ABSTRACT
Pelayanan
publik atau pelayanan umum yang dimana segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam
bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung
jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka
upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Peningkatan pelayanan publik yang efisien dan
efektif akan mendukung tercapainya efisiensi dan efektif akan mendukung
tercapainya efisiensi pembiayaan, artinya ketika pelayanan umum yang diberikan
oleh penyelenggara pelayanan kepada pihak yang dilayani berjalan sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya atau mekanisme atau prosedurnya tidak berbelit-belit,
akan mengurangi biaya atau beban bagi pihak pemberi pelayanan dan juga penerima
pelayanan.
Penyelenggara Pelayanan Publik adalah instansi pemerintah yang
terbagi ke dalam unit-unit pelayanan yang secara langsung memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Ukuran keberhasilan pelayanan akan tergambar pada indeks
kepuasan masyarakat yang diterima oleh para penerima pelayanan berdasarkan
harapan dan kebutuhan mereka yang sebenarnya. Namun sebenarnya pelayanan publik
dapat bekerja sama dengan pihak swasta atau diserahkan kepada swasta apabila
memang dipandang lebih efektif dan sepanjang mampu memberikan kepuasan maksimal
kepada masyarakat. Di kota Surakarta
sudah terdapat banyak pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada
masyarakat atau pengguna layanan public, seperti pendidikan, pelayanan pajak,
perijinan, kesehatan, dan kependudukan. Pelayanan publik diberikan kepada
pengguna atau pemakai jasa atau barang publik. Pemerintah selalu berupaya untuk
menjadikan pelayan yang baik ,dapat diterima oleh masyarakat dan tentunya
sangat bermanfaat bagi pengguna layanan publik. Masyarakat yang banyak
berpartisipasi menunjukkan bahwa kepuasan pelayan yang diberikan pemerintah
telah berhasil atau sesuai tujuan.
LATAR BELAKANG
Kota
Surakarta merupakan kota yang dipandang paling berbudaya dan baik dalam proses
pemerintahannya. Kota Surakarta juga merupakan kota dimana banyak terdapat
pelayanan yang menjadi program pemerintah dan sudah ditetapkan sebagai suatu
sistem pelayanan wajib kepada masyarakat sebagai pengguna.
Tingkat
kepuasan masyarakat dalam mengakses layanan publik di Surakarta dinilai rendah.
Selain itu, ketidakpastian biaya atas layanan juga banyak dikeluhkan
masyarakat. Padahal biaya tersebut kebanyakan sudah ditetapkan melalui
peraturan daerah. Sebagian responden juga mengeluhkan kemampuan petugas yang
dianggap kurang cakap dalam melaksanakan tugasnya melayani masyarakat. Kondisi
itu semakin diperparah dengan bangunan tempat layanan publik yang kurang
nyaman.
Pelayanan
Kurang Memuaskan dari kantor imigrasi. pihak Ombudsman Republik Indonesia
Kantor Wilayah Yogyakarta mengancam akan memberikan teguran keras terhadap
Kantor Imigrasi Solo. Warga Solo ditolak saat melakukan pengajuan paspor
perjalanan ke negara Malaysia pada awal Maret lalu.
Selanjutnya
,pelayanan di bidang kesehatan. Pelayanan kesehatan di Kota Solo banyak
dikeluhkan masyarakat. Buruknya pelayanan hingga sikap petugas yang kurang ramah
menjadi keluhan . Selain pelayanan kesehatan, pelayanan administrasi
kependudukan juga banyak dikeluhkan. Bagian pendidikan, dan Dinas Perhubungan,
Begitu juga Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) .
Banyaknya
keluhan yang disampaikan masyarakat tidak menjadi penentu pelayanan yang ada
saat ini sangat buruk. Tetapi, hal itu bisa menjadi patokan ,bahwa masyarakat
yang peduli sehingga mereka menyampaikan keluhannya.
Tidak
hanya di rumah sakit, bahkan pelayanan yang di berikan pada puskesmas juga
tidak jauh berbeda. tenaga kesehatan dokter hanya ditempatkan di 17 puskesmas
induk dan empat rumah sakit negeri di Solo. Dokter berkunjung ke puskesmas
hanya untuk menepati jadwal membuka praktik dan memenuhi panggilan jika
diperlukan. jumlah tenaga kesehatan dokter di puskesmas induk juga masih dalam
kategori kurang.
Keluhan
masyarakat juga datang dari pelayanan Bagian perijinan. Contohnya Surat Izin
Usaha., Pengurusan KTP yang terlalu lama, Izin Mendirikan Bangunan, Surat Izin
Usaha Perdagangan, Izin Usaha Industri, Dan lain-lain. Dalam pengurusan E-KTP ,seringnya masyarakat berkomentar kepada
pemerintah tentang pengurusan KTP yang terlalu lama .Pada saat mengurus E-KTP
alasan pemerintah selalu memperlambat khususnya di instansi kelurahan misalnya
kurang fotokopi akta kelahiran,fotokopi kartu keluarga .
LANDASAN
TEORITIS
1. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggung jawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
2. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
3. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.
4. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
5. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggung jawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
6. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
7. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.
Sementara itu, dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada desain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien
Konsep
kepemimpinan adalah unik untuk sektor publik. Ia mulai menjadi issu penting
yang harus dikembangkan di sektor publik. Perubahan lingkungan yang cepat
(globalisasi, desentralisasi, demokratisasi dan teknologi informasi yang
intensif sebagai elemen untuk pemerintahan dan sektor publik dalam abad ini)
untuk mewujudkan good governance di sektor publik menuntut tipe dan kualitas
kepemimpinan baru. Dengan demikian, kualitas pemimpin dan kepemimpinan di
sektor publik merupakan satu komponen kritis di era good governance khususnya
di bidang administratsi publik (good public administration governance).
Kualitas pemimpin dan kepemimpinan yang dipraktekkan di sektor publik, baik
yang dipilih maupun diangkat merupakan faktor kunci dalam bagaimana
agensi-agensi publik melaksanakan kewajibannya dan mencapai tujuan-tujuan
publik. Ini penting karena kepemimpinan efektif memberikan kualitas yang lebih
tinggi dan barang-barang dan jasa-jasa lebih efisien; itu juga memberikan satu
perasaan kohesivitas, pengembangan pribadi, dan level kepuasan pada tingkat
yang lebih tinggi diantara orang yang melakukan pekerjaan; dan hal itu
memberikan suatu arah dan visi, suatu penjajaran dengan lingkungan, satu
mekanisme yang sehat untuk inovasi dan kreativitas, dan satu sumber yang
menghidupkan kultur organisasi publik.
Kualitas
pelayanan yang diberikan organisasi publik pada umumnya nampak masih jauh dari
standar yang diharapkan. Hal tersebut didasarkan kepada fakta dimana penilaian
masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan masih jauh
dari yang dharapkan. Cerminan dari kualitas pelayanan yang rendah diantaranya
dapat dilihat dari pengurusan perizinan usaha yang berbelit-belit, tumpang
tindih dan birokratis, kurang jelasnya waktu dan biaya pengurusan perizinan,
serta standar pelayan yang belum tersedia.
Dalam
konteks pelayanan publik di daerah, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah
ditujukan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah,
kesejahteraan rakyat dan pemberdayaan masyarakat. Karena itu pemerintah daerah
harus menyediakan pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Sesuai dengan pasal 11 UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa penyelenggaraan
urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas
dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan
pemerintahan. Penggunaan kriteria-kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan
efisiensi dalam pembagian urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan dilaksanakan
secara kumulatif sebagai satu kesatuan. Urusan wajib didefinisikan sebagai
urusan daerah otonom yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh pemerintah. Hal
ini berarti pemerintah menetapkan urusan mana yang merupakan urusan dasar yang
menjadi prioritas penyelenggaraan dan mana yang merupakan urusan pilihan.
Fasilitas
pendidikan juga merupakan salah satu fasilitas sosial yang memegang peranan
penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi kelangsungan
hidup suatu bangsa. Aspek yang termasuk dalam analisis sistem fasilitas
pendidikan ini adalah aspek visual lingkungan, serta fasilitas sekolah dan
hubungannya dengan bentuk fisik kota
secara keseluruhan. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya.
Eksistensi
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang telah berjalan
sejak tahun 2009 merupakan hal yang telah dilaksanakan oleh setiap daerah untuk
dapat memberikan pelayanan publik yang lebih baik kepada masyarakat. Setelah
berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik tersebut
maka Pemerintah Kota Yogyakarta telah membentuk turunan Peraturan Daerah dan
Peraturan Wali Kota dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik sebagai berikut :
1) Peraturan
Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik Pemerintah
Daerah sebagai penyelenggara utama pelayanan publik didaerah berkewajiban untuk
melayani kebutuhan publik sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik (Good governance) agar tujuan otonomi daerah sebagaimana
tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dapat
diwujudkan. Sejalan dengan perkembangan
harapan publik yang menuntut dilakukannya peningkatan kualitas pelayanan publik
menuju pelayanan prima, perlu adanya kejelasan standar dan kriteria
penyelenggaraan pelayanan publik yang dapat dijadikan pedoman bagi setiap
penyelenggara pelayanan publik di Kota Yogyakarta. Penetapan standar dan
kriteria publik yang dijadikan pedoman bagi setiap penyelenggara pelayanan
publik di Kota Yogyakarta sesuai dengan kewenangan daerah dan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, menjamin adanya perlindungan atas
hak publik dalam mendapatkan manfaat pelayanan publik.
b. Sistem Pelayanan Publik
1) Sumber
Daya Manusia (SDM) Dinas Perizinan; 2) Sarana dan Prasarana Dinas Perizinan; 3)
Kewenangan Penyelenggaraan Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta. a. Prosedur Standar
Pelayanan Dinas Perizinan; b.
Jenis-Jenis Izin Dinas Perizinan; c. Prosedur Pengelolaan Pengaduan Dinas Perizina.
3. Pengawasan Terhadap Pelayanan Publik Di Kota Yogyakarta Agar pelayanan
publik dapat optimal diperlukam adanya pengawas. Pengawasan penyelenggaraan
pelayanan publik dilakukan oleh pengawas internal dan pengawas eksternal. Pengawasan internal
penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui pengawasan oleh atasan
langsung sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan pengawasan oleh
pengawas fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sementara
pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui
pengawasan oleh masyarakat berupa laporan tau pengaduan masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik (Pasal 35 UU No 25 Tahun 2009). Istilah
pengawasan dalam banyak hal sama artinya dengan control. Dalam kamus umum
bahasa Indonesia, kata kontrol adalah pengawasan, pemeriksaaan, mengontrol
adalah mengasi, memeriksa.
Jika
pelayanan publik didefenisikan sebagai setiap aktivitas pelayanan yang
dilakukan pemerintah, individu, organisasi, dan yang lainnya (the others) dalam
rangka merespon tuntutan individu, kelompok, organisasi, dan yang lainnya (the
others) yang bersinggungan dengan kepentingan keseluruhan populasi penduduk,
maka ada empat dimensi yang terkandung dalam defenisi ini, yakni: yang
dilayani, yang melayani, sumber legitimasi pelayanan, dan bentuk aktivitas
pelayanan (yang mengandung serangkaian tugas) itu sendiri.
Masyarakat
berharap ada perubahan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, akuntabel dan
reliable dalam menjalankan fungsi dan
perannya. Ekspektasi masyarakat yang besar dapat merubah paradigma dan tatanan
fundamental pada sistem Pemerintahan Daerah. Perubahan sistem pemerintahan di
daerah berbalik haluan dari sentralisasi menjadi desentralisasi dengan pelimpahan
sebagian besar urusan pemerintahan kepada daerah. Pelimpahan penyelenggaraan
urusan tersebut disertai dengan desentralisasi fiscal untuk membiayai
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah. Perubahan
tatanan fundamental sistem pemerintahan di daerah dari sentralisasi menjadi
desentralisasi diawali dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian diperbaharui dengan lahirnya Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 yang memiliki filosofi untuk memberikan pemerataan
pelayanan publik dan untuk lebih mendekatkan serta meningkatkan aksesibilitas
masyarakat terhadap pelayanan publik melalui pelimpahan penyelenggaraan
sebagian urusan kepada Pemerintah Daerah.
KESIMPULAN
Kasus kasus tentang pelayanan yang diberikan pemerintah kepada
masyarakat di Surakarta telah banyak mendapat respon yang kurang menyenangkan.
Pemerintah yang dianggap kaku sebenarnya sudah berupaya banyak akan tetapi
semua itu belum sesuai tujuan dan sasaran. Pemerintah yang bekerjasama dengan
setiap bidang pemerintahan dalam kota seharusnya mempunyai sistem yang lebih
baik dan terencana, agar tidak berhenti atau gagal terlaksana. Masyarakat
merupakan suatu bagian yang harus banyak banyak diperhatikan, karena kunci
utama keberhasilan sistem pelayanan pemerintah adalah dari tingkat kepuasan
masyarakat terhadap pelayanan tersebut.
Dikaitkan dengan
definisi dan tujuan penentuan harga pelayan publik ( public service ). Langkah
langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah :
1.Pemerintah
provinsi dan walikota harus sering turun kelapangan melakukan inspeksi
mendadak(sidak) ke kelurahan agar bisa mengawasi secara langsung apa yang
dilakukan kelurahan agar pelayanan langsung dirasakan oleh masyarakat.
2.Wali kota
harus membuka tempat pengaduan masyarakat agar bisa masyarakat melaporkan
langsung apa yang dilakukan pak lurah kepada masyarakat agar bisa dibenahi
kedepan.
3.Membentuk
tim pengawas yang tujuan utamanya untuk mengawasi dikelurahan-kelurahan yang
ada masyarakat perkotaan.
Dapat
juga digunakan Metodologi Penelitian Tehnik Pengumpulan Data a. Observasi Melakukan observasi dan survei di lokasi di daerah Tanjungpinang dengan pemilihan lokasi dilakukan secara purposive di beberapa kecamatan kota Tanjungpinang
b. Wawancara/Interview dengan pejabat secara langsung, responden pengguna layanan.
c. Focus Group Discussion (FGD), metode FGD ini
bertujuan untuk mengevaluasi hasil analisis penelitian dengan kondisi riil di lokasi layanan public.
d. Penyebaran kuesioner terhadap masyarakat untuk mendapatkan informasi detail tentang layanan public yang diterima oleh masyarakat pengguna layanan. Jenis Data : a. Data primer merupakan data hasil survey dan data kuisioner responden pengguna layanan public di BP2T Tanjungpinang. Jumlah responden minimal 150 orang yang dipilih secara acak, dengan dasar (“jumlah unsur” + 1) x 10 = (14 + 1) x 10 = 150 responden b. Data sekunder, merupakan data yang sudah tercatat, baik berupa laporan, tabulasi, kriteria/standar/parameter dan pedoman, ataupun peraturan perundangan yang berhubungan dengan pelayanan public dan pemerintah daerah.
REFERENSI
1.
Nemec, Jurac. 2015. Journal, PUBLIC POLICY AND
ADMINISTRATION, Vol. 14, No. 3
2.
Vinding, Rechts. 2012. Media Pembinaan Hukum Nasional, Vol. 14, No. 3
3.
Winarni, Puji. 2012. Jurnal Penyuluhan, Analisis Sikap Pegawai terhadap
Perilaku Pelayanan Publik
4.
Gia Uliantoro, Wahyu. 2011. Jurnal Ilmu Administrasi, PERENCANAAN
FASILITAS PENDIDIKAN KAWASAN PERKOTAAN
5.
Silalahi, Ulber. 2011. Jurnal Ilmu Administrasi, REINVENTING
KEPEMIMPINAN DI SEKTOR PUBLIK UNTUK MEMBANGUN KEPERCAYAAN WARGA KEPADA
PEMERINTAH
6.
Listyani, Teni. 2011. Jurnal Ilmu Administrasi, MANAJEMEN KINERJA,
KINERJA ORGANISASI SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN ORGANISASI
SEKTOR PUBLIK
7.
Kamarni, Neng. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 3
2011. ANALISIS PELAYANAN PUBLIK TERHADAP MASYARAKAT
8.
Afrial, Rozy. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, 2009, hlm. 87-95
Volume 16, Nomor 2. Kualitas Pelayanan Publik Kecamatan setelah Perubahan
Kedudukan dan Fungsi Camat sebagai Perangkat Daerah
9.
Mouw, Erland. Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2, 2013. KualitasPelayan
Publikdi Daerah
10. Dunn, William, 2003., Pengantar Analisis
Kebijakan Publik edisi kedua, Gadjah Mada University Press.
11. Pramusinto, A dan Kumorotomo, W., 2009.
“Governance Reform di Indonesia : Mencari arah kelembagaan politik yang
demokratis dan birokrasi yang profesional”, MAP-UGM, Gava Media,
12. Syakrani dan Syahriani., 2009.,
Implementasi Otonomi Daerah
13. Agus ,Haris. 2013. JURNAL PELAYANAN PUBLIK DI BIDANG
PERIZINAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 DI LINGKUNGAN
PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA,
14. Rudiyanto, Yayan. 2005. PELAYANAN PUBLIK
PADA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH KECAMATAN
15. Muslimin, Amrah.1986. Aspek-aspek Otonomi Daerah.
16. Lembaga Administrasi Negara. (2000).
Akuntabilitas dan Good Governance.
17. Alamsyah, Jurnal Borneo Administrator Vol.
7 No. 3 Tahun 2013; KARAKTERISTIK UNIVERSAL PELAYANAN PUBLIK: SEBUAH TINJAUAN
TEORITIK
18. Laing, Angus, 2003, Marketing in the
Public Sector: Towards a Typology of Public Service, dalam Marketing Theory,
Vol. 3, No. 4, hal.427-445.
19. Franklin, Aimee L., 2001, Serving The
Public Interest? Federal Experiences With Participation in Strategic Planning,
dalam American Review of Public Administration, Vol. 31, No. 2.
20. Hill, Richard Child, dan Fujita, Kuniko,
2000, State Restructuring and Local Power in Japan, dalam Urban Studies, Vol.
37, No. 4, hal. 673-690.
21. Karim, Muhammad Rais Abdul (Eds.), 1999,
Reengineering the Public Service: Leadership and Change in an Electronic Age,
Selangor Dahrul Ehsan: Pelanduk Publication.
22. Erikson, Thomas Hylland, 2004, What is
Anthropology?, London: Pluto Press.
23. Common, Richard, 2008, Administrative
Change in the Gulf: Modernization in Bahrain and Oman, dalam International
Review of Administrative Sciences, Vol. 74, No. 2, hal. 177-193.
24. Hughes, Owen E., 2003, Public ManagementandAdmnistration:An
Introduction, New York: Palgrave Macmillan.
25. Madya, Faizal, Jurnal Kebijakan Publik Vol
5, No 3 (2014). EVALUASI PERUMUSAN, IMPLEMENTASI, DAN LINGKUNGAN KEBIJAKAN
26. James L. Perry, Journal of Public
Administration Research and Theory: J-PART, Vol. 7, No. 2. (Apr., 1997), pp.
181-197.
27.
0 comments:
Post a Comment