E-KTP di Kecamatan Gayamsari belum tanggap
terhadap masyarakat yang datang untuk mengurus E-KTP. Dari sisi Assurance tidak
ada kepastian waktu kapan E-KTP bisa diambil dan pegawai kurang memiliki
pengetahuan dalam mengoperasikan komputer. Dari sisi Emphaty, masyarakat
merasa kurang nyaman dengan jam pelayanan. Faktor yang menghambat kualitas pelayanan
E-KTP di Kecamatan Gayamsari adalah faktor aturan dimana kewenangan untuk
mencetak E-KTP masih menjadi kewenangan pusat. Pegawai kurang disiplin dan
kurang memiliki pengetahuan dalam mengoperasikan komputer. Untuk faktor
kemampuan-keterampilan, pegawai kurang terampil untuk mengatasi kendala seperti
komputer yang mati. Sedangkan untuk sarana pelayanan, peralatan E-KTP hanya 1
(satu) perangkat saja dan kondisi papan informasi serta toilet yang kurang
terawat.
Menurut
Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990) dalam Tjiptono (2011: 198) menyatakan
bahwa dalam menilai kualitas jasa/ pelayanan, terdapat 5 (lima) ukuran kualitas
jasa/ pelayanan, yaitu:
a.
Tangibles (bukti fisik), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik,
perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan
karyawan.
b.
Reliability (reliabilitas), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk
memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan
apapun dalam menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.
c.
Responsiveness (responsivitas), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan
para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka,
serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa
secara cepat.
d. Assurance (jaminan), yakni perilaku para
karyawan yang mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan
bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa
para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan
yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.
e. Empathy (empati), berarti bahwa perusahaan
memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan,
serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam
operasi yang nyaman.
Hal ini juga terlihat dari hasil penelitian yang dikutip dari ejournal.undip.ac.id-Defra Alchindi Q, Endang Larasati, Rihandoyo yang menyatakan bahwa pelayanan
pembuatan E-KTP di Kecamatan Pedurungan, Semarang, Jawa Tengah masih belum
maksimal. Hal ini dapat dilihat dari jaminan penyelesaian yang belum pasti,
sarana dan prasarana yang kurang memadai, kurangnya perhatian dan tanggapan
yang baik dari pegawai, daya tanggap pegawai yang kurang serta kurangnya
informasi yang diberikan kepada masyarakat mengenai prosedur pelayanan. Tidak
ada kepastian waktu yang jelas terkait pengambilan e-ktp. Masih banyaknya
antrian dalam proses pembuatan E-KTP yang menyebabkan warga harus menunggu
lama.
Pada
Program e-KTP di Kota Padang belum berjalan dengan maksimal. Hal ini ditandai
dengan tidak tercapainya target yang ditentukan yaitu sebanyak 26.000 wajib KTP
sedangkan yang berhasil hanya 7.401 kartu. Penyebab kegagalan pencapaian target
ini beragam, di antaranya permasalahan komunikasi, kurangnya sumberdaya,
struktur birokratis yang rumit dan kaku, serta penentangan dari pihak lain. (JurnalMimbar.Unisba.ac.id-Roni
Ekha Putera, Tengku Rika Valentina:2011)
Pada implementasi pelayanan e-KTP di Kecamatan
Sangasanga Kabupaten Kutai Kartanegara telah dilaksanakan sesuai mekanisme yang
telah ditentukan, tetapi dalam proses penyelenggaraan pelayanan e-KTP masih
dihadapkan oleh berbagai kendala sehingga pelayanan e-KTP secara akumulatif
kurang optimal. Hal tersebut dapat diketahui dari sub fokus penelitian yang
ditetapkan, bahwa secara aplikatif belum semuanya dapat berjalan efektif.
Kurang efektifnya implementasi pelayanan e-KTP di Kecamatan Sangasanga dapat
diketahui dari aspek sumber daya manusia (tenaga operator) dan sarana komputer
kurang memadai, sehingga secara aplikatif, balk dalam proses administrasi
kependudukan, maupun perekaman data kurang efektif. Disamping itu diperburuk
lagi oleh seringnya pemadaman listrik di wilayah tersebut yang mengakibatkan
proses pendataan dan perekaman serta pemotretan e-KTP menjadi tertunda.
(eJournalAdministrativeReform.ar.mian.fisip-unmul.ac.id:2014)
Adapun
beberapa kendala di Kecamatan Amurang Barat Kabupaten Minahasa Selatan antara
lain (1) Terdapat 1.200 warga Kecamatan Amurang Barat yang belum terdata untuk perekaman
E- KTP.(2) Kemampuan sumber daya pegawai yang menangani E-KTP kurang optimal
dan kurang siap dalam melayani
masyarakat.(3). Kurangnya pemberian pelayanan yang baik oleh pegawai operator
kepada masyarakat.(4). Kurangnya fasilitas yang dibutuhkan ketika kebijakan
tersebut diterapkan. Dalam hal ini pemerintah Kecamatan Amurang Barat mengalami
kekurangan alat.(5). Sosialisasi yang dilakukan pemerintah Kecamatan Amurang
Barat kepada masyarakat sehingga belum terlaksana dengan baik, sehingga
kurangnya informasi yang diterima oleh warga Amurang Barat tentang pelaksanaan
E-KTP.(6). Koordinasi dan komunikasi antara pemerintah Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil dengan Kecamatan Amurang Barat dan antara Pemerintah Kecamatan Amurang
Barat tidak berjalan dengan baik. (7). Adanya ketidakdisiplinan yang dilakukan
pegawai operator dalam pelaksanaan program E-KTP. (ejournal.unsrat.ac.id- Purnawati Ireine Robot)
Sedangkan
di Kantor Camat Marpoyan Damai dilaksanakan sudah cukup baik terutama berkaitan
kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat, kesiapan
para pegawai untuk memberikan pelayanan, memiliki keterampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan agar dapat memberikan pelayanan, sopan dalam memberikan pelayanan
dan tegas, tapi penuh perhatian terhadap masyarakat. Walaupun memang kendala
seperti struktur birokrasi, kemampuan aparat, sistem pelayanan, sarana dan
prasarana serta kemampuan teknis masih ditemui dalam pelayanan pembuatan E-KTP.
(ejournal.unri.ac.id- Hafzana Bedasari dan Zaili Rusli)
Lain
halnya dengan hasil penelitian yang dikutip dari ejournal.unsrat.ac.id- Indra Jaya La Udi menyatakn bahwa (1)Produktifitas
kinerja aparatur pemerintah kecamatan dalam pelayanan e-KTP sangat rendah
didasarkan pada data masyarakat yang telah melakukan proses pengambilan data
yang mencapai 9100 masyarakat baru 1237 e-KTP yang sudah tersalur atau hanya
13,6% masyarakat yang sudah memiliki e-KTP di kecamatan Tondano Selatan.(2).
Tingkat kepuasan masyarakat dari pelayanan e-KTP dapat dikatakan baik didasarkan
pada hasil penelitian yang menyatakan bahwa masyarakat merasa senang dan nyaman
dengan pelayanan dari aparat kecamatan. (3). Responsibilitas aparat pemerintah
kecamatan juga sudah dapat dikatakan baik didasarkan pada proses pengambilan
data yang tidak dipersulit, serta prosesnya cepat tidak memakan waktu yang lama
dalam pengambilan data e-KTP. Namun sayangnya masyarakat merasa kecewa dengan
produksifitas yang sangat rendah disebabkan leh Human eror dalam input data
sehinggan menyebabkan masih banyak juga masyarakat yang belum memiliki e-KTP.(4).
Resposivitas aparat kecamatan juga sudah baik didasarkan pada prioritas pelayanan
e-ktp ini bahwa mereka selalu menyediakan sarana untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat meskipun seadanya saja. Akan tetapi karena adanya kelalaian petugas
kecamatan yang menginput data sehingga manyebabkan sebagian besar e-KTP tidak
dapat diproses untuk dibuat di pemerintah pusat. (5). Akuntabilitas aparat
kecamatan dalam pelayanan e-KTP masih perlu mendapat perhatian khusus
didasarkan pada penyaluran e-ktp yang yang hanya serta merta begitu saja tanpa
adanya aktivasi karena aparat tidak melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan
tidak adanya penarikan KTP yang lama sehingga dapat mengakibatkan status
kependudukan ganda apabila KTP yang lama masih berlaku.
KESIMPULAN
Direktorat
Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Republik
Indonesia (2012) mengungkapkan bahwa KTP berbasis NIK secara Nasional yang
selanjutnya disebut KTP elektronik adalah KTP yang memiliki spesifikasi dan
format KTP Nasional dengan sistem pengamanan khusus yang berlaku sebagai
identitas resmi yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten/kota.
Menurut
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 126 Tahun 2012 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 A E-KTP/KTP-el digunakan sebagai Identitas resmi bukti domisili
penduduk; Bukti diri penduduk untuk pengurusan kepentingan yang berkaitan
dengan administrasi pemerintahan; Bukti diri penduduk untuk pengurusan
kepentingan pelayanan publik di Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga
Perbankan, dan Swasta yang berkaitan dengan dan tidak terbatas pada Perizinan, Usaha,
Perdagangan, Jasa Perbankan, Asuransi, Perpajakan dan Pertanahan.
Berdasarkan
latar belakang dan landasan teori diatas prosedur pelayanan pembuatan E-KTP dengan
pelaksanaan pelayanan yang diberikan dibeberapa daerah diIndonesia kurang
maksimal. Hampir setiap daerah memiliki kendala yang sama dalam pelayanan
pembuatan E-KTP atau KTP-el antara lain masih ada masyarakat yang belum
mendapat e-ktp karena prosesnya lama, berbelit/susah, adanya struktur birokrasi
pada prosedur dalam penerbitan KTP-el yang memakan waktu lama dan tidak ada
kepastian kapan jadinya; sistem server yang bermasalah; sarana dan prasana yang
kurang memadai, sumber daya manusia yang kurang profesional, banyaknya antrian
dalam proses pembuatan KTP-el dan sosialisasi yang kurang.
Oleh
karena itu sebaiknya pemerintah harus berorientasi atau mementingkan kebutuhan
dan kepuasan pelanggan; Kualitas pelayanan publik harus diperbaiki dengan
menerapkan prinsip good governance; pemerintah memantau dan mengawasi
pelaksanaan pelayanan publik khususnya pembuatan e-ktp telah berjalan dengan
baik atau belum. Implikasi dari pelayanan E-KTP yaitu semoga Proses dalam
pembuatan e-ktp lebih mudah, cepat dan nyaman, Adanya kotak saran yang dapat
digunakan penerima layanan untuk memberikan kritik dan saran terhadap
pelaksanaan pelayanan publik khususnya dalam pembuatan e-ktp, Adanya sosialisai
yang jelas atau transparansi mengenai pembuatan e-ktp dan kegunaannya dan Pelaksanan
pelayanan pembuatan e-ktp dapat sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan
DAFTAR
PUSTAKA
Mardiasmo.2002.Akuntansi Sektor Publik.Andi:Yogyakarta
Utomo,
Handi, dkk.2012.Penerapan Nomor Induk
Kependudukan (NIK) dan KTP Elektronik (e-KTP) di Indonesia. Direktorat
Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Republik
Indonesia:Jakarta.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Pelayanan Publik
Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 126 Tahun 2012 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis
Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional.
JurnalMimbar.Unisba.ac.id-Roni
Ekha Putera, Tengku Rika Valentina:2011
eJournalAdministrativeReform.ar.mian.fisip-unmul.ac.id:2014
ejournal.undip.ac.id-Defra Alchindi Q, Endang Larasati, Rihandoyo
ejournal-s1.undip.ac.id-
Ika Puji Rahayu, Hardi Warsono, Ida Hayu Dwimawanti
ejournal.unsrat.ac.id- Yustinus Sapari
ejournal.unsrat.ac.id- Indra Jaya La Udi
ejournal.unri.ac.id- Hafzana Bedasari dan Zaili Rusli
ejournal.unsrat.ac.id- Purnawati Ireine Robot
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletemaksih gan,,
ReplyDeletesangat bermanfaat,,
ijin sedot gan,,,
artikelnya copas yah min
ReplyDeleteizin minta data makalahnya gan
ReplyDelete