Wednesday, 6 January 2016

PERAN AUDIT INTERNAL DALAM PENCEGAHAN FRAUD Oleh Mia Ayu Rohmaji (B200140260)




ABSTRAK

Fraud atau penipuan adalah sebagai suatu tindakan penipuan yang dilakukan untuk memperkaya diri sendiri dengan melakukan perampasan  hak atau kepemilikan orang lain. Pada prinsipnya  Fraud  memiliki tiga unsur, yakni: adanya perbuatan yang melawan hukum, dilakukan oleh orang-orang dari dalam atau dari luar organisasi serta dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau keuntungan kelompok sementara di lain pihak merugikan pihak lain baik langsung maupun tidak langsung. Fraud  dapat dilakukan oleh siapa saja, bahkan oleh seorang pegawai yang tampaknya jujur sekalipun. Maraknya kasus fraud  yang terjadi di Indonesia ini menurut jumlah dan frekuensi dari tahun ke tahun terus meningkat. Hal tersebut dikarenakan kebanyakan fraud sulit ditemukan dan diungkap secara tuntas.  Perbuatan  fraud  dapat merugikan keuangan negara, keuangan perusahaan, dan merusak sendi-sendi sosial budaya masyarakat. Oleh sebab itu peranan audit internal sangat penting untuk membantu dalam melakukan audit bagi kepentingan manajemen, memecahkan beberapa hambatan dalam sebuah organisasi dan mendukung upaya manajemen untuk membangun budaya yang mencakup etika, kejujuran, dan integritas. 



LATAR BELAKANG MASALAH
Kejahatan fraud telah terjadi dalam berbagai aspek kehidupan dinegara ini. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai kasus fraud yang terjadi dinegara kita, misalnya kasus yang menimpa salah satu BUMN, yaitu tentang laporan keuangan yang overstated, terungkapnya dugaan mark-up laporan keuangan PT.Kimia Farma Tbk, yaitu terjadinya penggelembungan laba bersih pada laporan keuangan PT.Kimia Farma Tbk tahun 2001 (senilai Rp 32,668 miliar, karena laporan keuangan yang seharusnya sebesar Rp 99,594 miliar ditulis Rp 132 miliar). Kasus ini menyeret sebuah KAP yang menjadi auditor PT.Kimia Farma Tbk. (Gusnardi, 2011). Masih banyak kasus fraud yang terjadi pada BUMN dan Instansi pemerintahan di Indonesia. Seperti yang ditampilkan pada table berikut ini: 



Maraknya kasus seperti ini merupakan suatu hal yang memalukan, pemerintah telah berupaya untuk mencegah bahkan memberantasnya dengan membuat aturan-aturan dan lembaga yang berwenang untuk penanggulangan kasus tersebut misalnya dari lembaga pemerintahan seperti BPK, BPKP, Inspektorat, KPK maupun oleh kalangan LSM seperti MTI dan ICW. Upaya dan cara yang dilakukan termasuk strategi dari pemerintah untuk menciptakan kontrol anti kecurangan, sehingga dapat mengurangi resiko atas kecurangan, namun nyatanya tidak ada entitas manapun yang kebal dengan ancaman ini.
Dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan yang diatur dalam PP No.60 tahun 2008. Pemerintah mewajibkan setiap instansi pemerintah untuk membangun pengendalian. Pengendalian internal dapat membantu pemerintah untuk meminimalisasi terjadinya kelemahan, kesalahan dan resiko kecurangan. Sistem Pengendalian internal organisasi yang lemah dapat mengidentifikasikan tidak efisiennya operasi pemerintahan dan seterusnya akan menjadi peluang terjadinya  fraud. Fungsi auditor internal adalah melaksanakan fungsi pemeriksaan internal yang merupakan suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilakukan. Auditor internal diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam rangka peningkatan kinerja organisasi. Dari pemaparan diatas,maka perlu kita ketahui bagaimana peran audit internal dalam upaya penanganan fraud disektor publik.
PEMBAHASAN
Statement on Auditing Standards (SAS) no 99 mendefinisikan “Fraud is a broad legal concept and auditors do not make legal determinations of whether fraud has occurred.”
Sunaryadi dari Pricewaterhouse Coopers memberikan definisi bahwa fraud adalah melakukan suatu perbuatan dengan menyembunyikan, menutupi atau cara tidak  jujur  lainnya, melibatkan atau meniadakan suatu perbuatan atau membuat pernyataan yang  salah  dengan  tujuan  untuk mendapatkan  keuntungan  keuangan  atau  keuntungan lainnya atau meniadakan  suatu kewajiban.
Definisi  fraud  berdasarkan Webster’s New World Doactionary  dalam Sudarmo et al, (2008) yaitu: fraud  adalah terminologi umum, yang mencakup beragam makna tentang kecerdikan, akal bulus tipu daya manusia yang digunakan oleh seseorang, untuk mendapatkan suatu keuntungan (di) atas orang  lain melalui cara penyajian yang salah. Tidak (ada) aturan baku dan pasti yang dapat digunakan sebagai kata yang lebih tepat untuk memberikan makna lain tentang  fraud, kecuali cara melakukan tipu daya, secara tak wajar, dan cerdik sehingga orang lain menjadi terpedaya. Satu-satunya yang dapat menjadi batasan tentang  fraud  adalah biasanya dilakukan mereka yang tidak jujur atau penuh tipu muslihat. 
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat pasal-pasal yang mencakup pengertian fraud diantaranya:
Pasal 362 Pencurian: Mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.
Pasal 378 mendefinisikan fraud sebagai perbuatan curang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama  palsu atau martaba palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang.
Institute of Internal Auditors (IIA) standarnya, menjelaskan tentang fraud dengan pernyataan : “Fraud encompasses an array of irregularities and illegal acts characterized by intentional deception. It can be perpetrated for the benefit of or to the detriment of the organization  and by persons outside as well as inside organization.” 
Pengertian fraud sesuai Standar Profesional Akuntan Publik (PSAK No.70 seksi 316.2  paragraf (4) adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai  laporan keuangan.
Kamus Akuntansi mendefinisikan fraud sebagai suatu tindakan penipuan yang dilakukan untuk memperkaya diri sendiri dengan melakukan perampasan  hak orang lain. Fraud dilakukan oleh perorangan dan organisasi untuk memperoleh uang,properti, ataupun jasa dengan cara menghindari pembayaran, kerugian, kenyamanan pribadi, ataupun  keuntungan bisnis (Tjahjono, Josua, Budi, Jap, dan Yohana;  2013).
Uniform Occupational Fraud Classification System, The ACFE membagi  Fraud  (Kecurangan) dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan perbuatan yaitu:
a.              Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation);
Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan / pencurian aset atau harta atau pihak lain. Ini merupakan bentuk  fraud  yang paling mudah     dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur  / dihitung (defined     value).
b.        Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement);
Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau    eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi    keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.
c.         Korupsi (Corruption).
Jenis  fraud  ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut  kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang  terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan.  Fraud  jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisma). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang atau konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (econom extortion). Sedangkan Delf (2004) menambahkan satu lagi tipologi  fraud yaitu  cybercrime. Ini jenis  fraud  yang paling canggih dan dilakukan oleh pihak yang mempunyai keahlian khusus yang tidak selalu dimiliki oleh pihak lain.  Cybercrime  juga akan menjadi jenis  fraud  yang paling ditakuti di masa depan di mana teknologi berkembang dengan pesat dan canggih.
Pengklasifikasian  fraud menurut Simanjuntak (2008) dalam Putra (2010) dapat dibagi beberapa jenis, yaitu:
a.    Berdasarkan  pencatatan,  kecurangan  berupa  pencurian  aset  dapat dikelompokkan kedalam  tiga kategori:
o  Pencurian  aset  yang  tampak  secara  terbuka  pada  buku,  seperti  duplikasi pembayaran  yang  tercantum  pada  catatan  akuntansi  (fraud  open  on-the-books,  lebih mudah untuk ditemukan).
o  Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan akuntansi yang valid,  seperti: kickback  (fraud hidden on  the-books)
o  Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi melalui  pengujian  transaksi  akuntansi  yang  dibukukan,  seperti:  pencurian uang pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukukan atau di-write-off   (fraud off-the books, paling  sulit untuk ditemukan)


b.    Berdasarkan  frekuensi,  pengklasifikasian  kecurangan  dapat  dilakukan berdasarkan  frekuensi  terjadinya:
o  Tidak  berulang  (non-repeating  fraud).  Dalam  kecurangan  yang  tidak berulang,  tindakan  kecurangan  -  walaupun  terjadi  beberapa  kali  -  pada dasarnya bersifat tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat (misal: pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang  tidak benar).
o  Berulang  (repeating  fraud).  Dalam  kecurangan  berulang,  tindakan  yang menyimpang  terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi atau diawali  sekali saja.  Selanjutnya  kecurangan  terjadi  terus-menerus  sampai  dihentikan. (Misal: cek pembayaran gaji bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus melakukan penginputan setiap saat. Penerbitan cek terus berlangsung sampai  diberikan  perintah  untuk  menghentikannya.)  Bagi  auditor, signifikansi dari berulang atau tidaknya suatu kecurangan tergantung kepada dimana  ia akan mencari bukti. Misalnya, auditor harus mereview program aplikasi komputer untuk memperoleh bukti terjadinya tindakan kecurangan pembulatan  ke  bawah  saldo  tabungan  nasabah  dan  pengalihan  selisih pembulatan  tersebut ke  suatu  rekening  tertentu.
c.    Berdasarkan  konspirasi,  kecurangan  dapat  diklasifikasikan  sebagai:  terjadi konspirasi atau kolusi, tidak terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada  umumnya  kecurangan  terjadi  karena  adanya  konspirasi,  baik  bona  fide maupun pseudo.   Dalam bona fide conspiracy, semua pihak sadar akan adanya kecurangan; sedangkan dalam pseudo conspiracy, ada pihak-pihak yang  tidak mengetahui  terjadinya kecurangan.
d.   Berdasarkan  keunikan,  kecurangan  berdasarkan  keunikannya  dapat dikelompokkan  sebagai berikut:
o  Kecurangan khusus (specialized fraud), yang terjadi secara unik pada orang-orang yang bekerja pada operasi bisnis  tertentu. Contoh:  (1) pengambilan aset yang disimpan deposan pada  lembaga-lembaga keuangan, seperti: bank, dana pensiun,  reksa dana  (disebut  juga custodial  fraud) dan  (2) klaim asuransi yang tidak benar.
o  Kecurangan umum (garden varieties of fraud) yang semua orang mungkin hadapi dalam operasi bisnis  secara umum. Misalnya:  kickback, penetapan harga yang  tidak benar, pesanan pembelian atau kontrak yang  lebih  tinggi dari kebutuhan yang sebenarnya, pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang telah  selesai, pembayaran ganda, dan pengiriman barang yang  tidak benar. 
Berdasarkan  pelaku  kecurangan,  setidaknya  fraud  bisa  dikelompokkan  menjadi  tiga golongan:
1.        Corporate fraud, kecurangan yang dilakukan oleh sebuah organisasi atau badan hukum untuk kepentingan badan hukum  itu  sendiri.
2.        Management  fraud,  kecurangan  yang  hanya  bisa  dilakukan  oleh  atasan  yang memiliki wewenang cukup, biasanya mempunyai ciri antara  lain:  tindakannya terlihat  logis  atau masuk  akal  atau  rasional, memberikan  keuntungan  kepada dirinya, memberikan  kesan  bukan  tindakan  kriminal,  dan  yang  bersangkutan tidak merasa bersalah karena ia merasa apa yang diambilnya adalah miliknya. Beberapa  contoh  dari  management  fraud  :  perusahaan  didalam  perusahaan, keputusan  yang  menguntungkan  pihak  lain  tapi  merugikan  perusahaan, manipulasi pembayaran kepada supplier atau  contractor, penerimaan komisi atau  kick back ke rekening orang lain yang masih dalam pengendaliannya. Karena itu terbongkarnya management  fraud  seringkali  secara kebetulan atau  telah  lama terjadi  sehingga  menimbulkan  gosip  atau  memberikan  tanda-tanda  yang memerlukan investigasi yang lebih detail dan professional. Pelaku management fraud umumnya  : orang yang cukup cerdas  tetapi  tidak  jujur. Bisa  juga orang yang memiliki kekuasaan  atau wewenang yang  luas  sehingga dapat mengatur  atau menciptakan  prosedur  yang  dianggap  logis  dan  sulit  untuk  dideteksi  dengan dibantu oleh asisten atau bawahannya yang  loyal. Management  fraud akan  terjadi apabila  aspek:  Condition  (situasinya  memungkinkan,  adanya  peluang  atau kesempatan untuk melakukannya), Motivation pada diri pelaku (adanya situasi yang sangat menekan sehingga mendorong pelaku melakukannya), dan Attitude pelakunya  (karakteristik  pribadi  yang  memang  dasarnya  penipu)  tergabung menjadi satu. Apabila salah satu aspek atau dua aspek tersebut diatas tidak ada maka management  fraud agak  sulit  terjadi.
3.        Employee  fraud,  kecurangan  yang  umumnya  dilakukan  oleh  karyawan  yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian  internal perusahaan  serta pembenaran  terhadap tindakan tersebut. Kecurangan ini meliputi penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi  yang  berlaku  umum.  Contoh  dari  employee  fraud  ini  adalah penggelapan  terhadap penerimaan kas, pencurian aktiva perusahaan, mark up harga,  transaksi  tidak  resmi.

Alasan orang untuk melakukan sebuah kecurangan dipicu oleh beberapa alasan yang berbeda. Dalam buku “Fraud  Examination” karangan Albrect mengemukakan bahwa ada tiga alasan utama mengapa orang-orang melakukan  fraud, yaitu:
·      tekanan
·      kesempatan
·      suatu cara untuk merasionalisasi bahwa tindakan  fraud diperbolehkan.
Ketiga elemen itulah yang kita sebut dengan  fraud  triangle  ( Albrecht, 2009 ). Fraud triangle  biasanya digunakan untuk mengidentifikasi dan menilai risiko  fraud.
Simanjuntak (2008) dalam Putra (2010) menyatakan terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan  fraud  yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu: (1) Greed  (keserakahan), (2) Opportunity (kesempatan), (3) Need  (kebutuhan), dan (4) Exposure  (pengungkapan).
Faktor greed dan  need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku  fraud  (faktor individual), sedangkan faktor  opportunity  dan  exposure  merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan fraud (faktor umum). 
Faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya kecurangan, menurut Valery G. Kumaat (2011:137) setidaknya ada 3 faktor derifatif dari faktor manusia yang saling terkait erat:
·      Faktor  asli, yaitu dimana manusia pelakunya, atau lebih tepatnya factor karakter pribadi yang berpotensi mendorong seseorang bertindak curang,
·      Faktor organisasi, yaitu faktor yang berasal dari kumpulan/komunitas manusia di dalamnya, yang secara lebih spesifik kita sebut saja sebagai faktor lingkungan bisnis,
·      Faktor sistem, yaitu berbagai perangkat sistem dan kebijakan (termasuk iptek) yang di buat oleh individu maupun antar manusia dalam organisasi demi kepentingan proses bisnis.
Pada prinsipnya  Fraud  memiliki tiga unsur, yaitu: adanya perbuatan yang melawan hukum (illegal acts); dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan/atau dari luar organisasi serta dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau kelompok sementara di lain pihak merugikan pihak lain baik langsung maupun tidak langsung.
Namun secara umum, unsur-unsur dari kecurangan (keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada maka dianggap kecurangan tidak terjadi) adalah:
·         Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation);
·         Dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present);
·         Fakta bersifat material (material fact);
·         Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly);
·         Dengan maksud (intent) untuk menyebabkan suatu pihak beraksi;
·         Pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan tersebut (misrepresentation); yang merugikannya (detriment).
Perbuatan fraud dapat merugikan keuangan negara, keuangan perusahaan, dan merusak sendi-sendi sosial budaya masyarakat. Sudarmo et al, (2008) mengemukakan bahwa fraud hampir terdapat pada setiap lini pada suatu organisasi, mulai dari jajaran manajemen atau pimpinan puncak sampai kepada jajaran terdepan atau pelaksana bahkan bisa sampai ke pesuruh (office boy). 
Menurut PP No.60 Tahun 208 yang dimaksud dengan “audit” adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.  
Sedangkan menurut Permenpan.No:PER/05/M.PAN/03/2008 Audit adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektifitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah. 
Menurut Mardiasmo(2002), Audit Internal adalah audit yang dilakukan oleh unit pemeriksaan yang merupakan bagian organisasi yang diawasin. Audit internal menurut The Institute of Internal Auditor (IIA) adalah aktivitas independen, keyakinan objektif dan konsultasi yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi.
Audit eksternal maupun auditor intern mempunyai tanggung jawab untuk mendeteksi fraud. Tanggung jawab auditor untuk mendeteksi  fraud merupakan tanggung jawab profesi dan tanggung jawab terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Tugas utama dari audit adalah mengumpulkan dan mengevaluasi bukti audit yang merupakan segala informasi yang digunakan oleh auditor dalam rangka menentukan informasi yang diaudit sesuai dengan kriteria yang ditetapkan (Arens dan Loebbecke, 2007). Bukti audit adalah sesuatu yang dapat membuktikan (Sawyer, 2003), yang diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan  keterangan, dan  konfirmasi  sebagai  dasar memadai  untuk menyatakan  pendapat  atas laporan keungan yang diaudit (Standar Profesional Akuntan Publik, 2006)   
Seorang auditor yang berpengalaman ia akan lebih paham terkait penyebab kekeliruan yang terjadi, apakah murni karena kesalahan ataukah kekeliruan karena kesengajaan yang berarti fraud.
PSA 32 (SA 316.05) menetapkan bahwa tanggungjawab auditor dalam kaitannya dengan kekeliruan (error) dan ketidakberesan (irregularities) adalah sebagai berikut:
·      Menentukan risiko bahwa suatu kekeliruan dan ketidakberesan kemungkinan menyebabkan laporan keuangan berisi salah saji material.
·      Berdasarkan penentuan ini, auditor harus merancang auditnya untuk memberikan keyakinan memadai bagi pendeteksian kekeliruan dan ketidak beresan.
·      Melaksanakan audit dengan seksama dan tingkat skeptisme professional yang semestinya dan menilai temuannya. 
Menurut Mulyadi (2002:211) fungsi audit intern merupakan kegiatan penilaian yang bebas yang terdapat dalam organisasi, yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan, dan kegiatan lain, untuk memberikan jasa bagi manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab mereka.
Menurut SA Seksi 110, bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Tanggungjawab tersebut tentunya dalam rangka untuk menilai kewajaran laporan keuangan dari salah saji secara material yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum, standar auditing dan kode etik akuntan. Apabila terjadi pelanggaran atau penyimpangan terhadap etika profesi seperti yang diisyaratkan dalam standar auditing dan kode etik akuntan berarti auditor kurang menunjukkan atau tidak memiliki  idealisme  yaitu sebagai sikap yang dependen dan tidak menghindarkan terjadi berbagai kepentingan.
Pengawasan intern atas penyelenggaraan pemerintahan diperlukan untuk mendorong terwujudnya  good governance dan  clean government dan mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel serta bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Penerapan sistem pengendalian internal berfungsi untuk;
a.    Preventive, pengendalian untuk mencegah kesalahan-kesalahan baik berupa kekeliruan atau ketidakberesan.
b.    Detective, mendeteksi kesalahan, kekeliruan dan penyimpangan yang terjadi.
c.    Corrective, memperbaiki kesalahan, kelemahan dan penyimpangan yang terdeteksi.
d.   Directite, mengarahkan agar pelaksanaan aktivitas dilakukan dengan tepat dan benar.
e.    Compensative, menetralkan kelemahan pada aspek control lain.

Peran internal audit  menjadi sangat bervariasi, dan tergantung kepada,  kebutuhan organisasi, struktur internal audit dan kompetensi yang tersedia. Peran internal audit antara lain mencakup:
·      Mendukung pimpinan untuk membangun proses dan program anti-fraud yang dapat dipantau dan dimonitor secara teratur dan berkala.
·      Memfasilitasi penilaian risiko fraud pada instansi, unit pelaksana, dan tingkatan operasional.
·      Menghubungkan dan mendokumentasikan aktivitas pengendalian anti-fraud untuk mengidentifikasi risiko fraud.
·      Mengevaluasi dan menguji desain dan efektivitas operasi program pengendalian dan anti-fraud.
·      Melaksanakan fraud auditing/audit investigative
·      Melaksanakan penugasan investigasi untuk membuktikan dugaan fraud atau penyalahgunaan lainnya.
·      Melaporkan kepada pimpinan instansi mengenai efektivitas instansi dalam mencegah, mendeteksi, menginvestigasi dan memperbaiki dampak fraud yang terjadi. 
Selain itu Peran audit internal adalah sebagai pengawas terhadap tindak kecurangan. Audit internal bertanggung jawab untuk membantu manajemen mencegah  fraud dengan melakukan pengujian dan evaluasi keandalan dan efektivitas dari pengendalian seiring dengan potensi resiko terjadinya kecurangan dalam berbagai segmen.
Kemampuan mendeteksi  fraud adalah sebuah kecakapan atau keahlian yang dimiliki auditor untuk menemukan indikasi mengenai  fraud.  Menurut  Kumaat (2011: 156) mendeteksi kecurangan adalah upaya untuk mendapatkan indikasi awal yang cukup mengenai tindak kecurangan, sekaligus mempersempit ruang gerak para pelaku kecurangan.



Pendekatan dan Langkah dalam Fraud Audit
Pendekatan dalam rangka investigasi fraud mencakup hal berikut : Analisis data dan bukti, Menyusun hipotesis, Menguji hipotesis dengan bukti lanjutan, Menyaring dan memperbaiki hipotesis.
Beberapa langkah yang perlu ditempuh untuk menguji fraud, antara lain sebagai berikut: Penguji dokumen, Saksi netral dari pihak ketiga, Siapa saja yang berkomplot, Tujuan pengungkap fraud.

Cara Mendeteksi Fraud
Langkah penting yang perlu dilakukan auditor untuk mengetahui ada tidaknya fraud dengan jalan mendeteksi dapat digunakan beberapa teknik antara lain sebagai berikut.
a.    Teknik mendeteksi melalui audit catatan akuntansi yang mengarah pada gejala atau kemungkinan terjadinya fraud (Critical Point Auditing). Critical Point Auditing dengan hal berikut.
·      Analisis trend, yaitu pola kecenderungan (konjungtur) yang terjadi dari satu periode ke periode berikutnya.
·      Pengujian khusus, yaitu pengujiaan terhadap kegiatan yang memiliki risiko tinggi terhadap kecurangan.
b.    Teknik mendeteksi dengan analisis kepekaan pekerjaan dengan memandang pelaku potensial (Job Sensitivity Analysis). Job Sensitivity Analysis dengan hal berikut.
·      Identifikasi semua posisi pekerjaan yang rawan tehadap kecurangan (metode pendekatan).
·      Identifikasi tingkat pengendalian yang dilakukan manajer.  Kecurangan akan mudah dilakukan kalau manajer lengah atau sibuk dengan tanggung jawab lain. Dan mengabaikan tanggung jawabnya dalam melakukan pengendalian.
·      Indentifikasi gejala (symptom) yang terjadi seperti adanya kekayaan pribadi yang tidak dapat dijelaskan, pola hidup mewah, rasa tidak puas, egois, pengabaian instuksi, dan ingin dianggap  penting (karakter pribadi).
·      Pengujian rinci apakah pengujian dan tindak lanjut perbaikan telah dilakukan pada kesempatan pertama atas jenis pekerjaan yang berisiko tinggi.
Menurut Bonita Peterson dan Paul Zikmund (2004), ada sepuluh pemahaman atau pembenaran yang  dapat membantu untuk mengurangi risiko terjadinya  fraud:  “1).Fraud is everywhere. 2) Anyone can commit  fraud 3) Understand the circumstances influencing why people commit  fraud (motive, perceived opportunity to commit and think they can  get away with it, morally acceptable excuse) 4) The best deterrent is to increaese the perception of detection 5).Perpetrators are often employees. 6) There are only a limited number of  fraud schemes (asset misappropriations alone count for 60-86% of all  frauds) 7) Understand early signs and act upon them 8) Don't rely on auditors to detect fraud (they focus on material fraud only), 9) Have an (anonymous) fraud hotline and use a fraud questionaire now and then, 10) Prevention is the best cure.”
Menurut Albrecht (2005:) ada beberapa langkah yang  harus dilakukan oleh manajemen perusahaan dalam pencegahan fraud yaitu :
a.    Create a culture of honesty, openness, and assistance ;
b.    Eliminate opportunities for fraud ;1) Identify the importance of good internal controls, 2) discourage collusion between employees and outside parties, 3) Recognize how to monitor employees; 
·      Recognize how to monitor employees.
·      Set up a response line for anonymous tips.
·      Conduct proactive fraud auditing.
·      Create an effective organization to minimize fraud.

Untuk melakukan pencegahan terhadap fraud, setidaknya ada tiga upaya yang harus dilakukan, yaitu:
1.      Membangun individu yang didalamnya terdapat trust and openness, mencegah benturan kepentingan, confidential disclosure agreement dan corporate security contract.
2.      Membangun system pendukung kerja yang meliputi system yang terintegrasi, standarisasi kerja, aktifitas control dan sitem rewards and recognition.
3.      Membangun system monitoring yang didalamnya terkandung control self assessment, internal auditor dan eksternal auditor.

Menurut Joseph T. Wells, semua kejahatan terjadi  sebagai kombinasi dari motivasi dan kesempatan. 
·      Untuk mengurangi motivasi berbuat kecurangan, manajer harus:
a.    Menyediakan lingkungan kerja yang etis dan kepemimpinan yang menunjukkan perilaku etis dalam semua aktivitas bisnis;
b.    Memperlakukan karyawan dengan baik;
c.    Mendengarkan dan menanggapi keluhan dan masalah yang disampaikan karyawan, khususnya mereka yang mengungkapkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan atau mendiskusikan masalah kesulitan keuangan.
·      Untuk mengurangi persepsi karyawan  tentang adanya kesempatan melakukan kecurangan, pemilik dan manajer dapat mengirimkan pesan yang menunjukkan bahwa “seseorang sedang mengawasi”. Jika memungkinkan, minta akuntan eksternal untuk memeriksa pembukuan. Buatlah kebijakan perusahaan tentang kecurangan, konsekuensi pelanggaran serta menerapkan hukuman tersebut jika ditemukan pelanggaran.



KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

Kesimpulan:
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Fraud ialah Fraud atau penipuan adalah sebagai suatu tindakan penipuan yang dilakukan untuk memperkaya diri sendiri dengan melakukan perampasan  hak atau kepemilikan orang lain. Ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan fraud yakni karena tekanan, kesempatan dan suatu cara untuk merasionalisasi bahwa tindakan fraud diperbolehkan. Dengan maraknya kasus fraud yang terjadi sekarang ini dapat menyebabkan kerugian keuangan Negara tidak hanya itu fraud juga dapat mengahncurkan sendi-sendi budaya sosial masyarakat.
Peran audit internal adalah sebagai pengawas terhadap tindak kecurangan. Audit internal bertanggung jawab untuk membantu manajemen mencegah fraud dengan melakukan pengujian dan evaluasi keandalan dan efektivitas dari pengendalian seiring dengan potensi resiko terjadinya kecurangan dalam berbagai segmen. Dengan adanya audit diharapkan dapat berjalannya penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Untuk melakukan pencegahan terhadap fraud, setidaknya ada tiga upaya yang harus dilakukan, yaitu: 1). Membangun individu yang didalamnya terdapat trust and openness, mencegah benturan kepentingan, confidential disclosure agreement dan corporate security contract. 2). Membangun system pendukung kerja yang meliputi system yang terintegrasi, standarisasi kerja, aktifitas control dan sitem rewards and recognition. 3). Membangun system monitoring yang didalamnya terkandung control self assessment, internal auditor dan eksternal auditor.











Implikasi:
  • Dalam melakukan pengawasan, Pemerintah harus memperkuat timnya dengan sumberdaya berupa tenaga ahli dibidang audit internal yang mempunyai pendidikan yang memadai dalam bidang akuntansi dan auditing.
  • Pengalaman bagi seorang auditor merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan pendeteksian fraud, untuk itu seorang auditor harus terus meningkatkan pengalamannya seperti halnya dengan mengikuti pelatihan dibidang audit, dengan pengalaman yang memadai auditor sudah terbiasa menghadapi segala sesuatu dalam proses audit dan lebih paham terhadap gejala terjadinya fraud.
  • Pemerintah harus lebih tegas lagi dalam mengenakan sanksi bagi pelaku yang melakukan tindakan fraud atau kecurangan.
  • Sebagai masyarakat kita juga harus menyadari bagaimana dampak yang timbul akibat terjadinya fraud pada Negara kita.
  • Dalam penyelenggaraan pemerintahan penerapan prinsip-prinsip good governance (transparansi, independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,dan kewajaran) harus lebih ditingkatkan,jika good governance diterapkan secara baik mungkin saja fraud tidak akan terjadi.














DAFTAR PUSTAKA
Sulastri. Binsar H Simanjuntak. 2014. Fraud Pada Sektor Pemerintah Berdasarkan  Faktor Keadilan Kompensasi, Sistem Pengendalian Internal, Dan Etika Organisasi Pemerintah (Studi Empiris Dinas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta). e-Journal Magister Akuntasi Trisakti  Volume. 1 Nomor. 2 September   Hal. 199-227

Meikhati, Ety. Istiyawati Rahayu. 2015. Peranan Audit Internal dan Pencegahan Fraud Dalam Menunjang Efektivitas Pengendalian Internal. Jurnal Paradigma Vol. 13, No. 01, Februari  – Juli  Hal.77-91      

Furqani,Astri. 2015. Peranan Inspektorat Kabupaten sumenep Dalam Mencegah Dan Mendeteksi Fraud Di Dinas Pendidikan Sumenep. Jurnal “PERFORMANCE” Bisnis & Akuntansi Volume V, No.1, Maret  Hal 13-24

Nisak,Chairun., Prasetyono, & Fitri Ahmad Kurniawan. 2013. Sistem Pengendalian Intern Dalam Pencegahan Fraud Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (Skpd) Pada Kabupaten Bangkalan. JAFFA Vol. 01 No. 1 April  Hal. 15 – 22

Koroy, Tri Ramaraya, 2008. Pendeteksian Kecurangan  (Fraud) Laporan Keuangan Oleh Auditor Eksternal. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol.10 No.1 Mei, Hal 22–23.

Nurhayati, Ida. & Indianik Aminah. 2014. Prinsip Know Your Employee Sebagai Upaya Pencegahan Fraud Pada Perbankan Indonesia. Epigram, Vol.11 No. 2 Oktober:167-172

Wibowo. Winny Wijaya. 2009. Pengaruh Penerapan  Fraud  Early  Warning  System (Fews) Terhadap  Aktivitas  Bisnis Perusahaan. Jurnal Informasi, Perpajakan, Akuntansi Dan Keuangan Publik Vol. 4, No. 2, Juli  Hal. 77 – 111

Karyono, 2002.Fraud auditing.Journal The WINNERS, Vol. 3 No. 2, September: 150-160

Soepardi, Eddy Mulyadi . 2010. Peran BPKP dalam Penanganan Kasus Berindikasi Korupsi Pengadaan Jasa Konsultansi Instansi Pemerintah.Jakarta.

AICPA. 2002.Statement on Auditing Standards (SAS) no 99. Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit.

Gusnardi. 2012. Peran Forensic Accounting Dalam Pencegahan Fraud. Pekbis Jurnal, Vol.4, No.1, Maret : 17-25

Aisyah,Mimin Nur, 2006. Peningkatan Peran Auditor Dalam Pencegahan Dan Pendeteksian Fraud.JPAI Vol V No.1

Rahman,Fatahul.2011. Peran Manajemen Dan  Tanggung Jawab Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan. JURNAL EKSIS   Vol.7 No.2, Agustus: 1816 – 2000

T, Theresa Festi. Andreas & Riska Natariasari. 2014. Pengaruh Peran Audit Internal Terhadap Pencegahan Kecurangan. JOM FEKON Vol.1 No. 2 Oktober Hal 1-16

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : ANDI.

BPKP. PP No. 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Menteri Negara  Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor  : PER/05/M.PAN/03/2008 Tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah

Anugerah,Rita.2014.Peranan Good Corporate Governance Dalam Pencegahan Fraud. Jurnal  Akuntansi, Vol. 3, No. 1, Oktober  2014 : 101 – 113

Anggriawan,Eko Ferry. 2014. Pengaruh Pengalaman Kinerja, Skeptisme Profesional dan Tekanan Waktu Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Fraud. Jurnal Nominal/Volume III Nomor 2/Tahun 2014 Hal 101-116         




Posted on by Akuntansi Publik | 2 comments

2 comments: