ABSTRACT
Menurut
makalah yang saya buat yang berjudul “Kinerja Pemerintah dan Kepuasan mutu
Pasien terhadap Jaminan Kesehatan BPJS di Daerah Papua Tahun 2015” seperti yang
kita ketahui BPJS merupakan salah satu Badan Pemerintah yang krusial yang
berkembang di bidang kesehatan. Kesehatan merupakan hal penting yang dibutuhkan
oleh semua masyarakat Indonesia. Oleh karena itu pemerintah menaruh perhatian
khusus pada badan ini.
BPJS dibentuk memilik tujuan untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Rakyat indonesia memilik hak untuk mendapatkan jaminan kesehatan yang layak tanpa terkecuali. Upaya pemerintah membentuk BPJS ini adalah untuk meringankan beban rakyat dan membuat rumah sakit yag dituju memberikan pelayanan yang terbaik tanpa harus menghawatirkan biaya yang dimiliki pasien.
Tetapi
pada praktiknya di daerah Papua seorang guru honorer bernama Hermanus mengalami
kaki gajah dan dibawa ke puskesmas yang terdapat layanan BPJS. Tetapi setelah
diperiksa, Petugas BPJS terkesan lambat dalam menangani pasien tersebut. Baru
setelah berita ini di ekspos oleh media baru BPJS membuka cabang di daerah
Sarmi. (Harian Papua,2015)
Sehingga
menurut saya kinerja BPJS belumlah maksimal. Masih banyak kinerja dari BPJS
yang masih lamban dalam melayani masyarakat. Padahal di dalam Undang-Undang
sudah diatur bagaimana kinerja BPJS berjalan. Karena keterlambatan
tersebut,nyawa seorang pasien bisa
melayang dan masyarakat menjadi tidak percaya lagi terhadap BPJS.
LATAR BELAKANG
Di
Indonesia, dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga mengakui hak asasi
warga atas kesehatan. Hak ini terdapat dalam UUD 45 pasal 28H dan pasal 34, dan
diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti dengan UU 36/2009 tentang
Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang
sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap
orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan
sosial.
Untuk
mewujudkan komitmen global dan konstitusi di atas, pemerintah bertanggung jawab
atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan.
Usaha
ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan
beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui
PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai
negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat
miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun
demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya
kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali.
Untuk
mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan
sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Undang-Undang
No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan
oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus
untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan
yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Secara operasional, pelaksanaan
JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain:
Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI);
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan
JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional).
Tetapi hal ini tidak pula didukung dengan kinerja
pelayanan yang baik. Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu
sistem yang bertujuan untuk membantu manajer sektor publik menilai pencapaian
suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Sistem pengukuran
kinerja ini dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi.
(Mardiasmo,2002).
Hal ini terbukti dengan adanya kasus seorang guru
honorer yang mengalami kaki gajah di daerah Sarmi,Papua. BPJS terkesan lamban
dalam menangani pasien tersebut. Baru setelah di ekspos oleh media mengenai
berita ini, BPJS membangun kantor cabang di saerah Sarmi,Papua. (Harian
Papua,2015).
Untuk itu diperlukan kinerja yang baik dan kantor
pelayanan yang memadai di seluruh Indonesia bukan hanya di kota saja sehingga
pelayanan BPJS dapat berjalan cepat dan maksimal.
PEMBAHASAN
Istilah
mutu memiliki banyak penafsiran yang mungkin berbeda-beda, ketika digunakan
untuk menggambarkan sebuah produk atau pelayanan tertentu. Beberapa orang
mengartikan layanan kesehatan bermutu adalah layanan yang memuaskan pelanggan.
Pasien puas karena mereka merasa langsung “ditangani” padahal infus tidak
selalu diperlukan. Ada dilema dalam upaya untuk mewujudkan mutu dalam layanan
kesehatan. Pada satu pihak mutu juga diartikan sejauh mana layanan kesehatan
yang diberikan sesuai dengan standard operating procedure (SOP) atau prosedur
tetap medis. Ketika SOP tersebut dilaksanakan seperti misalnya di beberapa
rumah sakit pendidikan milik pemerintah, dianggap oleh pasien terlalu lama dan
berbelitbelit. Dari pihak lainnya, menurut kacamata pasien, justru rumah sakit
pendidikan milik pemerintah dianggap kurang bermutu dibanding rumah sakit
swasta yang bisa lebih cepat karena prosedur yang diterapkan lebih fleksibel. Layanan
bermutu dalam pengertian yang luas diartikan sejauh mana realitas layanan
kesehatan yang diberikan sesuai dengan kriteria dan standar profesional medis
terkini dan baik yang sekaligus telah memenuhi atau bahkan melebihi kebutuhan dan
keinginan pelanggan dengan tingkat efisiensi yang optimal. Sedangkan mutu dapat
dinilai dan diukur dengan berbagai pendekatan. Pendekatan maupun metode
pengukuran yang digunakan dalam upaya meningkatkan mutu tersebut telah tersedia
baik dari dimensi input, proses dan output. Mutu memiliki karakteristik
melakukan pelayanan yang benar dengan cara yang benar, pertama benar dan
selanjutnya diharapkan benar.(Ali Gufran,2007)
Untuk
pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas, diperkenalkan program jaminan mutu (quality
assurance) pada tahun 1995 di Provinsi Jawa Barat, Jawa timur, Nusa Tenggara
Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Sumatera Barat melalui Proyek
Kesehatan IV (Health Project IV). Di Jawa Tengah, pelayanan kesehatan tersebut
diperkenalkan melalui Proyek Community Health and Nutrition III, sedangkan di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, pengenalan dilakukan melalui Provincial
Health Project I dengan tiga tahapan, yakni analisis sistem, supervisi dan
pembinaan, dan pendekatan tim. Empat standar pelayanan telah disusun melalui
program jaminan mutu tersebut, yaitu standar penanganan diare, standar
pelayanan imunisasi, standar penanganan infeksi saluran nafas atas, dan standar
pelayanan antenatal, dalam bentuk lembar periksa yang harus diikuti oleh
petugas pelayanan kesehatan di puskesmas
Dari
berbagai sumber disebutkan bahwa. Prinsip utama perbaikan mutu dan kinerja
pelayanan kesehatan adalah kepedulian terhadap pelanggan. Pasien sebagai
pelanggan eksternal tidak hanya menginginkan kesembuhan dari sakit yang
diderita yang merupakan luaran (outcome) pelayan, tetapi juga merasakan dan
menilai bagaimana ia diperlakukan dalam proses pelayanan. Berawal dari
pelayanan yang peduli pada pelanggan, yakni pelayanan yang memerhatikan
kebutuhan (needs), harapan (expectation) pelanggan, dan penilaian manfaat
(value) oleh pelanggan sebagai persyaratan yang diajukan oleh pelanggan, upaya
untuk memperbaiki mutu dan kinerja perlu merujuk pada trilogi persyaratan
pelanggan tersebut. Harapan (expectation) dari pasien tidak hanya diartikan
seperti apa yang diinginkan atau diharapkan akan didapatkan oleh pelanggan,
tetapi juga apa yang diharapkan terjadi selama menjalani proses pelayanan dan
menikmati produk yang dibeli, yang antara lain tidak akan mengalami kesalahan tindakan
medis ataupun kejadiankejadian yang tidak diinginkan3 . Hasil pelayanan
kesehatan adalah luaran klinis, manfaat yang diperoleh pelanggan, dan
pengalaman pasien yang berupa kepuasan atau kekecewaan. Pengalaman pelanggan
tersebut sangat tergantung pada proses pelayanan pada lini depan atau sistem
mikro pelayanan, suatu sistem pelayanan yang bersentuhan langsung dengan pasien.
Dalam
proses pelayanan kesehatan akan terjadi variasi pelaksanaan kegiatan dari waktu
ke waktu yang akan menghasilkan luaran yang bervariasi juga. Salah satu upaya
untuk mengurangi variasi proses adalah dengan melakukan standardisasi. Proses
standardisasi meliputi penyusunan, penerapan, monitoring, pengendalian, serta
evaluasi dan revisi standar (PP 102/2000)3-6. Keberadaan standar dalam
pelayanan kesehatan akan memberikan manfaat, antara lain mengurangi variasi
proses, merupakan persyaratan profesi, dan dasar untuk mengukur mutu.
Ditetapkannya standar juga akan menjamin keselamatan pasien dan petugas
penyedia pelayanan kesehatan. Dikuranginya variasi dalam pelayanan akan
meningkatkan konsistensi pelayanan kesehatan, mengurangi morbiditas dan
mortalitas pasien, meningkatkan efisiensi dalam pelayanan, dan memudahkan
petugas dalam pelayanan.
Di dalam
mengukur pelayanan publik yang dilakukan memerlukan beberapa tahap, yaitu:
1.
Perencanaan strategi: siklus pengukuran
kinerja dimulai dengan proses penskemaan strategi, yang berkenaan dengan
penetapan visi, misi, tujuan dan sasaran, kebijakan, program operasional san
kegiatan/aktivitas
2. Penciptaan indikator
kinerja: penciptaan indikator kinerja dilakukan setelah perumusan strategi.
Indikator yang mudah adalah untuk aktivitas yang dapat dihitung, contohnya
adalah jumlah klaim yang diproses.
3. Mengembangkan sistem
pengukuran kinerja: tahap ini terdiri dari tiga langkah, yaitu: pertama,
meyakinkan keberadaan data yang diperlukan dalam siklus pengukuran kinerja.
Kedua, mengukur kinerja dengan data yang tersedia dan data yang dikumpulkan.
Ketiga, penggunaan data pengukuran yang dihimpun, harus dipresentasikan dalam
cara-cara yang dapat dimengerti dan bermanfaat.
4.
Penyempurnaan ukuran: pada tahap ini
dilakukan pemikiran kembali atas indikator hasil (outcomes) dan
indikator dampak (impacts) menjadi lebih penting dibandingkan dengan
pemikiran kembali atas indikator masukan (inputs) dan keluaran (outputs).
Pelayanan
kesehatan juga sudah diatur pemerintanh dalam UU No. 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan (UU Kesehatan). mengatur pembangunan kesehatan dan tata kelola
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Keterkaitan UU Kesehatan dengan
penyelenggaraan program JKN diatur dalam ketentuan antara lain sebagai berikut:
(1)
Kewajiban setiap orang untuk turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial
(Pasal 13 ayat (1) dan (2)).
(2)
Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan program jaminan kesehatan sosial
bagi pelayanan kesehatan perorangan (Pasal 20).
(3)
Sistem jaminan sosial nasional berfungsi untuk memobilisasi dana masyarakat
bagi pembiayaan kesehatan bersumber dana masyarakat (Pasal 173).
(4)
Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan fasilitas kesehatan, dan upaya
kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau (Pasal 17 dan 19)
(5)
Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan
pengawasan mutu tenaga kesehatan (Pasal 21).
(6)
Pemerintah menyusun daftar dan jenis obat yang secara esensial harus tersedia
bagi kepentingan masyarakat (Pasal 40).
(7)
Pemerintah membentuk lembaga yang bertugas dan berwenang
melakukanpenapisan,pengaturan,pemanfaatan, sertapengawasan terhadap penggunaan
teknologi dan produk teknologi (Pasal 43).
(8)
Ketentuan mengenai penyelenggaraan upaya kesehatan dan pelayanan kesehatan
(Pasal 46-162).
Tidak hanya
kinerja kesehatan saja yang diatur dalam pemerintah, hak warga negara terhadap
jaminan kesehatan juga diatur dalam undang-uundang.
2a.
UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) Jaminan sosial dan
pelayanan kesehatan adalah hak asasi manusia.
Pasal
41 ayat (1): “Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan
untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh.” Yang
dimaksud dengan “berhak atas jaminan sosial” adalah bahwa setiap warga negara
mendapat jaminan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan kemampuan negara. UU HAM menegaskan bahwa anak berhak atas pelayanan
kesehatan dan jaminan sosial. Pasal 62: “Setiap anak berhak untuk memperoleh
pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan
fisik dan mental spiritualnya.” UU HAM mempertimbangkan Deklarasi Universal
tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa
atau Universal Independent of Human Right. Konsideran menimbang UU HAM salah
satu diantaranya menguraikan pokok pertimbangan dan alasan pembentukan UU HAM:
Paham JKN 24 “bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan
Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa, serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak
asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia.”
2b.
UU No. 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin
UU
Penanganan Fakir Miskin menjamin hak fakir miskin untuk memperoleh pelayanan
kesehatan (Pasal 3b) dan pelayanan sosial yang terdiri dari jaminan sosial,
pemberdayaan sosial, dan rehabilitasi sosial (Pasal 3e).
2c.
UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
UU
Ketenagakerjaan menjamin hak setiap pekerja/buruh dan keluarganya untuk
memperoleh jaminan sosial tenaga kerja (Pasal 99 ayat 1).
2d.
UU No. 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Republik Indonesia
UU
TNI menjamin prajurit TNI untuk memperoleh asuransi kesehatan dan pelayanan
kesehatan, sedangkan keluarganya berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
(Pasal 50 ayat 2 dan ayat 3).
2e.
UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
UU
No. 5 Tahun 2014 menjamin pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan
perjanjian kerja untuk mendapatkan jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh
sistem jaminan sosial nasional (Pasal 92 ayat 1a dan Pasal 106 ayat 1b).
2f.
PP No. 42 Tahun 2010 Tentang Hak-Hak Anggota Kepolisian Negara RI
PP
No. 42 Tahun 2010 sebagai peraturan pelaksanaan UU No. 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara RI menjamin Anggota POLRI dan keluarganya untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan (Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 6).
Berdasarkan
kasus yang terjadi dan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pasien BPJS tidak puas terhadap dimensi keandalan (reliability) yang diberikan.
Ketidakpuasan pasien pada dimensi ini disebabkan pasien BPJS merasa petugas
kesehatan lambat dalam memberikan pelayanan, dimana pasien BPJS merasa bahwa
prosedur administrasi penerimaan pasien dilakukan dengan lambat. Selain itu
jadwal pelayanan pengobatan yang diberikan juga sering tidak tepat waktu yang
disebabkan dokter datang terlambat ke Puskesmas sedangkan pelayanan yang tepat waktu
dinilai sangat penting bagi pasien BPJS karena setiap pasien menginginkan
masalah kesehatannya cepat dan segera di atasi sebagaimana yang disampaikan
oleh bahwa harapan utama saat pasien datang ke rumah sakit adalah kesembuhan
dari penyakit yang diderita. Kesembuhan merupakan salah satu bukti keberhasilan
kinerja pelayanan klinis, sehingga bila pasien sembuh bukan saja menunjukkan
keberhasilan kinerja pelayanan, tetapi juga membuat pasien puas karena tujuan
utamanya tercapai. (Kuntjoro,2005)
Hasil
penelitian menunjukkan pasien BPJS tidak puas terhadap dimensi ketanggapan
(responsivness) yang diberikan. Ketidakpuasan pasien pada dimensi ini
disebabkan pasien BPJS merasa petugas kesehatan tidak tanggap dalam melayani
kebutuhan pasien seperti ketanggapan dokter dan perawat dalam melayani keluhan,
ketanggapan petugas dalam memberikan informasi kesehatan dan ketanggapan
petugas dalam memberikan pelayanan rujukan serta kurangnya tingkat kepekaan
petugas kesehatan terhadap kebutuhan pasien. Sebagaimana yang disampaikan oleh bahwa
tingkat kepekaan yang tinggi terhadap pelayanan perlu diikuti dengan tindakan
yang tepat sesuai dengan kebutuhan. (Sugiarto,2002)
Untuk
mengatasi hal tersebut perlu adanya perbaikan mutu pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat. Untuk melakukan perbaikan mutu pelayanan kesehatan, perlu
diperhatikan empat tingkat perubahan, yaitu :
1.
Pengalaman pasien dan masyarakat
2.
Sistem mikro pelayanan
3.
Sistem organisasi pelayanan kesehatan
4.
Lingkungan pelayan kesehatan
Di
samping harus memiliki tujuan yang jelas dan komprehensif, pelayanan kesehatan
yang harus berfokus pada pelanggan. Pengalaman pasien dan masyarakat yang
menjadi pelanggan pelayanan kesehatan harus mendapat perhatian utama sehingga
kebutuhan, harapan, dan nilai pelanggan dapat dipenuhi oleh organisasi
pelayanan kesehatan. Mekanisme untuk mengenal adanya perubahan kebutuhan,
harapan, dan nilai pelanggan perlu ada dalam pengelolaan organisasi pelayanan
kesehatan, demikian juga mekanisme untuk mengelola pengalaman pelanggan. Dengan
demikian, organisasi pelayanan kesehatan akan mampu memberikan yang terbaik
kepada pasien dan masyarakat. Berikut pendekatan-pendekatan yang dilakukan
dalam upaya mewujudkan pelayanan kesehatan yang harus berfokus pada pelanggan
seperti Total Quality Management (TQM), Layanan Prima.
Ø Total
Quality Management (TQM)
Sejak
empat dekade yang lalu, Joseph Juran (1974) telah menggambarkan komponen-komponen
dasar pendekatan manajemen kualitas secara komprehensif. Juran telah
mengidentifikasikan elemen-elemen yang diperlukan dalam sebuah sistem untuk
mengukur, meningkatkan, dan merancang proses yang secara konsisten dapat
memberikan hasil yang optimal. Dia menamakan sistem tersebut sebagai manajemen
kualitas secara menyeluruh atau Total Quality management1,3,4. Menurut Ali
Gufran, 2007, Dalam Total Quality management,seluruh aspek dalam organisasi
memerlukan perubahan secara luas dan mendasar pada budaya organisasi dan sifat
dan kharakter manajemen. Kegiatankegiatan peningkatan kualitas ini merupakan
bagian dari rencana bisnis organisasi. Seluruh tingkat manajemen mulai dari top
manajemen sampai front-liner mereka yang paling terdepan dalam memberikan
layanan pada pasien menghargai pentingnya mutu dan data statistik. Selain itu,
Total Quality management juga dimaknai sebagai proses memobilisasi sumber daya
manusia untuk meraih tujuan mutu. Secara internal, proses tersebut termotivasi
oleh perhatian yang besar terhadap praktik-praktik pencegahan timbulnya masalah
mutu layanan1-5. Merujuk kepada arti kata dari Total Quality management itu,
total berarti bahwa kegiatan tersebut dilaksanakan di seluruh tingkatan dan
seluruh bagian atau departemen dalam organisasi serta pada seluruh waktu
(setiap hari). Sementara itu, istilah quality menggambarkan peningkatan yang
berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Di satu sisi, management
merupakan keseluruhan sistem dan lingkungan yang mendukung budaya peningkatan
mutu secara berkelanjutan.
Ø Pelayanan
prima
Dari
kutipan yang diambil dari buku Strategi Terkini Peningkatan Mutu Pelayanan
Kesehatan: Konsep dan Implementasi; Pelayanan prima dimaknai sebagai pelayanan
terbaik dan telah memenuhi standar pelayanan dipandang dari perspektif pengguna
atau donor, perspektif proses pelayanan dan perspektif keuangan yang dapat
dicapai jika kualitas sumber daya manusianya cukup profesional. Sementara itu,
LAN RI mengartikan pelayanan prima sebagai pelayanan yang terbaik dan melebihi,
melampaui, serta mengungguli pelayanan yang diberikan pihak lain atau pelayanan
sebelumnya. Istilah pelayanan prima sendiri merupakan terjemahan dari excellent
service, yang secara harfiah berarti pelayanan yang sangat baik atau pelayanan
yang terbaik. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana maksud pelayanan yang
sangat baik atau yang terbaik dalam konteks pelayanan kesehatan atau rumah
sakit. Departemen kesehatan telah memberikan pengertian pelayanan prima.
Pelayanan prima adalah pelayanan kepada pasien berdasarkan standar mutu untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien sehingga pasien dapat memperoleh
kepuasan yang akhirnya dapat meningkatkan kepercayaannya kepada rumah sakit.
Dalam
usaha untuk mencapai usaha Indonesia sehat 2010, Departemen Kesehatan
menjelaskan bahwa pelayanan prima seharusnya meliputi aspek-aspek berikut:
·
Kemudahan akses informasi (aspek
kepuasan pengguna)
·
Pelaksanaan peraturan secara tepat,
konsisten, dan konsekuen (aspek proses pelayanan)
·
Pelaksanaan hak dan kewajiban pemberi
dan penerima pelayanan (aspek SDM dan kepuasan pelanggan)
·
Penanganan dan pendokumentasian kegiatan
pelayanan dilakukan oleh tenaga yang berwenang/ kompeten (aspek proses dan SDM)
·
Penciptaan pola pelayanan yang sesuai
dengan sifat dan jenisnya sebagai efisiensi dan efektivitas (aspek SDM, dan
proses pelayanan)
·
Penetapan tarif sesuai dengan kemampuan
masyarakat dengan mekanisme pungutan yang transparan serta adanya pengendalian
dan pengawasan yang cermat (aspek finansial dan kepuasan pelanggan)
·
Tidak ada pembedaan dalam memberikan
pelayanan serta pemerataan distribusi cakupan (aspek kepuasan pelanggan)
·
Kebersihan fasilitas pelayanan dan
lingkungan (aspek proses pelayanan)
·
Sikap ramah dan sopan petugas serta
meningkatkan kinerja secara kualitatif dan kuantitatif dengan kapasitas optimal
(aspek kepuasan pelanggan dan aspek SDM).
KESIMPULAN
Prinsip utama perbaikan
mutu dan kinerja pelayanan kesehatan adalah kepedulian terhadap pelanggan.
Pasien sebagai pelanggan eksternal tidak hanya menginginkan kesembuhan dari
sakit yang diderita yang merupakan luaran (outcome) pelayan, tetapi juga
merasakan dan menilai bagaimana ia diperlakukan dalam proses pelayanan. Berawal
dari pelayanan yang peduli pada pelanggan, yakni pelayanan yang memerhatikan
kebutuhan (needs), harapan (expectation) pelanggan, dan penilaian manfaat
(value) oleh pelanggan sebagai persyaratan yang diajukan oleh pelanggan, upaya
untuk memperbaiki mutu dan kinerja perlu merujuk pada trilogi persyaratan
pelanggan tersebut.
Keberadaan standar
dalam pelayanan kesehatan akan memberikan manfaat, antara lain mengurangi
variasi proses, merupakan persyaratan profesi, dan dasar untuk mengukur mutu.
Ditetapkannya standar juga akan menjamin keselamatan pasien dan petugas
penyedia pelayanan kesehatan. Dikuranginya variasi dalam pelayanan akan
meningkatkan konsistensi pelayanan kesehatan, mengurangi morbiditas dan
mortalitas pasien, meningkatkan efisiensi dalam pelayanan, dan memudahkan
petugas dalam pelayanan.
Tetapi dalam mengukur
standar kinerja memerlukan beberapa tahap yang perlu diperhatikan, yaitu:
1)
Perencanaan strategi
2)
Penciptaan indikator kinerja
3)
Mengembangkan sistem pengukuran kinerja
4)
Penyempurnaan ukuran
Di
samping harus memiliki tujuan yang jelas dan komprehensif, pelayanan kesehatan
yang harus berfokus pada pelanggan. Pengalaman pasien dan masyarakat yang
menjadi pelanggan pelayanan kesehatan harus mendapat perhatian utama sehingga
kebutuhan, harapan, dan nilai pelanggan dapat dipenuhi oleh organisasi
pelayanan kesehatan. Mekanisme untuk mengenal adanya perubahan kebutuhan,
harapan, dan nilai pelanggan perlu ada dalam pengelolaan organisasi pelayanan
kesehatan, demikian juga mekanisme untuk mengelola pengalaman pelanggan. Dengan
demikian, organisasi pelayanan kesehatan akan mampu memberikan yang terbaik
kepada pasien dan masyarakat Pendekatan-pendekatan yang dilakukan dalam upaya
mewujudkan pelayanan kesehatan yang harus berfokus pada pelanggan seperti Total
Quality Management (TQM), Layanan Prima.
Tetapi
dalam praktiknya masih banyak kinerja pelayanan kesehatan yang masih belum
maksimal. Dilansir dari Harian Papua, seorang guru honorer mengalami pelayanan
yang kurang memuaskan dan terkesan lamban dari BPJS setempat. Beliau ketika
dirujuk ke puskesmas mengalami kaki gajah yang kondisinya sudah parah tetapi
petugas seakan lamban menangani permasalahan ini. Padahal beliau menempuh
perjalanan yang cukup jauh dari Kabupaten Sarmi Papua tempat tngalnya menuju
kota. Baru setelah berita ini di ekspos oleh media, BPJS setempat baru
membangun pelayanan di kota Sarmi Papua.
v SARAN
Merajuk
dari kasus yang terjadi dan berdasarkan pembahasan yang sudah saya paparkan
menurut saya hal-hal yang perlu diperhatikan dan diperbaiki, yaitu :
1. Pihak
BPJS daerah Papua perlu meningkatkan kinerja petugas kesehatan dari segi
keandalan dan ketanggapan petugas kesehatan dengan cara melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan pelayanan yang diberikan serta memberikan reward kepada
petugas kesehatan yang berprestasi.
2. Pihak
BPJS meningkatkan kinerja terhadap pelayanan pasien JAMKESMAS seperti dari segi
empati, jaminan dan tangibles dengan cara melakukan evaluasi rutin terhadap
pelaksanaan pelayanan yang telah diberikan
3. Pihak
BPJS daerah Papua segera mengadakan perbaikan sesuai dengan faktor-faktor yang
menjadi prioritas utama seperti prosedur administrasi penerimaan pasien, jadwal
pelayanan yang tepat waktu, pelaksanaan pengobatan dan pemeriksaan, ketanggapan
perawat, penyampian informasi kesehatan, perhatian dokter terhadap keluhan
pasien dan kesungguhan tata usaha dalam membantu pengurusan rujukan.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Ali Ghufron Mukti, Strategi Terkini
Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan: Konsep dan Implementasi, Pusat
Pengembangan Sistem Pembiayaan dan Manajemen Asuransi/ Jaminan Kesehatan
Fakultas Kedkteran Universitas Gajah Mada, 2007. (jurnal nasional)
2.
Rizanda Machmud,MANAJEMEN MUTU PELAYANAN
KESEHATAN,unand,2008 (jurnal nasional)
3.
Nur Alam Fajar , Erma Kartikasari,
Asmaripa Ainy, KEPUASAN PASIEN JAMKESMAS TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN
DI POLI UMUM PUSKESMAS PETALING KABUPATEN BANGKA,2009 (jurnal nasional)
4.
Maman Saputra, Lenie Marlinae, Fauzie
Rahman, Dian Rosadi, PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DARI ASPEK SUMBER DAYA
MANUSIA PELAKSANA PELAYANAN KESEHATAN,2015 (jurnal nasional)
5.
Hubaib Alif Khariza, Program Jaminan
Kesehatan Nasional: Studi Deskriptif Tentang Faktor-Faktor Yang Dapat
Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional Di
Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya,2015 (jurnal nasional)
6.
Mardiasmo. 2009.Akuntansi Sektor
Publik . Yogyakarta: Penerbit Andi.
7.
Tjahyono Koentjoro, Regulasi Kesehatan
di Indonesia, Andi Yogyakarta, 2007
8.
Nordiawan, Deddi. 2011.Akuntansi Sektor
Publik.Jakarta: Salemba Empat.
9.
Djoko Wiyono, Manajemen Mutu Pelayanan
Kesehatan, Airlangga University Press, 2000.
10. Mahmudi.Manajemen Kinerja Sektor Publik .
Yogyakarta: UPP AMPYKPN. 2005
11. Bastian,
Indra. 2006.Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar .
Jakarta:Erlangga.
12. Fandy
Tjiptono & Anastasia Diana, Total Quality Management (TQM), edisi Revisi,
Andi Yogyakarta, 2003
13. UU
No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (UU Kesehatan).
14. UU
No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) Jaminan sosial dan
pelayanan kesehatan adalah hak asasi manusia.
15. Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Penetapan
Jaminan Sosial
0 comments:
Post a Comment