ABSTRACT
In recent conditions, company is not considers merely on profit, but
there is strong argument that company must aware on its social environments.
Hence, it is required that a company must disclose its social responsibility to
the stakeholders. Corporate social disclosure itself is influenced by many
factors. The objective of this study is to explain the influencing factors of
corporate social responsibility. Based on the Stakeholders theory, the study
will investigated social responsibility accounting phenomena on business
practices. The research sites would be in PTPN- East Java consists of PTPN X,
XI, and XII. Regressions models are used to test the formulated hypothesis.
Data were collected by using questionnaires which were mailed to 58 top and
middle managers in PTPN who directly or indirectly involved in the corporate
social responsibility. The empirical finding showed that and partially Mass
media pressure are significant factor to corporate social disclosure, meanwhile
Government regulation, Community pressure, environmental organization pressure
do not have significant effect on corporate social disclosure. However,
simultaneously those factors significantly influence the PTPTN’s corporate
social disclosure.
Keywords: Government Regulation,
Community Pressure, Environmental Organization Pressure, Mass Media Pressure,
Corporate Social Disclosure.
A.
Latar Belakang
Pesatnya perkembangan
ekonomi, industri, dan perubahan teknologi saat ini menuntut perusahaan untuk
tidak hanya memperhatikan keuntungan semata, melainkan perusahaan juga harus
turut serta memperhatikan dengan seksama terhadap tanggung jawab sosial perusahaan
atau corporate social responsibility (CSR) (Simatupang, 2007). Rusaknya
kehidupan sosial masyarakat dan lingkungan alam dapat dipastikan akan
mengganggu bahkan menghentikan proses produksi perusahaan, dan pada akhirnya
akan menggagalkan upaya maksimalisasi nilai keuntungan bagi para shareholders
perusahaan, negara, dan masyarakat.
Perkembangan CSR tersebut juga dilatarbelakangi oleh meningkatnya
tekanan terhadap perusahaan-perusahaan multinasional di Amerika Serikat dan
Eropa. Tekanan yang berasal dari masyarakat dan pemerintah mendesak agar
terjadi keseimbangan antara orientasi bisnis dengan kepedulian terhadap kondisi
sosial dan lingkungan. Hal ini menyebabkan terjadinya pergeseran pandangan yang
pada mulanya pengelolaan organisasi entitas bisnis didasarkan pada teori
keagenan, dimana tanggung jawab perusahaan hanya berorientasi kepada pengelola
(agent) dan pemilik (principal) mengalami perubahan oleh
manajemen modern yang mendasarkan pandangannya pada stakeholder, yaitu
terdapatnya perluasan tanggung jawab perusahaan dengan dasar pemikiran bahwa
pencapaian tujuan perusahaan sangat berhubungan erat dengan pola (setting)
lingkungan sosial dimana perusahaan berada (Kholis dan Makshum, 2003). Oleh
karena itu sekarang ini perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban terhadap
pemegang saham (shareholders) saja tetapi juga kewajiban-kewajiban
terhadap pihak lain (stakeholders), yaitu konsumen, pemasok, karyawan,
pemerintah, masyarakat sekitar, dan lingkungan. Dalam kenyataan ada banyak
variabel yang dapat mempengaruhi pengungkapan laporan pertanggungjawaban sosial
perusahaan, seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Henrique dan Sadosrky
(1999) dalam Mardiyah dan Widyatuti (2008) telah menguji variabel regulasi
pemerintah, Tekanan Masyarakat, Tekanan Media Massa, dan Tekanan Organisasi
Lingkungan pada 750 perusahaan di Kanada sebagai perwujudan persepsi Manajemen
perusahaan terhadap stakeholder. Di Indonesia sendiri telah
dilakukanpenelitian oleh Kholis dan Makhsum yang meneliti empat variabel
tersebut secara empiris di Kota Medan.
Penelitian ini dilakukan pada PTPN (Persero) yang berada di Jawa
Timur, yaitu PTPN X, PTPN XI, dan PTPN XII. Ketiga perusahaan tersebut bergerak
dalam industri perkebunan dengan komoditi yang berbeda-beda, dimana PTPN X dan
XI memproduksi gula, sedangkan PTPN XII memproduksi aneka tanaman perkebunan.
Sebagaimana diketahui PTPN (Persero) adalah salah satu perusahaan berbentuk
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki peran ganda dalam menjalankan
aktivitas bisnisnya. Di satu sisi PTPN (Persero) adalah perusahaan yang
bergerak sebagai agen pembangunan (agent of development), sedangkan di
sisi lain PTPN (Persero) juga merupakan perusahaan yang dituntut untuk dapat
terus berproduksi atau bahkan berkembang lebih besar sehingga mereka juga ingin
mendapatkan laba.
Pada tahun 2007 pemerintah telah mewajibkan perusahaan untuk
melaksanakan CSR melalui disahkannya UU No. 40 Pasal 74 mengenai ‘tanggungjawab
sosial dan lingkungan perusahaan.’ BUMN telah melaksanakan program CSR sejak
tahun 1989 melalui program kemitraan usaha kecil, sedangkan Program Kemitraan
dan Bina Lingkungan (PKBL) sendiri baru mulai dilaksanakan pada tahun 1999.
PKBL BUMN terdiri dari dua program yaitu program kemitraan dan program bina
lingkungan. Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha
kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian
laba BUMN, sedangkan Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan
kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba
BUMN. Dalam melaksanakan tugasnya PKBL berpedoman pada peraturan
perundang-undangan, yaitu Peraturan Menteri BUMN No: PER-05/MBU/2007. Selain
itu terdapat aturan yang mengharuskan BUMN untuk menyisihkan maksimal 2% dari
laba usahanya untuk dialokasikan ke dalam program-program kemitraan dan bina
lingkungan.
Akuntansi yang merupakan bagian dari dunia usaha ikut memberikan
kontribusi dalam merespon kepedulian sosial perusahaan dengan berkembangnya
akuntansi sosial termasuk di dalamnya pengungkapan aktivitas sosial dalam
laporan keuangan tahunan perusahaan. Munculnya akuntansi sosial (social
responsibility accounting) tidak terlepas dari kesadaran perusahaan
terhadap adanya kepentingan lain selain untuk memaksimalkan laba bagi
perusahaan, dan juga sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial perusahaan
terhadap lingkungan sekitar, baik lingkungan masyarakat lokal maupun lingkungan
alam.
Manfaat yang akan diharapkan dari penelitian ini adalah: (1)
menambah wawasan kepada para stakeholder tentang penerapan akuntansi
pertanggungjawaban sosial yang dilakukan perusahaan; (2) membantu manajemen
perusahaan dalam penerapan stakeholder theory, khususnya pengaruhnya
terhadap Corporate Social Disclosure, dan; (3) Sebagai referensi pihak
lain yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini
RERANGKA TEORETIS
Rerangka Konseptual Penelitian
Rerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.
Regulasi
Pemerintah (X1)
Corporate Social Disclosure
Tekanan
Masyarakat (X2)
Tekanan
Organisasi Lingkungan (X3)
Tekanan
Media Massa
(X4)
Gambar 1
Rerangka Konseptual Penelitian
Perumusan Hipotesis
Pengaruh Regulasi Pemerintah terhadap Corporate Social Disclosure
Menurut Coghill (1999) dalam Mirfazli dan Nurdiono (2007) regulasi
pemerintah dapat dipahami sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
lingkungan perusahaan, sebab sebagai badan pembuat peraturan (Regulatory
Body) pemerintah memiliki peran signifikan terhadap kebijakan yang dibuat
oleh perusahaan terhadap lingkungan eksternalnya. Sejalan dengan Coghill
(1999), Henriques dan Sadorsky (1999) seperti yuang dikutip oleh Mardiyah dan
Widyastuti (2008) juga merekomendasikan bahwa Regulasi pemerintah memiliki
pengaruh terhadap pentingnya Tanggungjawab sosial perusahaan. Peran pemerintah
menjadi penting karena pemerintahan juga merupakan bagian salah satu komponen
stakeholder perusahaan (Freeman,1984). Di Indonesia sendiri kebijakan
pemerintah yang mewajibkan BUMN mengalokasikan sebagian labanya untuk
pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Peraturan Departemen kesehatan
melalui Badan Pengawasan Obat dan makanan (POM) untuk menguji produk-produk
yang dihasilkan oleh perusahaan dapat dijadikan contoh dari peran pemerintah
sebagai stakeholder yang harus dipatuhi oleh perusahaan. Berdasarkan beberapa
referensi empiris yang diuraikan diatas maka hipotesis 1 dinyatakan:
H1 = Regulasi Pemerintah (Government Regulation) berpengaruh
secara positif terhadap Corporate Social Disclosure.
Pengaruh Tekanan Masyarakat terhadap Corporate Social Disclosure
Tekanan masyarakat juga saat ini sangat memiliki peran penting bagi
kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Mardiyah dan Widyastuti (2008)
masyarakat baik secara individu maupun kelompok dapat mempengaruhi arah dan
kebijakan sebuah organisasi perusahaan. Henriques dan Sadorsky (1999) dalam
Mardiyah dan Widyastuti (2008) juga merekomendasikan bahwa tekanan masyarakat
memiliki pengaruh terhadap pentingnya Tanggungjawab sosial perusahaan. Peran
masyarakat menjadi penting karena juga merupakan bagian salah satu komponen
stakeholder perusahaan (Freeman,1984).
Di Indonesia peran masyarakat yang diwakili oleh organisasi
masyarakat seperti Majelis Ulama Indonesia yang mengatur tentang sertifikasi
halal untuk menguji produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan dapat
dijadikan contoh dari peran masyarakat sebagai stakeholder yang harus
diperhatikan oleh perusahaan. Contoh kasus lain adalah seperti ditolaknya
kegiatan PT.Inti Indorayon Utama di Porsea, Sumut oleh masyarakat yang berada
dilokasi perusahaan juga sebagai bukti demikian pentingnya pengaruh masyarakat
disekitar perusahaan, dengan demikian entitas bisnis harus tetap memperhatikan
entitas sosialnya (Kholis dan Makshum, 2003). Berdasarkan beberapa referensi
empiris yang diuraikan diatas maka hipotesis 2 dinyatakan sebagai berikut:
H2 = Tekanan Masyarakat (Community
Pressure) berpengaruh secara positif terhadap Corporate Social
Disclosure
Pengaruh Tekanan Organisasi Lingkungan terhadap Corporate Social
Disclosure
Menurut
Freeman (1984) dalam Kholis dan Makhsum (2003), organisasi lingkungan dewasa
ini telah menjadi salah satu kekuatan kontrol sosial yang dapat mengawasi
aktivitas perusahaan. Orientasi organisasi lingkungan secara umum adalah
menghindari eksploitasi yang berlebihan terhadap lingkungan hidup demi
kepentingan perusahaan. Aktivitas organisasi lingkungan dapat memobilisasi
masyarakat dan opini terhadap aktivitas perusahaan, sehingga jika kepentingan
organisasi tersebut tidak disikapi dengan bijaksana akan berbenturan dengan
kepentingan perusahaan.
LSM di bidang lingkungan hidup tumbuh pesat di seluruh dunia
termasuk Indonesia. Kegiatan yang dilakukan oleh aktivis lingkungan hidup ini
semakin kompleks dan berkualitas. Mereka akan mengungkapkan sisi negatif
perusahaan yang berkaitan dengan isu lingkungan hidup dan akan berjuang
menuntut tanggung jawab atas kerusakan lingkungan atau dampak sosial yang
ditimbulkan akibat aktivitas perusahaan. isu negatif akan menjadi berita
menarik yang dengan sekejap menyebar ke seluruh dunia melalui teknologi media
komunikasi yang saat ini semakin cepat, tanpa batas dan seketika (Anonymous,
2008).
Pengaruh Tekanan Media Massa terhadap Corporate Social Disclosure
Media massa dalam lingkungan bisnis saat ini memiliki peran yang
sangat dominan dalam membentuk opini masyarakat terhadap suatu aktivitas
perusahaan. Media dapat menyediakan informasi bagi perusahaan dan dapat pula
sebagai alat publikasi dan sosialisasi yang digunakan oleh perusahaan untuk
dapat membangun kepercayaan (image) publik tentang aktivitas-aktivitas
sosial yang dijalankan perusahaan. Freeman (1984) dalam Kholis dan Makhsum
(2003) juga menyebutkan bahwa media dapat membentuk opini masyarakat terhadap
perusahaan dan hal tersebut sangat berhubungan erat dengan kepentingan
perusahaan, sehingga media juga salah satu kelompok yang menjadi stakeholder.
Dengan demikian, perusahaan perlu melakukan hubungan yang harmonis
dengan media massa. Berdasarkan beberapa referensi empiris yang diuraikan di
atas maka hipotesis 4 diformulasikan:
H4 = Tekanan Media Massa (Mass Media
Pressure) berpengaruh secara positif terhadap Corporate Social
Disclosure.
Disamping ke empat hipotesis tersebut di atas, peneliti juga ingin
melihat pengaruh dari ke empat variable tersebut secara simultan terhadap
Corporate Social Disclosure, maka hipotesis ke lima yang dapat diformulasikan
adalah:
H5 = Regulasi pemerintah, Tekanan masyarakat, Organisasi Lingkungan,
dan Tekanan media massa secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
corporate social disclosure.
B.
Model Penelitian
Model yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah sebagai berikut:
Y= β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + e
Dimana:
Y = Corporate Social Disclosure
X1 = Regulasi Pemerintah
X2 = Tekanan Masyarakat
X3 = Tekanan Organisasi
X4 = Tekanan Media Massa
β0 = Konstanta
β1, β2, β3, β4 = Koefisien regresi variable bebas
e = Error (variabel lain yang tidak dijelaskan dalam model)
Definisi Operasional Variabel
Untuk memberikan pemahaman yang lebih spesifik terhadap
variabel-variabel penelitian ini, maka variabel tersebut didefinisikan secara
operasional sebagai berikut:
1. Regulasi Pemerintah adalah Regulasi
Pemerintah merupakan peraturan-peraturan yang mengatur tentang tanggung jawab
sosial perusahaan yang dikeluarkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah.
Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala
Likert, dimana skor 1 s/d 5 adalah sangat tidak setuju s/d sangat setuju.
Terdapat 4 indikator dalam variabel regulasi pemerintah, yaitu:
a.
Tanggapan terhadap peraturan pemerintah mengenai lingkungan sosial perusahaan
b. Tanggapan terhadap peraturan pemerintah
mengenai pengungkapan informasi sosial
c. Dukungan terhadap program-program
pemerintah
d. Kepatuhan terhadap peraturan pemerintah
2. Tekanan Masyarakat
Tekanan Masyarakat dalam perusahaan merupakan perhatian perusahaan
terhadap informasi-informasi yang disampaikan oleh masyarakat. Pengukuran yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala Likert, dimana
skor 1 s/d 5 adalah sangat tidak setuju s/d sangat setuju dan untuk frekuensi
skor 1 s/d 5 adalah tidak pernah s/d sangat sering. Terdapat 4 indikator dalam
variabel tekanan masyarakat, yaitu:
a. Tanggapan terhadap masukan-masukan dari
masyarakat
b. Dukungan terhadap kegiatan
sosial-kemasyarakatan
c. Pertanggungjawaban perusahaan kepada
masyarakat
d. Frekuensi aktivitas sosial yang dilakukan
perusahaan ke masyarakat
3. Tekanan Organisasi Lingkungan adalah Tekanan
Organisasi Lingkungan dalam perusahaan merupakan perhatian perusahaan terhadap
aktivitas organisasi lingkungan (LSM). Pengukuran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan skala Likert, dimana skor 1 s/d 5
adalah sangat tidak setuju s/d sangat setuju dan untuk frekuensi skor 1 s/d 5
adalah tidak pernah s/d sangat sering. Terdapat 4 indikator dalam variabel
tekanan organisasi lingkungan, yaitu:
a. Tanggapan terhadap organisasi lingkungan
b. Dukungan terhadap aktivitas organisasi
lingkungan
c. Sikap perusahaan terhadap masukan dari
organisasi lingkungan
d. Frekuensi perusahaan menerima audiensi
organisasi lingkungan
4. Tekanan Media Massa adalah Tekanan Media
Massa dalam perusahaan merupakan perhatian perusahaan terhadap pentingnya media
massa mengetahui aktivitas perusahaan yang nantinya akan membentuk opini
masyarakat. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan skala Likert, dimana skor 1 s/d 5 adalah sangat tidak setuju s/d
sangat setuju dan untuk frekuensi skor 1 s/d 5 adalah tidak pernah s/d sangat
sering. Terdapat 2 indikator dalam variabel tekanan media massa, yaitu:
a.
Tanggapan terhadap tekanan media massa atas aktivitas perusahaan.
b. Frekuensi penggunaan media massa sebagai
media publikasi.
5. Corporate Social Disclosure (Pengungkapan
informasi sosial perusahaan)
Pengungkapan informasi sosial perusahaan ini merupakan persepsi
manajemen tentang perlu atau tidaknya dilakukan pengungkapan atas aktivitas
sosial dan lingkungan yang telah dilakukan perusahaan sebagai bentuk
pertanggungjawaban sosial perusahaan kepada stakeholders (pemegang
saham, kreditor, karyawan, pemerintah, masyarakat, organisasi lingkungan, media
massa). Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan skala Likert, dimana skor 1 s/d 5 adalah sangat tidak setuju s/d
sangat setuju. Terdapat 4 indikator dalam variabel corporate social
disclosure, yaitu:
a. Aspek-aspek pengungkapan tanggungjawab
sosial
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
diungkapkannya informasi sosial perusahaan
c. Pengungkapan informasi sosial yang
transparan
d. Pengungkapan informasi sosial sebagai
alat pertanggungjawaban
I.
Populasi dan Sampel
Populasi (subjek) dalam penelitian ini adalah seluruh manajemen
tingkat atas atau manajer puncak (direktur di PTPN X, PTPN XI, dan PTPN XII)
dan seluruh manajemen tingkat menengah atau manajer madya (kepala bagian atau
kepala unit, dan kepala urusan di PTPN X, PTPN XI, dan PTPN XII). Populasi
dalam penelitian ini berjumlah 80 manajer. Sampel yang dipilih sebanyak 58
manajer. Teknik penarikan sampel dengan metode stratified random sampling. Namun
setelah kuesioner dibagikan maka berdasar respons yang diterima dan adanya
beberapa jawaban kuisener yang dinyatakan tidak valid, jumlah jawaban responden
yang dapat diolah tingal 42.
II.
Pengujian Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Hasil dari perhitungan Kolmogorof Smirnov Test sudah
menunjukkan distribusi yang normal pada model yang digunakan dengan nilai
probabilitasnya sebesar 0,797 (0,797 > 0,10) sehingga bisa dilakukan regresi
dengan Model Linear Berganda.
Tabel 1
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Regpem
|
Tekmasy
|
Tekorling
|
Tekmedia
|
||||||||||
N
|
42
|
42
|
42
|
42
|
|||||||||
Normal
Parametersa
|
Mean
|
29.0698
|
12.2791
|
21.5581
|
|||||||||
Std.
Deviation
|
3.16525
|
1.59352
|
3.66647
|
1.28325
|
|||||||||
Most
Extreme Differences
|
Absolute
|
.144
|
.290
|
.189
|
|||||||||
Positive
|
.144
|
.290
|
.113
|
.334
|
|||||||||
Negative
|
-.135
|
-.268
|
-.189
|
-.340
|
|||||||||
Uji Non-Heteroskedastisitas
Uji tidak adanya heterokedastisitas adalah metode grafik yang dapat
dilakukan melalui analisis regresi linear, di mana untuk membuat grafik scatterplot
tersebut dilakukan dengan memplot antara nilai prediksi variabel terikat
(ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas
dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot
antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan
sumbu X adalah residual (Yprediksi - Ysesungguhnya) yang telah distudentized.
Uji Non-Kolinieritas Ganda (Multicolinearity)
Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilihat dari Variance
Inflation Factor (VIF). Dari Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa untuk variabel
(Regulasi Pemerintah, Tekanan Masyarakat, Tekanan Organisasi Lingkungan, dan
Tekanan Media Masa) tidak terjadi multikolineritas dengan ditunjukkan nilai VIF
lebih kecil dari 10.
Tabel 2
Multicolinierity Variabel Bebas
|
VIF
|
X1 (Regulasi Pemerintah)
|
1.391
|
X2
( Tekanan Masyarakat)
|
1.104
|
X3
( Tekanan Organisasi Lingkungan)
|
1.446
|
X4
( Tekanan Media Massa)
|
1.146
|
Pengaruh Regulasi Pemerintah terhadap Corporate Social Disclosure
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bahwa regulasi
pemerintah berpengaruh secara parsial terhadap corporate social disclosure tidak
teruji kebenarannya. Temuan ini berbeda dengan pendapat Anggraini (2006) yang
menyatakan bahwa perusahaan akan mengungkapkan informasi tertentu jika ada
aturan yang menghendakinya. Dalam penelitian di bursa efek Anggraini menemukan
bahwa hampir semua perusahaan mengungkapkan kinerja ekonominya, hal ini
disebabkan oleh dikeluarkannya surat keputusan No. Kep-150/Men/2000 oleh
Menteri Tenaga Kerja tentang penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan
penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian di
perusahaan. Serta dikeluarkannya PSAK No. 57 tentang kewajiban diestimasi, kewajiban
kontinjensi dan Aktiva kontinjensi yang berlaku efektif mulai tanggal 1 Januari
2001.
Regulasi pemerintah pada dasarnya memiliki peran yang penting untuk
membuat perusahaan menerapkan corporate social responsibility dan
pengungkapannya. Hal ini dikarenakan lebih banyak perusahaan yang memandang CSR
sebagai mandatory daripada voluntary. Di Indonesia sendiri
Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mewajibkan perseroan
yang bidang usahanya di bidang atau terkait dengan bidang sumber daya alam
untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Undang-Undang tersebut
juga mewajibkan semua perseroan untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab
tersebut di Laporan Tahunan. Undang-Undang ini sempat menimbulkan kontroversi
karena pada awalnya mewajibkan semua perseroan untuk melaksanakan CSR,
keberatan terutama berasal dari kalangan bisnis yang berpendapat bahwa
pelaksanaan CSR seharusnya sukarela dan bukan kewajiban. Pada akhirnya,
Undang-Undang tersebut hanya mewajibkan pelaksanaan CSR pada perusahaan yang
terkait dengan sumber daya alam. Satu hal yang menarik dari Undang-Undang
tersebut adalah diwajibkannya semua perseroan untuk melaporkan pelaksanaan CSR
di laporan tahunan. Adanya pelaporan tersebut adalah merupakan pencerminan dari
perlunya akuntabilitas perseroan atas pelaksanaan kegiatan CSR, sehingga para stakeholders
dapat menilai pelaksanaan kegiatan tersebut. Dengan adanya transparansi dan
akuntabilitas, tujuan akhir yang diharapkan adalah bahwa perseroan dengan
kesadaran sendiri akan melaksanakan kegiatan CSR.
Temuan ini menjadi menarik karena PTPN sebagai BUMN sangat lekat
dengan ketatnya peraturan pemerintah, namun hasil menunjukkan bahwa regulasi
pemerintah tidak berpengaruh secara parsial terhadap corporate social disclosure.
Kondisi tersebut nampak dari deskripsi variabel regulasi pemerintah pada
bahasan sebelumnya yang menyimpulkan bahwa mayoritas responden menyatakan
kesetujuannya untuk merespon, mendukung dan melaksanakan peraturan pemerintah
tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Namun ternyata sejumlah 4,7%
menyatakan tidak setuju akan adanya peraturan pemerintah yang mengharuskan
perusahaan mengungkapkan informasi social perusahaan.
Pengaruh Tekanan Organisasi Lingkungan terhadap Corporate Social
Disclosure
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bahwa tekanan
organisasi lingkungan berpengaruh secara parsial terhadap corporate social
disclosure tidak teruji kebenarannya. Temuan ini dapat dijelaskan
berdasarkan deskripsi variabel X3 dimana responden tidak setuju jika LSM
lingkungan melakukan investigasi terhadap program-program sosial perusahaan.
Namun demikian, responden cukup terbuka dan setuju menerima saran dan masukan
dari organisasi lingkungan dan juga tidak segan mendukung program-program
tentang lingkungan. Kesulitan organisasi lingkungan untuk mempengaruhi
program–program sosial perusahaan disampaikan juga oleh WWF dimana pengalaman
WWF-Indonesia yang cukup susah untuk mencoba mempengaruhi dan mendesak
perubahan perilaku industri pulp dan perkebunan sawit, untuk menghormati
dan tidak mengkonversi kawasan hutan yang bernilai konservasi tinggi (high
conservation value forests/HCVF), menunjukkan bahwa perusahaan masih
seringkali lebih mempunyai posisi tawar yang lebih tinggi terhadap inisiatif voluntary
yang ada (Ardiansyah, 2008).
Hal lain yang cukup memprihatinkan adalah terdapatnya perilaku free
rider (karena imperfect market) di antara beberapa perusahaan seperti yang
ditemukan oleh Friends of the Earth UK. Karenanya pada awal tahun ini
FoE-UK mendesak Pemerintah Inggris untuk mengeluarkan kebijakan untuk mengatur
pasar terutama melalui the Performance of Companies and Government
Departments (Reporting). Desakan FoE-UK ini didasarkan pada
kenyataan bahwa klaim-klaim yang dibuat perusahaan-perusahaan tersebut (dalam
mekanisme voluntary) sangat sulit dibuktikan bila transparansi melalui
pelaporan yang dilakukan pihak bisnis dan industri tidak diatur dan dilakukan
secara tepat. Bila tidak dapat diverifikasi, klaim-klaim dari perusahaan
tersebut hanya akan menambah keuntungan citra perusahaan tanpa ada kaitannya
dengan upaya perbaikan lingkungan di lapangan (Ardiansyah, 2008).
Pengaruh Tekanan Media Massa terhadap Corporate Social Disclosure
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bahwa tekanan media massa
berpengaruh secara parsial terhadap corporate social disclosure teruji
kebenarannya. Temuan ini berbeda dengan temuan Rizal (2007) yang melakukan
analisis terhadap faktor pengungkapan sosial melalui media internet di
Indonesia. Hasil uji secara simultan tidak menemukan adanya pengaruh signifikan
antara karakteristik perusahaan dengan tingkat pengungkapan sosial melalui
media di Indonesia.
Sebaliknya temuan ini menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa
pelaku bisnis dan dunia usaha negara maju telah menyadari pentingnya program
CSR dalam mendukung kegiatan bisnis menaikkan citra perusahaan di masyarakat.
CSR merupakan sarana perusahaan yang ‘empuk’ untuk meraih reputasi baik,
peningkatan reputasi dan memompa citra perusahaan. Citra dan perusahaan akan terbangun,
terjaga dan kemudian bisa menciptakan perusahaan yang eksis sebagai organisasi
bisnis untuk menghadapi persaingan.
Dari empat variabel bebas yang diajukan dalam hipotesis penelitian
ternyata hanya variabel tekanan media massa yang mempengaruhi corporate
social disclosure, sedangkan variabel regulasi pemerintah, tekanan
masyarakat dan tekanan organisasi lingkungan tidak teruji kebenarannya. Kondisi
ini dapat dijelaskan dengan mengutip pendapat Prisgunanto (2008) bahwa
hendaknya perlu diwaspadai bahwa pada dasarnya banyak perusahaan melakukan CSR
bukan atas dasar kesadaran dan keikhlasan untuk pembangunan, dan kesejahteraan
sosial. Sesuai sifat dasarnya, perusahaan selalu mencari keuntungan. Oleh sebab
itu ada preseden bahwa program CSR sering ditunggangi untuk satu keperluan
tersebut. Pada praktiknya CSR sering menjadi medan laga perusahaan melakukan
perang pesan produk lewat penempatan logo perusahaan yang mampu menimbulkan
efek stimulus respon pada publik. Hal ini ditunjukkan dengan fenomena perusahaan
lebih sibuk mengatur publikasi, sosialisasi citra dan brand mereka,
daripada keberlanjutan program CSR tersebut.
Implikasi dan Keterbatasan Penelitian
Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa perusahaan BUMN harus
menata dan membangun “awareness” terhadap lingkungannya baik sosial
maupun fisik. Kenyataan menunjukkan bahwa perusahaan BUMN “lebih memperhatikan”
tekanan media massa untuk mengungkapkan tanggungjawab sosialnya dibanding
dengan keharusan-keharusan “by regulation” baik oleh pemerintah maupun
organisasi lingkungan.
Penelitian ini juga masih memiliki beberapa keterbatasan yaitu:
1. Masih terdapat variabel-variabel lain
yang dapat mempengaruhi corporate social disclosure yang tidak
diinvestigasi dalam penelitian. 2.
Banyaknya pertanyaan yang tidak valid dalam kuesioner merupakan
keterbatasan yang membutuhkan perbaikan lebih lanjut.
C.
SIMPULAN, SARAN, DAN
KETERBATASAN
Simpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan hipotesis yang menyatakan regulasi
pemerintah, tekanan masyarakat, tekanan organisasi lingkungan dan tekanan media
massa berpengaruh secara bersama-sama terhadap corporate social disclosure teruji
kebenarannya. Namun hasil tersebut berbeda dengan pengujian secara parsial,
dimana hanya variabel tekanan media massa saja yang berpengaruh terhadap corporate
social disclosure, sedangkan ke tiga variabel yang lain tidak teruji
kebenarannya. Tekanan media massa berpengaruh terhadap corporate social
disclosure. Hal ini dibuktikan oleh persepsi responden, dimana sebagian
besar responden berpendapat bahwa media massa memilki kemampuan untuk membentuk
opini, membangun image (citra), dan sebagai alat publikasi untuk
meningkatkan reputasi perusahaan di mata masyarakat.
Saran
Saran
yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Diharapkan perusahaan BUMN dalam hal ini
adalah PTPN (Persero) yang ada di Jawa Timur untuk meningkatkan kualitas
pemberitaan informasi tanggungjawab sosial perusahaan. Adapun visi pemberitaan
tidak hanya sekedar untuk meningkatkan reputasi dan citra perusahaan saja,
tetapi juga dengan tulus mengimplementasikan tanggungjawab sosial dalam arti
sebenarnya, yaitu upaya untuk mengeliminir dampak negatif karena keberadaan
perusahaan di masyarakat.
b. Peneliti selanjutnya agar melakukan
perbaikan terhadap kualitas pengukuran variabel yang digunakan agar lebih
spesifik sesuai dengan kondisi BUMN.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Reni Retno. 2006. Pengungkapan
Informasi Social dan Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi
Social dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan
yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta), Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Anonymous. 2008. Perusahaan Harus Membuat
Laporan CSR, Majalah bisnis & CSR reference for decision maker.
Edisi Juli 1(6): 40-42
Ardiansah, Fitrian. 2008. CSR dan
Standard Audit Sosial: perspektif lingkungan. www.csrreview-online.com
Freeman.R.E.1984. Strategic management: A
stakeholder approach, Boston: Fitman
Keputusan Menteri BUMN Nomor: 236/MBU/2003, Mengenai
Penyelenggaraan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan.
Kholis, A. dan A. Makhsum. 2003. Analisis
Tentang Pentingnya Tanggungjawab dan Akuntansi Sosial Perusahaan (Corporate
Responsibilities and Social Accounting), Media Riset Akuntansi, Auditing dan
Informasi. 3(2): 101-132
Kurniawan, Sigit. 2007. Bukan Beban, tapi Peluang, Majalah
Marketing. Edisi 11/VII/November: 46-49
Mardiyah, A. Ainul dan
A. Widyastuti. 2008. Pengaruh Stakeholder terhadap Tanggung Jawab sosial dan
Akuntansi Sosial Perusahaan, Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen.
www.iseisby.or.id
Mirfazli, Edwin dan Nurdiono. 2007. Evaluasi
Pengungkapan Informasi Pertanggung- jawaban Sosial pada Laporan Tahunan
Perusahaan Dalam Kelompok Aneka Industri Yang Go Publik di BEJ, Jurnal
Akuntansi dan Keuangan. 12(1) : 30-50
Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor:
PER-05/MBU/2007, tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan
Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Prisgunanto. 2008. Salah Kaprah Praktik
CSR (Corporate Social Responsibility): Pertarungan Pasar Versus Kesejahteraan
Sosial. www.prisgunanto.blog.com
Rizal, Muhammad. 2007. Analisis Faktor
Pengungkapan Sosial Melalui Media Internet di Indonesia. www.larispa.com.
Simatupang, David S. 2007. CSR Bukan Untuk
Laba Rugi Semata, Majalah Marketing, Edisi 11/VII/November: 39-44
kok gak bisa di ambil dalam bentuk PDF ya ?
ReplyDeletesalam, bisa minta jurnal sama kuesionernya?
ReplyDelete