Wednesday, 6 January 2016

KETIDAKEFEKTIFAN TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DI KOTA SURAKARTA Oleh : Fajar Agung Setiaputra (B200140270)




ABSTRACT


Pelayanan publik atau pelayanan umum yang dimana segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peningkatan pelayanan publik yang efisien dan efektif akan mendukung tercapainya efisiensi dan efektif akan mendukung tercapainya efisiensi pembiayaan, artinya ketika pelayanan umum yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan kepada pihak yang dilayani berjalan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya atau mekanisme atau prosedurnya tidak berbelit-belit, akan mengurangi biaya atau beban bagi pihak pemberi pelayanan dan juga penerima pelayanan. 

Penyelenggara Pelayanan Publik adalah instansi pemerintah yang terbagi ke dalam unit-unit pelayanan yang secara langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ukuran keberhasilan pelayanan akan tergambar pada indeks kepuasan masyarakat yang diterima oleh para penerima pelayanan berdasarkan harapan dan kebutuhan mereka yang sebenarnya. Namun sebenarnya pelayanan publik dapat bekerja sama dengan pihak swasta atau diserahkan kepada swasta apabila memang dipandang lebih efektif dan sepanjang mampu memberikan kepuasan maksimal kepada masyarakat.  Di kota Surakarta sudah terdapat banyak pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat atau pengguna layanan public, seperti pendidikan, pelayanan pajak, perijinan, kesehatan, dan kependudukan. Pelayanan publik diberikan kepada pengguna atau pemakai jasa atau barang publik. Pemerintah selalu berupaya untuk menjadikan pelayan yang baik ,dapat diterima oleh masyarakat dan tentunya sangat bermanfaat bagi pengguna layanan publik. Masyarakat yang banyak berpartisipasi menunjukkan bahwa kepuasan pelayan yang diberikan pemerintah telah berhasil atau sesuai tujuan.








LATAR BELAKANG


            Kota Surakarta merupakan kota yang dipandang paling berbudaya dan baik dalam proses pemerintahannya. Kota Surakarta juga merupakan kota dimana banyak terdapat pelayanan yang menjadi program pemerintah dan sudah ditetapkan sebagai suatu sistem pelayanan wajib kepada masyarakat sebagai pengguna.
            Tingkat kepuasan masyarakat dalam mengakses layanan publik di Surakarta dinilai rendah. Selain itu, ketidakpastian biaya atas layanan juga banyak dikeluhkan masyarakat. Padahal biaya tersebut kebanyakan sudah ditetapkan melalui peraturan daerah. Sebagian responden juga mengeluhkan kemampuan petugas yang dianggap kurang cakap dalam melaksanakan tugasnya melayani masyarakat. Kondisi itu semakin diperparah dengan bangunan tempat layanan publik yang kurang nyaman.
Pelayanan Kurang Memuaskan dari kantor imigrasi. pihak Ombudsman Republik Indonesia Kantor Wilayah Yogyakarta mengancam akan memberikan teguran keras terhadap Kantor Imigrasi Solo. Warga Solo ditolak saat melakukan pengajuan paspor perjalanan ke negara Malaysia pada awal Maret lalu.
            Selanjutnya ,pelayanan di bidang kesehatan. Pelayanan kesehatan di Kota Solo banyak dikeluhkan masyarakat. Buruknya pelayanan hingga sikap petugas yang kurang ramah menjadi keluhan . Selain pelayanan kesehatan, pelayanan administrasi kependudukan juga banyak dikeluhkan. Bagian pendidikan, dan Dinas Perhubungan, Begitu juga Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) .
            Banyaknya keluhan yang disampaikan masyarakat tidak menjadi penentu pelayanan yang ada saat ini sangat buruk. Tetapi, hal itu bisa menjadi patokan ,bahwa masyarakat yang peduli sehingga mereka menyampaikan keluhannya.
            Tidak hanya di rumah sakit, bahkan pelayanan yang di berikan pada puskesmas juga tidak jauh berbeda. tenaga kesehatan dokter hanya ditempatkan di 17 puskesmas induk dan empat rumah sakit negeri di Solo. Dokter berkunjung ke puskesmas hanya untuk menepati jadwal membuka praktik dan memenuhi panggilan jika diperlukan. jumlah tenaga kesehatan dokter di puskesmas induk juga masih dalam kategori kurang.
            Keluhan masyarakat juga datang dari pelayanan Bagian perijinan. Contohnya Surat Izin Usaha., Pengurusan KTP yang terlalu lama, Izin Mendirikan Bangunan, Surat Izin Usaha Perdagangan, Izin Usaha Industri, Dan lain-lain. Dalam pengurusan E-KTP ,seringnya masyarakat berkomentar kepada pemerintah tentang pengurusan KTP yang terlalu lama .Pada saat mengurus E-KTP alasan pemerintah selalu memperlambat khususnya di instansi kelurahan misalnya kurang fotokopi akta kelahiran,fotokopi kartu keluarga  .

LANDASAN TEORITIS

          Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain:
1. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggung jawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
2. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
3. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.
4. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
5. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggung jawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
6. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
7. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.

Sementara itu, dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada desain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien
Konsep kepemimpinan adalah unik untuk sektor publik. Ia mulai menjadi issu penting yang harus dikembangkan di sektor publik. Perubahan lingkungan yang cepat (globalisasi, desentralisasi, demokratisasi dan teknologi informasi yang intensif sebagai elemen untuk pemerintahan dan sektor publik dalam abad ini) untuk mewujudkan good governance di sektor publik menuntut tipe dan kualitas kepemimpinan baru. Dengan demikian, kualitas pemimpin dan kepemimpinan di sektor publik merupakan satu komponen kritis di era good governance khususnya di bidang administratsi publik (good public administration governance). Kualitas pemimpin dan kepemimpinan yang dipraktekkan di sektor publik, baik yang dipilih maupun diangkat merupakan faktor kunci dalam bagaimana agensi-agensi publik melaksanakan kewajibannya dan mencapai tujuan-tujuan publik. Ini penting karena kepemimpinan efektif memberikan kualitas yang lebih tinggi dan barang-barang dan jasa-jasa lebih efisien; itu juga memberikan satu perasaan kohesivitas, pengembangan pribadi, dan level kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi diantara orang yang melakukan pekerjaan; dan hal itu memberikan suatu arah dan visi, suatu penjajaran dengan lingkungan, satu mekanisme yang sehat untuk inovasi dan kreativitas, dan satu sumber yang menghidupkan kultur organisasi publik.
Kualitas pelayanan yang diberikan organisasi publik pada umumnya nampak masih jauh dari standar yang diharapkan. Hal tersebut didasarkan kepada fakta dimana penilaian masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan masih jauh dari yang dharapkan. Cerminan dari kualitas pelayanan yang rendah diantaranya dapat dilihat dari pengurusan perizinan usaha yang berbelit-belit, tumpang tindih dan birokratis, kurang jelasnya waktu dan biaya pengurusan perizinan, serta standar pelayan yang belum tersedia.
Dalam konteks pelayanan publik di daerah, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah ditujukan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, kesejahteraan rakyat dan pemberdayaan masyarakat. Karena itu pemerintah daerah harus menyediakan pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan pasal 11 UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Penggunaan kriteria-kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dalam pembagian urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan dilaksanakan secara kumulatif sebagai satu kesatuan. Urusan wajib didefinisikan sebagai urusan daerah otonom yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh pemerintah. Hal ini berarti pemerintah menetapkan urusan mana yang merupakan urusan dasar yang menjadi prioritas penyelenggaraan dan mana yang merupakan urusan pilihan.
Fasilitas pendidikan juga merupakan salah satu fasilitas sosial yang memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Aspek yang termasuk dalam analisis sistem fasilitas pendidikan ini adalah aspek visual lingkungan, serta fasilitas sekolah dan hubungannya dengan  bentuk fisik kota secara keseluruhan. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.
Eksistensi Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang telah berjalan sejak tahun 2009 merupakan hal yang telah dilaksanakan oleh setiap daerah untuk dapat memberikan pelayanan publik yang lebih baik kepada masyarakat. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik tersebut maka Pemerintah Kota Yogyakarta telah membentuk turunan Peraturan Daerah dan Peraturan Wali Kota dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik  sebagai berikut :  
1) Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara utama pelayanan publik didaerah berkewajiban untuk melayani kebutuhan publik sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (Good governance) agar tujuan otonomi daerah sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dapat diwujudkan.  Sejalan dengan perkembangan harapan publik yang menuntut dilakukannya peningkatan kualitas pelayanan publik menuju pelayanan prima, perlu adanya kejelasan standar dan kriteria penyelenggaraan pelayanan publik yang dapat dijadikan pedoman bagi setiap penyelenggara pelayanan publik di Kota Yogyakarta. Penetapan standar dan kriteria publik yang dijadikan pedoman bagi setiap penyelenggara pelayanan publik di Kota Yogyakarta sesuai dengan kewenangan daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, menjamin adanya perlindungan atas hak publik dalam mendapatkan manfaat pelayanan publik. 
b.  Sistem Pelayanan Publik
1) Sumber Daya Manusia (SDM) Dinas Perizinan; 2) Sarana dan Prasarana Dinas Perizinan; 3) Kewenangan Penyelenggaraan Dinas Perizinan Kota  Yogyakarta. a.  Prosedur Standar Pelayanan Dinas Perizinan; b.  Jenis-Jenis Izin Dinas Perizinan; c.  Prosedur Pengelolaan Pengaduan Dinas Perizina. 3. Pengawasan Terhadap Pelayanan Publik Di Kota Yogyakarta Agar pelayanan publik dapat optimal diperlukam adanya pengawas. Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas internal dan pengawas eksternal. Pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui pengawasan oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan pengawasan oleh pengawas fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sementara pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui pengawasan oleh masyarakat berupa laporan tau pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik (Pasal 35 UU No 25 Tahun 2009). Istilah pengawasan dalam banyak hal sama artinya dengan control. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, kata kontrol adalah pengawasan, pemeriksaaan, mengontrol adalah mengasi, memeriksa.
Jika pelayanan publik didefenisikan sebagai setiap aktivitas pelayanan yang dilakukan pemerintah, individu, organisasi, dan yang lainnya (the others) dalam rangka merespon tuntutan individu, kelompok, organisasi, dan yang lainnya (the others) yang bersinggungan dengan kepentingan keseluruhan populasi penduduk, maka ada empat dimensi yang terkandung dalam defenisi ini, yakni: yang dilayani, yang melayani, sumber legitimasi pelayanan, dan bentuk aktivitas pelayanan (yang mengandung serangkaian tugas) itu sendiri.
Masyarakat berharap ada perubahan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, akuntabel dan reliable   dalam menjalankan fungsi dan perannya. Ekspektasi masyarakat yang besar dapat merubah paradigma dan tatanan fundamental pada sistem Pemerintahan Daerah. Perubahan sistem pemerintahan di daerah berbalik haluan dari sentralisasi menjadi desentralisasi dengan pelimpahan sebagian besar urusan pemerintahan kepada daerah. Pelimpahan penyelenggaraan urusan tersebut disertai dengan desentralisasi fiscal untuk membiayai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah. Perubahan tatanan fundamental sistem pemerintahan di daerah dari sentralisasi menjadi desentralisasi diawali dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diperbaharui dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang memiliki filosofi untuk memberikan pemerataan pelayanan publik dan untuk lebih mendekatkan serta meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan publik melalui pelimpahan penyelenggaraan sebagian urusan kepada Pemerintah Daerah.

KESIMPULAN


Kasus kasus tentang pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat di Surakarta telah banyak mendapat respon yang kurang menyenangkan. Pemerintah yang dianggap kaku sebenarnya sudah berupaya banyak akan tetapi semua itu belum sesuai tujuan dan sasaran. Pemerintah yang bekerjasama dengan setiap bidang pemerintahan dalam kota seharusnya mempunyai sistem yang lebih baik dan terencana, agar tidak berhenti atau gagal terlaksana. Masyarakat merupakan suatu bagian yang harus banyak banyak diperhatikan, karena kunci utama keberhasilan sistem pelayanan pemerintah adalah dari tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan tersebut.      
Dikaitkan dengan definisi dan tujuan penentuan harga pelayan publik ( public service ). Langkah langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah :
1.Pemerintah provinsi dan walikota harus sering turun kelapangan melakukan inspeksi mendadak(sidak) ke kelurahan agar bisa mengawasi secara langsung apa yang dilakukan kelurahan agar pelayanan langsung dirasakan oleh masyarakat.
2.Wali kota harus membuka tempat pengaduan masyarakat agar bisa masyarakat melaporkan langsung apa yang dilakukan pak lurah kepada masyarakat agar bisa dibenahi kedepan.
3.Membentuk tim pengawas yang tujuan utamanya untuk mengawasi dikelurahan-kelurahan yang ada masyarakat perkotaan.
            Dapat juga digunakan Metodologi Penelitian Tehnik Pengumpulan Data
a. Observasi Melakukan observasi dan survei di lokasi di daerah Tanjungpinang dengan pemilihan lokasi dilakukan secara purposive di beberapa kecamatan kota Tanjungpinang
b. Wawancara/Interview dengan pejabat secara langsung, responden pengguna layanan.
c. Focus Group Discussion (FGD), metode FGD ini
bertujuan untuk mengevaluasi hasil analisis penelitian dengan kondisi riil di lokasi layanan public.
d. Penyebaran kuesioner terhadap masyarakat untuk mendapatkan informasi detail tentang layanan public yang diterima oleh masyarakat pengguna layanan. Jenis Data : a. Data primer merupakan data hasil survey dan data kuisioner responden pengguna layanan public di BP2T Tanjungpinang. Jumlah responden minimal 150 orang  yang dipilih secara acak, dengan dasar (“jumlah unsur” + 1) x 10 =      (14 + 1) x 10 = 150 responden b. Data sekunder, merupakan data yang sudah tercatat, baik berupa laporan, tabulasi, kriteria/standar/parameter dan pedoman, ataupun peraturan perundangan yang berhubungan dengan pelayanan public dan pemerintah daerah. 


REFERENSI


1.      Nemec, Jurac. 2015. Journal, PUBLIC POLICY AND ADMINISTRATION, Vol. 14, No. 3
2.      Vinding, Rechts. 2012. Media Pembinaan Hukum Nasional, Vol. 14, No. 3
3.      Winarni, Puji. 2012. Jurnal Penyuluhan, Analisis Sikap Pegawai terhadap Perilaku Pelayanan Publik
4.      Gia Uliantoro, Wahyu. 2011. Jurnal Ilmu Administrasi, PERENCANAAN FASILITAS PENDIDIKAN KAWASAN PERKOTAAN
5.      Silalahi, Ulber. 2011. Jurnal Ilmu Administrasi, REINVENTING KEPEMIMPINAN DI SEKTOR PUBLIK UNTUK MEMBANGUN KEPERCAYAAN WARGA KEPADA PEMERINTAH
6.      Listyani, Teni. 2011. Jurnal Ilmu Administrasi, MANAJEMEN KINERJA, KINERJA ORGANISASI SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN ORGANISASI SEKTOR PUBLIK
7.      Kamarni, Neng. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 3 2011. ANALISIS PELAYANAN PUBLIK TERHADAP MASYARAKAT
8.      Afrial, Rozy. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, 2009, hlm. 87-95 Volume 16, Nomor 2. Kualitas Pelayanan Publik Kecamatan setelah Perubahan Kedudukan dan Fungsi Camat sebagai Perangkat Daerah
9.      Mouw, Erland. Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2, 2013. KualitasPelayan Publikdi Daerah
10.  Dunn, William, 2003., Pengantar Analisis Kebijakan Publik edisi kedua, Gadjah Mada University Press.
11.  Pramusinto, A dan Kumorotomo, W., 2009. “Governance Reform di Indonesia : Mencari arah kelembagaan politik yang demokratis dan birokrasi yang profesional”, MAP-UGM, Gava Media,
12.  Syakrani dan Syahriani., 2009., Implementasi Otonomi Daerah
13.  Agus ,Haris. 2013. JURNAL PELAYANAN PUBLIK DI BIDANG PERIZINAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 DI LINGKUNGAN PEMERINTAH  KOTA YOGYAKARTA,   
14.  Rudiyanto, Yayan. 2005. PELAYANAN PUBLIK PADA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH KECAMATAN
15.  Muslimin, Amrah.1986. Aspek-aspek Otonomi Daerah.
16.  Lembaga Administrasi Negara. (2000). Akuntabilitas dan Good Governance.
17.  Alamsyah, Jurnal Borneo Administrator Vol. 7 No. 3 Tahun 2013; KARAKTERISTIK UNIVERSAL PELAYANAN PUBLIK: SEBUAH TINJAUAN TEORITIK
18.  Laing, Angus, 2003, Marketing in the Public Sector: Towards a Typology of Public Service, dalam Marketing Theory, Vol. 3, No. 4, hal.427-445.
19.  Franklin, Aimee L., 2001, Serving The Public Interest? Federal Experiences With Participation in Strategic Planning, dalam American Review of Public Administration, Vol. 31, No. 2.
20.  Hill, Richard Child, dan Fujita, Kuniko, 2000, State Restructuring and Local Power in Japan, dalam Urban Studies, Vol. 37, No. 4, hal. 673-690.
21.  Karim, Muhammad Rais Abdul (Eds.), 1999, Reengineering the Public Service: Leadership and Change in an Electronic Age, Selangor Dahrul Ehsan: Pelanduk Publication.
22.  Erikson, Thomas Hylland, 2004, What is Anthropology?, London: Pluto Press.
23.  Common, Richard, 2008, Administrative Change in the Gulf: Modernization in Bahrain and Oman, dalam International Review of Administrative Sciences, Vol. 74, No. 2, hal. 177-193.
24.  Hughes, Owen E., 2003, Public ManagementandAdmnistration:An Introduction, New York: Palgrave Macmillan.
25.  Madya, Faizal, Jurnal Kebijakan Publik Vol 5, No 3 (2014). EVALUASI PERUMUSAN, IMPLEMENTASI, DAN LINGKUNGAN KEBIJAKAN
26.  James L. Perry, Journal of Public Administration Research and Theory: J-PART, Vol. 7, No. 2. (Apr., 1997), pp. 181-197.
27.   











0 comments:

Post a Comment