Friday 8 January 2016

PENGARUH REGULASI PEMERINTAH, TEKANAN MASYARAKAT, TEKANAN ORGANISASI LINGKUNGAN, TEKANAN MEDIA MASSA, TERHADAP CORPORATE SOCIAL DISCLOSURE Oleh Galih prismadani (B200140250)

                                                        
                                                 
                                                                      ABSTRACT
In recent conditions, company is not considers merely on profit, but there is strong argument that company must aware on its social environments. Hence, it is required that a company must disclose its social responsibility to the stakeholders. Corporate social disclosure itself is influenced by many factors. The objective of this study is to explain the influencing factors of corporate social responsibility. Based on the Stakeholders theory, the study will investigated social responsibility accounting phenomena on business practices. The research sites would be in PTPN- East Java consists of PTPN X, XI, and XII. Regressions models are used to test the formulated hypothesis. Data were collected by using questionnaires which were mailed to 58 top and middle managers in PTPN who directly or indirectly involved in the corporate social responsibility. The empirical finding showed that and partially Mass media pressure are significant factor to corporate social disclosure, meanwhile Government regulation, Community pressure, environmental organization pressure do not have significant effect on corporate social disclosure. However, simultaneously those factors significantly influence the PTPTN’s corporate social disclosure.
Keywords: Government Regulation, Community Pressure, Environmental Organization Pressure, Mass Media Pressure, Corporate Social Disclosure.






















A.    Latar Belakang
        Pesatnya perkembangan ekonomi, industri, dan perubahan teknologi saat ini menuntut perusahaan untuk tidak hanya memperhatikan keuntungan semata, melainkan perusahaan juga harus turut serta memperhatikan dengan seksama terhadap tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) (Simatupang, 2007). Rusaknya kehidupan sosial masyarakat dan lingkungan alam dapat dipastikan akan mengganggu bahkan menghentikan proses produksi perusahaan, dan pada akhirnya akan menggagalkan upaya maksimalisasi nilai keuntungan bagi para shareholders perusahaan, negara, dan masyarakat.
Perkembangan CSR tersebut juga dilatarbelakangi oleh meningkatnya tekanan terhadap perusahaan-perusahaan multinasional di Amerika Serikat dan Eropa. Tekanan yang berasal dari masyarakat dan pemerintah mendesak agar terjadi keseimbangan antara orientasi bisnis dengan kepedulian terhadap kondisi sosial dan lingkungan. Hal ini menyebabkan terjadinya pergeseran pandangan yang pada mulanya pengelolaan organisasi entitas bisnis didasarkan pada teori keagenan, dimana tanggung jawab perusahaan hanya berorientasi kepada pengelola (agent) dan pemilik (principal) mengalami perubahan oleh manajemen modern yang mendasarkan pandangannya pada stakeholder, yaitu terdapatnya perluasan tanggung jawab perusahaan dengan dasar pemikiran bahwa pencapaian tujuan perusahaan sangat berhubungan erat dengan pola (setting) lingkungan sosial dimana perusahaan berada (Kholis dan Makshum, 2003). Oleh karena itu sekarang ini perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban terhadap pemegang saham (shareholders) saja tetapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak lain (stakeholders), yaitu konsumen, pemasok, karyawan, pemerintah, masyarakat sekitar, dan lingkungan. Dalam kenyataan ada banyak variabel yang dapat mempengaruhi pengungkapan laporan pertanggungjawaban sosial perusahaan, seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Henrique dan Sadosrky (1999) dalam Mardiyah dan Widyatuti (2008) telah menguji variabel regulasi pemerintah, Tekanan Masyarakat, Tekanan Media Massa, dan Tekanan Organisasi Lingkungan pada 750 perusahaan di Kanada sebagai perwujudan persepsi Manajemen perusahaan terhadap stakeholder. Di Indonesia sendiri telah dilakukanpenelitian oleh Kholis dan Makhsum yang meneliti empat variabel tersebut secara empiris di Kota Medan.

Penelitian ini dilakukan pada PTPN (Persero) yang berada di Jawa Timur, yaitu PTPN X, PTPN XI, dan PTPN XII. Ketiga perusahaan tersebut bergerak dalam industri perkebunan dengan komoditi yang berbeda-beda, dimana PTPN X dan XI memproduksi gula, sedangkan PTPN XII memproduksi aneka tanaman perkebunan. Sebagaimana diketahui PTPN (Persero) adalah salah satu perusahaan berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki peran ganda dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Di satu sisi PTPN (Persero) adalah perusahaan yang bergerak sebagai agen pembangunan (agent of development), sedangkan di sisi lain PTPN (Persero) juga merupakan perusahaan yang dituntut untuk dapat terus berproduksi atau bahkan berkembang lebih besar sehingga mereka juga ingin mendapatkan laba.
Pada tahun 2007 pemerintah telah mewajibkan perusahaan untuk melaksanakan CSR melalui disahkannya UU No. 40 Pasal 74 mengenai ‘tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan.’ BUMN telah melaksanakan program CSR sejak tahun 1989 melalui program kemitraan usaha kecil, sedangkan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) sendiri baru mulai dilaksanakan pada tahun 1999. PKBL BUMN terdiri dari dua program yaitu program kemitraan dan program bina lingkungan. Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN, sedangkan Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Dalam melaksanakan tugasnya PKBL berpedoman pada peraturan perundang-undangan, yaitu Peraturan Menteri BUMN No: PER-05/MBU/2007. Selain itu terdapat aturan yang mengharuskan BUMN untuk menyisihkan maksimal 2% dari laba usahanya untuk dialokasikan ke dalam program-program kemitraan dan bina lingkungan.
Akuntansi yang merupakan bagian dari dunia usaha ikut memberikan kontribusi dalam merespon kepedulian sosial perusahaan dengan berkembangnya akuntansi sosial termasuk di dalamnya pengungkapan aktivitas sosial dalam laporan keuangan tahunan perusahaan. Munculnya akuntansi sosial (social responsibility accounting) tidak terlepas dari kesadaran perusahaan terhadap adanya kepentingan lain selain untuk memaksimalkan laba bagi perusahaan, dan juga sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial perusahaan terhadap lingkungan sekitar, baik lingkungan masyarakat lokal maupun lingkungan alam.
Manfaat yang akan diharapkan dari penelitian ini adalah: (1) menambah wawasan kepada para stakeholder tentang penerapan akuntansi pertanggungjawaban sosial yang dilakukan perusahaan; (2) membantu manajemen perusahaan dalam penerapan stakeholder theory, khususnya pengaruhnya terhadap Corporate Social Disclosure, dan; (3) Sebagai referensi pihak lain yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini






RERANGKA TEORETIS
Rerangka Konseptual Penelitian
Rerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.
Regulasi Pemerintah (X1)
Corporate Social Disclosure
Tekanan Masyarakat (X2)
Tekanan Organisasi Lingkungan (X3)
Tekanan Media Massa
(X4)
Gambar 1
Rerangka Konseptual Penelitian
Perumusan Hipotesis
Pengaruh Regulasi Pemerintah terhadap Corporate Social Disclosure
Menurut Coghill (1999) dalam Mirfazli dan Nurdiono (2007) regulasi pemerintah dapat dipahami sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari lingkungan perusahaan, sebab sebagai badan pembuat peraturan (Regulatory Body) pemerintah memiliki peran signifikan terhadap kebijakan yang dibuat oleh perusahaan terhadap lingkungan eksternalnya. Sejalan dengan Coghill (1999), Henriques dan Sadorsky (1999) seperti yuang dikutip oleh Mardiyah dan Widyastuti (2008) juga merekomendasikan bahwa Regulasi pemerintah memiliki pengaruh terhadap pentingnya Tanggungjawab sosial perusahaan. Peran pemerintah menjadi penting karena pemerintahan juga merupakan bagian salah satu komponen stakeholder perusahaan (Freeman,1984). Di Indonesia sendiri kebijakan pemerintah yang mewajibkan BUMN mengalokasikan sebagian labanya untuk pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Peraturan Departemen kesehatan melalui Badan Pengawasan Obat dan makanan (POM) untuk menguji produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan dapat dijadikan contoh dari peran pemerintah sebagai stakeholder yang harus dipatuhi oleh perusahaan. Berdasarkan beberapa referensi empiris yang diuraikan diatas maka hipotesis 1 dinyatakan:
H1 = Regulasi Pemerintah (Government Regulation) berpengaruh secara positif terhadap Corporate Social Disclosure.



Pengaruh Tekanan Masyarakat terhadap Corporate Social Disclosure
Tekanan masyarakat juga saat ini sangat memiliki peran penting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Mardiyah dan Widyastuti (2008) masyarakat baik secara individu maupun kelompok dapat mempengaruhi arah dan kebijakan sebuah organisasi perusahaan. Henriques dan Sadorsky (1999) dalam Mardiyah dan Widyastuti (2008) juga merekomendasikan bahwa tekanan masyarakat memiliki pengaruh terhadap pentingnya Tanggungjawab sosial perusahaan. Peran masyarakat menjadi penting karena juga merupakan bagian salah satu komponen stakeholder perusahaan (Freeman,1984).
Di Indonesia peran masyarakat yang diwakili oleh organisasi masyarakat seperti Majelis Ulama Indonesia yang mengatur tentang sertifikasi halal untuk menguji produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan dapat dijadikan contoh dari peran masyarakat sebagai stakeholder yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Contoh kasus lain adalah seperti ditolaknya kegiatan PT.Inti Indorayon Utama di Porsea, Sumut oleh masyarakat yang berada dilokasi perusahaan juga sebagai bukti demikian pentingnya pengaruh masyarakat disekitar perusahaan, dengan demikian entitas bisnis harus tetap memperhatikan entitas sosialnya (Kholis dan Makshum, 2003). Berdasarkan beberapa referensi empiris yang diuraikan diatas maka hipotesis 2 dinyatakan sebagai berikut:
H2 = Tekanan Masyarakat (Community Pressure) berpengaruh secara positif terhadap Corporate Social Disclosure
Pengaruh Tekanan Organisasi Lingkungan terhadap Corporate Social Disclosure
Menurut Freeman (1984) dalam Kholis dan Makhsum (2003), organisasi lingkungan dewasa ini telah menjadi salah satu kekuatan kontrol sosial yang dapat mengawasi aktivitas perusahaan. Orientasi organisasi lingkungan secara umum adalah menghindari eksploitasi yang berlebihan terhadap lingkungan hidup demi kepentingan perusahaan. Aktivitas organisasi lingkungan dapat memobilisasi masyarakat dan opini terhadap aktivitas perusahaan, sehingga jika kepentingan organisasi tersebut tidak disikapi dengan bijaksana akan berbenturan dengan kepentingan perusahaan.
LSM di bidang lingkungan hidup tumbuh pesat di seluruh dunia termasuk Indonesia. Kegiatan yang dilakukan oleh aktivis lingkungan hidup ini semakin kompleks dan berkualitas. Mereka akan mengungkapkan sisi negatif perusahaan yang berkaitan dengan isu lingkungan hidup dan akan berjuang menuntut tanggung jawab atas kerusakan lingkungan atau dampak sosial yang ditimbulkan akibat aktivitas perusahaan. isu negatif akan menjadi berita menarik yang dengan sekejap menyebar ke seluruh dunia melalui teknologi media komunikasi yang saat ini semakin cepat, tanpa batas dan seketika (Anonymous, 2008). 

Pengaruh Tekanan Media Massa terhadap Corporate Social Disclosure
Media massa dalam lingkungan bisnis saat ini memiliki peran yang sangat dominan dalam membentuk opini masyarakat terhadap suatu aktivitas perusahaan. Media dapat menyediakan informasi bagi perusahaan dan dapat pula sebagai alat publikasi dan sosialisasi yang digunakan oleh perusahaan untuk dapat membangun kepercayaan (image) publik tentang aktivitas-aktivitas sosial yang dijalankan perusahaan. Freeman (1984) dalam Kholis dan Makhsum (2003) juga menyebutkan bahwa media dapat membentuk opini masyarakat terhadap perusahaan dan hal tersebut sangat berhubungan erat dengan kepentingan perusahaan, sehingga media juga salah satu kelompok yang menjadi stakeholder.
Dengan demikian, perusahaan perlu melakukan hubungan yang harmonis dengan media massa. Berdasarkan beberapa referensi empiris yang diuraikan di atas maka hipotesis 4 diformulasikan:
H4 = Tekanan Media Massa (Mass Media Pressure) berpengaruh secara positif terhadap Corporate Social Disclosure.
Disamping ke empat hipotesis tersebut di atas, peneliti juga ingin melihat pengaruh dari ke empat variable tersebut secara simultan terhadap Corporate Social Disclosure, maka hipotesis ke lima yang dapat diformulasikan adalah:
H5 = Regulasi pemerintah, Tekanan masyarakat, Organisasi Lingkungan, dan Tekanan media massa secara simultan berpengaruh signifikan terhadap corporate social disclosure.
B.     Model Penelitian
Model yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah sebagai berikut:
Y= β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + e
Dimana:
Y = Corporate Social Disclosure
X1 = Regulasi Pemerintah
X2 = Tekanan Masyarakat
X3 = Tekanan Organisasi
X4 = Tekanan Media Massa
β0 = Konstanta
β1, β2, β3, β4 = Koefisien regresi variable bebas
e = Error (variabel lain yang tidak dijelaskan dalam model)
Definisi Operasional Variabel
Untuk memberikan pemahaman yang lebih spesifik terhadap variabel-variabel penelitian ini, maka variabel tersebut didefinisikan secara operasional sebagai berikut:
1. Regulasi Pemerintah adalah Regulasi Pemerintah merupakan peraturan-peraturan yang mengatur tentang tanggung jawab sosial perusahaan yang dikeluarkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala Likert, dimana skor 1 s/d 5 adalah sangat tidak setuju s/d sangat setuju. Terdapat 4 indikator dalam variabel regulasi pemerintah, yaitu:
      a. Tanggapan terhadap peraturan pemerintah mengenai lingkungan sosial perusahaan
b. Tanggapan terhadap peraturan pemerintah mengenai pengungkapan informasi sosial
c. Dukungan terhadap program-program pemerintah
d. Kepatuhan terhadap peraturan pemerintah
2. Tekanan Masyarakat
Tekanan Masyarakat dalam perusahaan merupakan perhatian perusahaan terhadap informasi-informasi yang disampaikan oleh masyarakat. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala Likert, dimana skor 1 s/d 5 adalah sangat tidak setuju s/d sangat setuju dan untuk frekuensi skor 1 s/d 5 adalah tidak pernah s/d sangat sering. Terdapat 4 indikator dalam variabel tekanan masyarakat, yaitu:
a. Tanggapan terhadap masukan-masukan dari masyarakat
b. Dukungan terhadap kegiatan sosial-kemasyarakatan
c. Pertanggungjawaban perusahaan kepada masyarakat
d. Frekuensi aktivitas sosial yang dilakukan perusahaan ke masyarakat
3. Tekanan Organisasi Lingkungan adalah Tekanan Organisasi Lingkungan dalam perusahaan merupakan perhatian perusahaan terhadap aktivitas organisasi lingkungan (LSM). Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala Likert, dimana skor 1 s/d 5 adalah sangat tidak setuju s/d sangat setuju dan untuk frekuensi skor 1 s/d 5 adalah tidak pernah s/d sangat sering. Terdapat 4 indikator dalam variabel tekanan organisasi lingkungan, yaitu:
a. Tanggapan terhadap organisasi lingkungan
b. Dukungan terhadap aktivitas organisasi lingkungan
c. Sikap perusahaan terhadap masukan dari organisasi lingkungan
d. Frekuensi perusahaan menerima audiensi organisasi lingkungan
4. Tekanan Media Massa adalah Tekanan Media Massa dalam perusahaan merupakan perhatian perusahaan terhadap pentingnya media massa mengetahui aktivitas perusahaan yang nantinya akan membentuk opini masyarakat. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala Likert, dimana skor 1 s/d 5 adalah sangat tidak setuju s/d sangat setuju dan untuk frekuensi skor 1 s/d 5 adalah tidak pernah s/d sangat sering. Terdapat 2 indikator dalam variabel tekanan media massa, yaitu:
      a. Tanggapan terhadap tekanan media massa atas aktivitas perusahaan.
b. Frekuensi penggunaan media massa sebagai media publikasi.
5. Corporate Social Disclosure (Pengungkapan informasi sosial perusahaan)
Pengungkapan informasi sosial perusahaan ini merupakan persepsi manajemen tentang perlu atau tidaknya dilakukan pengungkapan atas aktivitas sosial dan lingkungan yang telah dilakukan perusahaan sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial perusahaan kepada stakeholders (pemegang saham, kreditor, karyawan, pemerintah, masyarakat, organisasi lingkungan, media massa). Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala Likert, dimana skor 1 s/d 5 adalah sangat tidak setuju s/d sangat setuju. Terdapat 4 indikator dalam variabel corporate social disclosure, yaitu:
a. Aspek-aspek pengungkapan tanggungjawab sosial
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi diungkapkannya informasi sosial perusahaan
c. Pengungkapan informasi sosial yang transparan
d. Pengungkapan informasi sosial sebagai alat pertanggungjawaban
                   I.            Populasi dan Sampel
Populasi (subjek) dalam penelitian ini adalah seluruh manajemen tingkat atas atau manajer puncak (direktur di PTPN X, PTPN XI, dan PTPN XII) dan seluruh manajemen tingkat menengah atau manajer madya (kepala bagian atau kepala unit, dan kepala urusan di PTPN X, PTPN XI, dan PTPN XII). Populasi dalam penelitian ini berjumlah 80 manajer. Sampel yang dipilih sebanyak 58 manajer. Teknik penarikan sampel dengan metode stratified random sampling. Namun setelah kuesioner dibagikan maka berdasar respons yang diterima dan adanya beberapa jawaban kuisener yang dinyatakan tidak valid, jumlah jawaban responden yang dapat diolah tingal 42.
                II.            Pengujian Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Hasil dari perhitungan Kolmogorof Smirnov Test sudah menunjukkan distribusi yang normal pada model yang digunakan dengan nilai probabilitasnya sebesar 0,797 (0,797 > 0,10) sehingga bisa dilakukan regresi dengan Model Linear Berganda.
Tabel 1
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Regpem
Tekmasy
Tekorling
Tekmedia

N
42
42
42
42
Normal Parametersa
Mean
29.0698
12.2791
21.5581

Std. Deviation
3.16525
1.59352
3.66647
1.28325
Most Extreme Differences
Absolute
.144
.290
.189

Positive
.144
.290
.113
.334
Negative
-.135
-.268
-.189
-.340
Uji Non-Heteroskedastisitas
Uji tidak adanya heterokedastisitas adalah metode grafik yang dapat dilakukan melalui analisis regresi linear, di mana untuk membuat grafik scatterplot tersebut dilakukan dengan memplot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Yprediksi - Ysesungguhnya) yang telah distudentized.
Uji Non-Kolinieritas Ganda (Multicolinearity)
Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilihat dari Variance Inflation Factor (VIF). Dari Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa untuk variabel (Regulasi Pemerintah, Tekanan Masyarakat, Tekanan Organisasi Lingkungan, dan Tekanan Media Masa) tidak terjadi multikolineritas dengan ditunjukkan nilai VIF lebih kecil dari 10.
Tabel 2
Multicolinierity Variabel Bebas
VIF
X1 (Regulasi Pemerintah)
1.391
X2 ( Tekanan Masyarakat)
1.104
X3 ( Tekanan Organisasi Lingkungan)
1.446
X4 ( Tekanan Media Massa)
1.146
        

Pengaruh Regulasi Pemerintah terhadap Corporate Social Disclosure
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bahwa regulasi pemerintah berpengaruh secara parsial terhadap corporate social disclosure tidak teruji kebenarannya. Temuan ini berbeda dengan pendapat Anggraini (2006) yang menyatakan bahwa perusahaan akan mengungkapkan informasi tertentu jika ada aturan yang menghendakinya. Dalam penelitian di bursa efek Anggraini menemukan bahwa hampir semua perusahaan mengungkapkan kinerja ekonominya, hal ini disebabkan oleh dikeluarkannya surat keputusan No. Kep-150/Men/2000 oleh Menteri Tenaga Kerja tentang penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian di perusahaan. Serta dikeluarkannya PSAK No. 57 tentang kewajiban diestimasi, kewajiban kontinjensi dan Aktiva kontinjensi yang berlaku efektif mulai tanggal 1 Januari 2001.
Regulasi pemerintah pada dasarnya memiliki peran yang penting untuk membuat perusahaan menerapkan corporate social responsibility dan pengungkapannya. Hal ini dikarenakan lebih banyak perusahaan yang memandang CSR sebagai mandatory daripada voluntary. Di Indonesia sendiri Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mewajibkan perseroan yang bidang usahanya di bidang atau terkait dengan bidang sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Undang-Undang tersebut juga mewajibkan semua perseroan untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab tersebut di Laporan Tahunan. Undang-Undang ini sempat menimbulkan kontroversi karena pada awalnya mewajibkan semua perseroan untuk melaksanakan CSR, keberatan terutama berasal dari kalangan bisnis yang berpendapat bahwa pelaksanaan CSR seharusnya sukarela dan bukan kewajiban. Pada akhirnya, Undang-Undang tersebut hanya mewajibkan pelaksanaan CSR pada perusahaan yang terkait dengan sumber daya alam. Satu hal yang menarik dari Undang-Undang tersebut adalah diwajibkannya semua perseroan untuk melaporkan pelaksanaan CSR di laporan tahunan. Adanya pelaporan tersebut adalah merupakan pencerminan dari perlunya akuntabilitas perseroan atas pelaksanaan kegiatan CSR, sehingga para stakeholders dapat menilai pelaksanaan kegiatan tersebut. Dengan adanya transparansi dan akuntabilitas, tujuan akhir yang diharapkan adalah bahwa perseroan dengan kesadaran sendiri akan melaksanakan kegiatan CSR.
Temuan ini menjadi menarik karena PTPN sebagai BUMN sangat lekat dengan ketatnya peraturan pemerintah, namun hasil menunjukkan bahwa regulasi pemerintah tidak berpengaruh secara parsial terhadap corporate social disclosure. Kondisi tersebut nampak dari deskripsi variabel regulasi pemerintah pada bahasan sebelumnya yang menyimpulkan bahwa mayoritas responden menyatakan kesetujuannya untuk merespon, mendukung dan melaksanakan peraturan pemerintah tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Namun ternyata sejumlah 4,7% menyatakan tidak setuju akan adanya peraturan pemerintah yang mengharuskan perusahaan mengungkapkan informasi social perusahaan.
Pengaruh Tekanan Organisasi Lingkungan terhadap Corporate Social Disclosure
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bahwa tekanan organisasi lingkungan berpengaruh secara parsial terhadap corporate social disclosure tidak teruji kebenarannya. Temuan ini dapat dijelaskan berdasarkan deskripsi variabel X3 dimana responden tidak setuju jika LSM lingkungan melakukan investigasi terhadap program-program sosial perusahaan. Namun demikian, responden cukup terbuka dan setuju menerima saran dan masukan dari organisasi lingkungan dan juga tidak segan mendukung program-program tentang lingkungan. Kesulitan organisasi lingkungan untuk mempengaruhi program–program sosial perusahaan disampaikan juga oleh WWF dimana pengalaman WWF-Indonesia yang cukup susah untuk mencoba mempengaruhi dan mendesak perubahan perilaku industri pulp dan perkebunan sawit, untuk menghormati dan tidak mengkonversi kawasan hutan yang bernilai konservasi tinggi (high conservation value forests/HCVF), menunjukkan bahwa perusahaan masih seringkali lebih mempunyai posisi tawar yang lebih tinggi terhadap inisiatif voluntary yang ada (Ardiansyah, 2008).
Hal lain yang cukup memprihatinkan adalah terdapatnya perilaku free rider (karena imperfect market) di antara beberapa perusahaan seperti yang ditemukan oleh Friends of the Earth UK. Karenanya pada awal tahun ini FoE-UK mendesak Pemerintah Inggris untuk mengeluarkan kebijakan untuk mengatur pasar terutama melalui the Performance of Companies and Government Departments (Reporting). Desakan FoE-UK ini didasarkan pada kenyataan bahwa klaim-klaim yang dibuat perusahaan-perusahaan tersebut (dalam mekanisme voluntary) sangat sulit dibuktikan bila transparansi melalui pelaporan yang dilakukan pihak bisnis dan industri tidak diatur dan dilakukan secara tepat. Bila tidak dapat diverifikasi, klaim-klaim dari perusahaan tersebut hanya akan menambah keuntungan citra perusahaan tanpa ada kaitannya dengan upaya perbaikan lingkungan di lapangan (Ardiansyah, 2008).
Pengaruh Tekanan Media Massa terhadap Corporate Social Disclosure
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bahwa tekanan media massa berpengaruh secara parsial terhadap corporate social disclosure teruji kebenarannya. Temuan ini berbeda dengan temuan Rizal (2007) yang melakukan analisis terhadap faktor pengungkapan sosial melalui media internet di Indonesia. Hasil uji secara simultan tidak menemukan adanya pengaruh signifikan antara karakteristik perusahaan dengan tingkat pengungkapan sosial melalui media di Indonesia.
Sebaliknya temuan ini menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa pelaku bisnis dan dunia usaha negara maju telah menyadari pentingnya program CSR dalam mendukung kegiatan bisnis menaikkan citra perusahaan di masyarakat. CSR merupakan sarana perusahaan yang ‘empuk’ untuk meraih reputasi baik, peningkatan reputasi dan memompa citra perusahaan. Citra dan perusahaan akan terbangun, terjaga dan kemudian bisa menciptakan perusahaan yang eksis sebagai organisasi bisnis untuk menghadapi persaingan.
Dari empat variabel bebas yang diajukan dalam hipotesis penelitian ternyata hanya variabel tekanan media massa yang mempengaruhi corporate social disclosure, sedangkan variabel regulasi pemerintah, tekanan masyarakat dan tekanan organisasi lingkungan tidak teruji kebenarannya. Kondisi ini dapat dijelaskan dengan mengutip pendapat Prisgunanto (2008) bahwa hendaknya perlu diwaspadai bahwa pada dasarnya banyak perusahaan melakukan CSR bukan atas dasar kesadaran dan keikhlasan untuk pembangunan, dan kesejahteraan sosial. Sesuai sifat dasarnya, perusahaan selalu mencari keuntungan. Oleh sebab itu ada preseden bahwa program CSR sering ditunggangi untuk satu keperluan tersebut. Pada praktiknya CSR sering menjadi medan laga perusahaan melakukan perang pesan produk lewat penempatan logo perusahaan yang mampu menimbulkan efek stimulus respon pada publik. Hal ini ditunjukkan dengan fenomena perusahaan lebih sibuk mengatur publikasi, sosialisasi citra dan brand mereka, daripada keberlanjutan program CSR tersebut.
Implikasi dan Keterbatasan Penelitian
Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa perusahaan BUMN harus menata dan membangun “awareness” terhadap lingkungannya baik sosial maupun fisik. Kenyataan menunjukkan bahwa perusahaan BUMN “lebih memperhatikan” tekanan media massa untuk mengungkapkan tanggungjawab sosialnya dibanding dengan keharusan-keharusan “by regulation” baik oleh pemerintah maupun organisasi lingkungan.
Penelitian ini juga masih memiliki beberapa keterbatasan yaitu:
1. Masih terdapat variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi corporate social disclosure yang tidak diinvestigasi dalam penelitian.  2. Banyaknya pertanyaan yang tidak valid dalam kuesioner merupakan keterbatasan yang membutuhkan perbaikan lebih lanjut.
C.     SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN
Simpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan hipotesis yang menyatakan regulasi pemerintah, tekanan masyarakat, tekanan organisasi lingkungan dan tekanan media massa berpengaruh secara bersama-sama terhadap corporate social disclosure teruji kebenarannya. Namun hasil tersebut berbeda dengan pengujian secara parsial, dimana hanya variabel tekanan media massa saja yang berpengaruh terhadap corporate social disclosure, sedangkan ke tiga variabel yang lain tidak teruji kebenarannya. Tekanan media massa berpengaruh terhadap corporate social disclosure. Hal ini dibuktikan oleh persepsi responden, dimana sebagian besar responden berpendapat bahwa media massa memilki kemampuan untuk membentuk opini, membangun image (citra), dan sebagai alat publikasi untuk meningkatkan reputasi perusahaan di mata masyarakat.
Saran
Saran yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Diharapkan perusahaan BUMN dalam hal ini adalah PTPN (Persero) yang ada di Jawa Timur untuk meningkatkan kualitas pemberitaan informasi tanggungjawab sosial perusahaan. Adapun visi pemberitaan tidak hanya sekedar untuk meningkatkan reputasi dan citra perusahaan saja, tetapi juga dengan tulus mengimplementasikan tanggungjawab sosial dalam arti sebenarnya, yaitu upaya untuk mengeliminir dampak negatif karena keberadaan perusahaan di masyarakat.
b. Peneliti selanjutnya agar melakukan perbaikan terhadap kualitas pengukuran variabel yang digunakan agar lebih spesifik sesuai dengan kondisi BUMN.








                                                 DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Reni Retno. 2006. Pengungkapan Informasi Social dan Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Social dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta), Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Anonymous. 2008. Perusahaan Harus Membuat Laporan CSR, Majalah bisnis & CSR reference for decision maker. Edisi Juli 1(6): 40-42
Ardiansah, Fitrian. 2008. CSR dan Standard Audit Sosial: perspektif lingkungan. www.csrreview-online.com
Freeman.R.E.1984. Strategic management: A stakeholder approach, Boston: Fitman
Keputusan Menteri BUMN Nomor: 236/MBU/2003, Mengenai Penyelenggaraan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan.
Kholis, A. dan A. Makhsum. 2003. Analisis Tentang Pentingnya Tanggungjawab dan Akuntansi Sosial Perusahaan (Corporate Responsibilities and Social Accounting), Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi. 3(2): 101-132
Kurniawan, Sigit. 2007. Bukan Beban, tapi Peluang, Majalah Marketing. Edisi 11/VII/November: 46-49
      Mardiyah, A. Ainul dan A. Widyastuti. 2008. Pengaruh Stakeholder terhadap Tanggung Jawab sosial dan Akuntansi Sosial Perusahaan, Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen. www.iseisby.or.id
Mirfazli, Edwin dan Nurdiono. 2007. Evaluasi Pengungkapan Informasi Pertanggung- jawaban Sosial pada Laporan Tahunan Perusahaan Dalam Kelompok Aneka Industri Yang Go Publik di BEJ, Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 12(1) : 30-50
Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-05/MBU/2007, tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Prisgunanto. 2008. Salah Kaprah Praktik CSR (Corporate Social Responsibility): Pertarungan Pasar Versus Kesejahteraan Sosial. www.prisgunanto.blog.com
Rizal, Muhammad. 2007. Analisis Faktor Pengungkapan Sosial Melalui Media Internet di Indonesia. www.larispa.com.

Simatupang, David S. 2007. CSR Bukan Untuk Laba Rugi Semata, Majalah Marketing, Edisi 11/VII/November: 39-44
Posted on by Akuntansi Publik | 2 comments

2 comments: